SOLOPOS.COM - Juru kunci Omah Tiban, Mbah Sinem berada di depan Omah Tiban di Dusun Cale, Desa Semen, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, Minggu (30/10/2022). (Solopos.com/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Keberadaan dan asal-usul Omah Tiban atau Rumah Tiban di Dusun Cale, Desa Semen, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri masih menjadi misterius. Sejumlah kejadian janggal pun pernah menyertai rumah yang dipercaya berumur empat abad itu.

Juru kunci Omah Tiban Jatisrono, Mbah Sinem, menceritakan salah satu kejadian janggal namun kerap berulang itu kepada Solopos.com di Omah Tiban, Minggu (31/10/2022) malam. Menurut penuturan Mbah Sinem, banyak orang yang datang ke Omah Tiban dengan ekspektasi tinggi. 

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Mereka mengira Omah Tiban adalah rumah yang bagus atau gedongan. Padahal rumah itu sangat sederhana. Hanya beratap rumput alang-alang dan di dalamnya tidak ada perabotan, kecuali tikar, meja kecil, dan sejumlah peralatan sesajen.

Terlebih dulu rumah rumah tersebut masih berdinding gedhek atau kayu. Omah Tiban bertembok batu bata belum lama ini karena untuk menjaga agar tetap berdiri kokoh.

Baca Juga: Kisah Mistis Juru Kunci Rumah Tiban Wonogiri, Dibawa Penunggu ke Laut Selatan

“Mereka yang datang ke sini itu ada beberapa yang ngelek-eleki [menjelek-jelekan] rumah ini, meremehkan rumah ini, katanya ealah jebul gur ngene [ternyata cuma begini]. Itu sering saya dengar. Dan kalau sudah seperti itu, biasanya orang yang mengatakan itu akan celaka,” kata Mbah Sinem.

Pernah suatu hari ada orang dari luar kota datang ke Omah Tiban. Kemudian dia menyeletuk meremehkan Omah Tiban. Tidak berselang lama setelah dia angkat kaki dari Omah Tiban, tubuhnya kejang-kejang dan akhirnya meninggal dunia.

“Orangnya laki-laki. Kejang-kejangnya tidak jauh dari sini. Di gang yang mau ke arah jalan raya itu, setelah pulang dari sini. Cerita lain, ada beberapa orang yang mengejek Omah Tiban terus jadi jatuh sakit,” ujar dia.

Menurut dia, Suling Werni tidak senang jika Omah Tiban diejek atau diremehkan orang. Sebab hal itu menyakiti hatinya. Oleh karena itu, jika datang ke Omah Tiban sebaiknya tidak berekspektasi tinggi dan jangan merendahkan Omah Tiban jika tidak ingin celaka.

Baca Juga: Berusia 4 Abad, Omah Tiban Wonogiri Jadi Jujukan Peziarah Minta Harta Melimpah

Sebagai informasi, di dalam Omah Tiban, terdapat empat tiang penyangga. Masing-masing tiang memiliki nama, yaitu Gambir Anom, Suling Werni, Ngglanglang Jagad, dan Jati Kesumo. Tiang-tiang itu terbuat dari kayu jati yang warnanya sudah menghitam. Masing-masing tiang penyangga berselimut kain putih. Di antara empat tiang itu, tiang bernama Suling Werni dianggap paling sakral. 

Tiang Suling Werni berada paling belakang sebelah kiri. Di bawah tiang itu tampak bunga-bunga yang yang sudah layu dan bekas kemenyan atau sesajen. Keempat tiang penyangga berselimut kain putih. Mbah Sinem mempersonifikasikan tiang-tiang sebagai keluarga. Bahkan ia menganggap Suling Werni adalah ibunya. 

“Saya pernah ketemu dengan Bu Suling Werni dan dibawa ke laut selatan Jawa. Tapi perjalanannya tidak lama, cepat sekali, dari rumah tiba-tiba sudah sampai sana. Saat itu saya diam saja di sana. Bu Suling Werni juga diam, tidak ngomong. Saya merasakan di sana cukup lama. Terus tiba-tiba juga sudah sampai di rumah,” kata Mbah Sinem.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya