SOLOPOS.COM - Aktivitas Pasar Hewan Kota Madiun, Jawa Timur, Rabu (12/8/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Fikri Yusuf)

Kelangkaan daging sapi menguatkan dugaan adanya penimbunan sapi. Namun, saksi ahli menyatakan belum ada unsur pidana.

Solopos.com, JAKARTA — Kabareskrim Komjen Pol. Budi Waseso mengatakan Bareskrim masih mengevaluasi penanganan dugaan pidana penimbunan sapi menyusul pernyataan ahli yang mementahkan penyelidikan kasus tersebut.

Promosi Siap Layani Arus Balik, Posko Mudik BRImo Hadir di Rute Strategis Ini

“Nanti tergantung evaluasi dan keterangan saksi nanti, ini sedang dipelajari kan bukan kita yang menentukan nanti,” kata Budi Waseso di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (27/8/2015).

Menurut pria yang populer disapa Buwas itu, penyidik tengah mematangkan penyelidikan kasus tersebut. Hal itu dilakukan agar nantinya tidak lemah di persidangan. “Jangan sampai lemahnya di persidangan, nanti akan gugur semuanya,” imbuh Budi Waseso.

Sebelumnya, berdasarkan gelar perkara, tiga saksi ahli dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian menyatakan pengusutan kasus dugaan penimbunan sapi belum memenuhi unsur pidana. Pendapat saksi itu merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 71/2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan dan Barang Penting.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Brigadir Jenderal Pol. Victor Edison Simanjuntak mengatakan Perpres itu mengatur daging sapi sebagai salah satu bahan pokok. “Masalahnya, unsur dari tindak pidana itu ada penimbunan. Tetapi penimbunan masih interpretatif,” katanya, Jakarta, Selasa (25/8/2015).

Menurut keterangan ahli sesuai Perpres, disebut kategori penimbunan jika jumlah sapi yang ditimbun melampaui perhitungan rutin dalam jangka waktu tiga bulan.

“Artinya kalau tiga bulan itu di PT yang dua itu [BPS dan TUM]. Tiga bulan dikalikan 175 ekor sapi berkisar di 15.000-an plus satu, baru disebut penimbunan. Sementara dia [perusahaan] masih 5.498. Jadi menurut dia [saksi ahli] belum penimbunan,” katanya.

Menurut Victor, semestinya dalam Perpres tersebut juga ditambahkan klausul meresahkan. Sebab penimbunan itu menyebabkan kelangkaan serta meroketnya harga daging, sehingga meresahkan masyarakat beberapa waktu lalu. “Harus ada klausul selanjutnya kalau meresahkan itu juga penimbunan. Ini kan resah, Presiden juga bergerak,” katanya.

Dengan disertakannya klausul, maka unsur pidananya dapat dikenakan pada unsur kersehannya. Sebab, kata Victor, pengusutan kasus ini berawal dari adanya keresahan di masyarakat akibat kelangkaan daging tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya