SOLOPOS.COM - Juru kunci Omah Tiban, Mbah Sinem berada di depan Omah Tiban di Dusun Cale, Desa Semen, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, Minggu (30/10/2022). (Solopos.com/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRIOmah Tiban di Dusun Cale, Desa Semen, Kecamatan Jatisrono, kerap dikunjungi orang dari berbagai daerah. Mereka datang dengan berbagai maksud, seperti berziarah, memohon petunjuk, hingga meminta kelimpahan harta.

Omah Tiban Jatisrono dipercaya dapat menjadi perantara terkabulnya doa para peziarah. Kata omah tiban tersemat lantaran omah atau dalam bahasa Indonesia berarti rumah. Sedangkan tiban berarti tiba-tiba sudah ada.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Solopos.com mencoba mendatangi Omah Tiban di Desa Semen sekaligus menemui juru kuncinya, Mbah Sinem, Minggu (30/10/2022) malam. Letak Omah Tiban berada di depan sebelah kiri dari rumah Mbah Sinem.

Luas Omah Tiban lebih kurang 10 meter × 8 meter. Dinding Omah Tiban memang sudah bertembok semen.

Namun atap rumahnya masih menggunakan rumput alang-alang dengan dilapisi kain terpal di bawahnya. Dinding Omah Tiban berwarna putih dan tampak lusuh.

Baca Juga: Masjid Tiban Wonokerso Wonogiri, Usianya Jauh Lebih Tua dari Indonesia

Sementara di area dalam, terdapat empat tiang penyangga. Masing-masing tiang penyangga berselimut kain putih.

Masing-masing tiang itu memiliki nama, yaitu Gambir Anom, Suling Werni, Ngglanglang Jagad, dan Jati Kesumo. Di antara empat tiang itu, tiang bernama Suling Werni dianggap paling sakral.

Tiang Suling Werni berada paling belakang sebelah kiri. Di bawah tiang itu terdapat bunga-bunga yang yang sudah layu dan bekas kemenyan atau sesajen.

Juru Kunci Omah Tiban, Mbah Sinem, mengatakan Omah Tiban sudah ada sejak zaman Wali Songo. Banyak orang menyebut bangunan itu sebagai Omah Tiban karena dipercaya rumah itu terbangun secara tiba-tiba. Namun, sebenarnya rumah itu dibangun oleh empat anggota Wali Songo.

Baca Juga: Duh! Sejumlah Objek Diduga Cagar Budaya di Wonogiri Kondisinya Kian Tak Terawat

Mereka membangun Omah Tiban sebagai tempat peristirahatan sekaligus menjadi tempat salat sementara ketika sedang mencari kayu jati untuk membangun Masjid Agung Demak.

“Ini kayunya [tiang penyangga area dalam Omah Tiban] masih asli. Kayu jati. Makanya warnanya sudah menghitam karena sudah saking tua umurnya. Rumah ini sudah 400-an tahun usianya,” kata Mbah Sinem.

Dia melanjutkan, banyak orang dari berbagai daerah yang datang ke Omah Tiban dengan berbagai maksud. Banyak dari mereka justru orang luar kota seperti Jakarta, Semarang, bahkan luar Jawa.

Biasanya, mereka datang karena ada masalah perekonomian. Hal itu seperti terjerat utang dan minta kelimpahan harta.

Baca Juga: Film Ki Ageng Donoloyo Wonogiri Diputar di 25 Lokasi, Harga Tiket Rp15.000

Tak jarang pula mereka datang untuk menyembuhkan penyakit. Mbah Sinem sebagai juru kunci biasanya bertindak sebagai perantara peziarah dengan Suling Werni.

Menurutnya, tiang Suling Werni kerap sebagai jujukan lantaran dianggap sebagai tiang yang berjenis kelamin perempuan dan yang paling sakral di antara tiga tiang lain.

“Setiap malam Jumat, saya mengganti air kembang dan menyulut kemenyan di bawah tiang Suling Werni itu. Yang paling banyak panyuwun memang Suling Werni itu. Tapi sudah saya anggap seperti ibu saya sendiri,” ujar dia.

Dia mengungkapkan alasan mengapa atap rumah masih menggunakan rumput alang-alang. Menurutnya, hal itu sudah berlangsung secara turun-temurun. Mbah Sinem mempersonifikasikan Omah Tiban.

Baca Juga: Polres Wonogiri Serahkan Bantuan Sembako ke Warga Baturetno

“Omah Tiban memang enggak suka atapnya diganti dengan genting. Harus pakai rumput alang-alang,” katanya.

Pernah suatu kali Mbah Sinem hendak merenovasi rumahnya sendiri dan menitipkan genting rumah yang akan dipakai di rumahnya di Omah Tiban. Namun tiba-tiba, atap Omah Tiban itu rusak dan bocor ketika hujan. Padahal sebelumnya tidak pernah terjadi hal demikian.

Ketika genting itu dikeluarkan dari Omah Tiban, hal semacam itu tidak lagi terjadi.



“Bagaimana mau ganti pakai genting, hla wong saya pernah titip genting di sini saya mboten disukani kalih niki [Omah Tiban],” ucap dia.

Baca Juga: Unik! Kubah Mirip Mahkota di Masjid Tiban Wonogiri Ini Terbuat dari Tanah Liat

Dia menambahkan, Omah Tiban tidak dijadikan tempat musyrik. Omah Tiban hanya sebagai perantara berdoa bagi peziarah dengan Tuhannya. Pengunjung tetap meminta permohonan kepada Tuhan yang Maha Esa.

Salah satu pengunjung Omah Tiban, Giman, mengaku sudah beberapa kali datang ke Omah Tiban. Kali pertama dia datang ke Omah Tiban sekitar 1994. Kala itu Omah Tiban masih berdinding gedhog belum bertembok.

“Ini kearifan lokal. Bukan berarti orang yang datang ke sini itu musyrik. Mereka tetap meminta dan berdoa pada Allah SWT, hanya melalui Omah Tiban,” kata Giman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya