SOLOPOS.COM - Kios pakaian bekas impor atau awul-awul di Pasar Klithikan Notoharjo, Solo, Selasa (21/12/2021). (Solopos/Bayu Jatmiko Adi)

Solopos.com, SOLO — Terlepas dari berbagai pro dan kontra, produk pakaian bekas impor atau yang dikenal dengan awul-awul nyatanya memiliki banyak penggemar dan dicari masyarakat. Ada beberapa alasan yang membuat produk itu disenangi masyarakat Solo dan sekitarnya.

Salah satu penggemar pakaian bekas asal Boyolali, Pratama, mengaku sudah cukup lama menggemari produk-produk setengah pakai seperti jaket, sepatu, dan celana. Biasanya produk yang ia beli adalah produk-produk bekas dari brand-brand terkenal.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

“Biasanya adalah produk dari brand-brand kualitas dari luar yang jarang ditemukan di sini, kalau pun ada, harganya pasti tidak terjangkau,” katanya saat diwawancarai Solopos.com, Rabu (22/12/2021).

Ia menceritakan belum lama ini membeli sepatu merek Onitsuka Tiger seri Dualio kondisi seken dari toko online yang berlokasi di Kalimantan. “Saya cari-cari informasi kalau yang baru itu harganya sekitar Rp3.220.000 dan harus mendatangkan dari luar. Tapi kemarin saya dapat dengan kondisi bekas, tapi masih bagus dengan harga Rp330.000,” jelasnya.

Baca Juga: Tak Hanya Pameran Awul-Awul, Ini Sederet Acara Keren di Tirtonadi Solo

Menurutnya, meski dalam kondisi tidak baru, produk-produk seken dari merek-merek ternama itu kualitasnya lebih bagus. Dibandingkan produk lokal yang masih baru dengan harga yang lebih mahal, dirinya lebih memilih membeli produk bekas.

Pernah juga ia membeli celana pendek merek Adidas dengan harga Rp30.000. Sedangkan untuk harga barunya bisa mencapai Rp1 juta. “Tapi ya tidak semua barang yang saya miliki adalah barang bekas. Banyak juga yang saya beli baru dari pasar lokal. Ya hanya untuk jenis-jenis tertentu saja,” lanjutnya.

Hal yang hampir sama dikatakan warga Solo, Budi, yang juga menggemari produk awul-awul. “Kalau saya ya karena alasan lebih murah, tapi kualitasnya terjamin. Sebab kadang produk lokal itu kualitas biasa-biasa saja tapi mahalnya minta ampun,” katanya.

Baca Juga: Pedagang Pasar Notoharjo Solo: Awul-Awul Bermerek Masih Banyak Dicari

Pro Kontra Awul-Awul

Lain lagi yang disampaikan warga Karanganyar, Udin. Ia lebih memilih produk bekas, namun hanya untuk barang yang sudah tidak bisa ditemui di toko barang baru. “Apalagi kalau barangnya vintage. Sudah jelas tidak ada lagi di toko,” katanya.

Bagi Udin, merek barang tidak begitu penting. Asalkan baginya menarik, harga sesuai, kondisi barang bagus, apalagi kalau barang itu langka, ia pasti akan membelinya. Biasanya produk yang ia beli adalah jaket, baju, celana, dan sepatu.

“Pernah dapat jaket M65 US Army orisinal keluaran tahun 1978. Hanya dapat Rp150.000 di pasar. Padahal di pasar online, sekennya saja bisa Rp750.000 lebih,” katanya.

Baca Juga: Kritik Pameran Awul-Awul, Pengusaha Batik Solo Ini Dibilang Kemayu

Ia juga pernah mendapatkan sepatu boot koboi buatan Spanyol dengan harga Rp200.000. “Kalau beli baru bisa di atas sejuta mungkin,” lanjutnya.

Seperti diberitakan, fenomena awul-awul atau pakaian bekas impor belakangan ini menjadi pro kontra di kalangan masyarakat menyusul kritik yang dilontarkan pengusaha batik Solo, NR Kurnia Sari, terhadap penyelenggaraan pameran awul-awul di Terminal Tirtonadi, pekan lalu.

Kurnia Sari menilai ketimbang mengangkat dan memfasilitasi awul-awul yang dinilainya sebagai sampah yang diimpor, mending Terminal Tirtonadi membantu mempromosikan produk atau merek lokal. Komentar itu langsung ramai menjadi perbincangan warganet. Ada yang setuju pendapat itu, ada juga yang menyebut Kurnia Sari kemayu dan sebagainya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya