SOLOPOS.COM - Puluhan pelajar dari SMP PIRI 1 Kota Jogja melayat di rumah duka korban pembacokan, Minggu (13/3/2017). (Sunartono/JIBI/Harian Jogja)

Kekerasan Jogja berupa klithih tak ada habisnya

Harianjogja.com, JOGJA — Belum genap 100 hari almarhum Adnan Wirawan, siswa kelas X SMA Muhi Jogja yang tewas pada 13 Desember 2016 silam akibat keganasan klithih, kebiasaan gerombolan geng pelajar yang mencari mangsa ini kembali memakan satu korban jiwa dan luka. Ilham Bayu Fajar, 16, pelajar kelas IX SMP PIRI 1 Kota Jogja tewas di lokasi kejadian saat dibacok gerombolan klithih tepatnya di Jalan Kenari, Umbulharjo, Kota Jogja, Minggu (13/2/2017) dinihari.

Promosi Ada BDSM di Kasus Pembunuhan Sadis Mahasiswa UMY

Dalam waktu hampir bersamaan, peristiwa pengeroyokan juga terjadi di depan Kantor Badan Perpustakaan Daerah, Jalan Tentara Rakyat Mataram, Bumijo, Jetis, Kota Jogja. Empat korban antara lain, Sahid, 15, pelajar kelas IX salahsatu SMP negeri di Kota Jogja menderita luka pada mata sebelah kanan dan punggung sebelah kiri akibat amukan benda tumpul. Kemudian Pamungkas, 15, pelajat kelas IX salahsatu SMP swasta di Kota Jogja menderita lukas di pelipis sebelah kiri akibat pukulan dan Topan, 15, pelajar kelas VIII salahsatu SMP swasta di Kota Jogja menderita luka di bagian tangan karena terkena sabetan gir. Sedangkan satu korban lagi, Herdiana, 15, pelajar kelas IX salahsatu SMP swasta di Kota Jogja terkena tendangan oleh pelaku. Kedua kasus itu tengah di tangani aparat kepolisian.

Di malam yang sama, petugas Polsek Wirobrajan menangkap dua pelajar yang diduga usai melakukan aksi klithih. Keduanya berinisial PA, 16 dan SA, 13, ditangkap dalam razia petugas kepolisian karena kedapatan membawa senjata tajam.

Berdasarkan Polresta Jogja, selama 2016, ada 66 pelajar di Kota Jogja yang terlibat kriminalitas jalanan atau lazim disebut klithih. Dari angka tersebut, sebanyak 43 pelajar di antaranya harus menjalani proses hukum akibat kelakuan buruknya. Dari jumlah itu pula, sebanyak 10 pelajar di antaranya telah dijatuhi vonis antara tiga hingga lima tahun. Mereka adalah para pelaku yang menewaskan Adnan, pelajar SMA MUHI. Hakim PN Bantul menjatuhkan vonis lima tahun terhadap dua pelajar, vonis tiga tahun untuk tujuh pelajar dan empat tahun untuk satu pelajar. Kini mereka mendekam di balik jeruji besi.

Sayangnya, peristiwa itu tak membuat para pelajar lainnya jera. Ilham mendapat giliran menjadi korban keganasan tipikal pelajar yang gemar berkekerasan. Padahal Ilham sejatinya tidak tahu menahu, namun justru menjadi korban pembacokan. Ayah korban, Tedy Efriansyah menceritakan, petaka yang menimpa anaknya berawal saat sekitar pukul 22.00 WIB Sabtu (11/3/2017) keluar rumah diajak kakaknya, Fernando untuk menghadiri ulang tahun temannya.

“Awalnya adiknya sudah pulang jam 10 malam, saya tanya mau kemana, katanya ada ulang tahun teman kakaknya, lalu adiknya dibonceng. Sekitar di atas jam 12 malam itu teman kakaknya datang dan memberi tahu kalau anak saya [ilham] terkena sabet, saya kira awalnya cuma luka biasa buka disabet,” terangnya saat ditemui di rumah duka Jalan Gedongan, Banguntapan, Bantul, Minggu (12/3/2017).

Pria yang sehari-hari sebagai pekerja swasta ini menambahkan, berdasarkan informasi yang ia dapatkan dari teman Fernando, kedua anaknya menggunakan sebuah sepeda motor berdama dua temannya yang juga menggunakan satu motor. Saat itu diperkirakan kedua anaknya akan pulang ke rumah dengan melewati Jalan Gondosuli setibanya di simpang empat GOR Among Rogo bertemu rombongan klithih dan mengejar ke arah timur di sepanjang Jalan Kenari.

Menurutnya, jumlah yang mengejar sebanyak 10 anak remaja menggunakan lima motor. Dari kelima motor, dua di antaranya teridentifikasi motor KLX warna hitam dan motor jenis matik. Saat tiba di pintu masuk Perumahan Timoho Regency, Jalan Kenari atau tepat di depan Balaikota Jogja, para pelaku melempar botol.

“Setelah dilempar botol, lalu pakai senjata itu, saya perkirakan celurit, pas kena dada tembus paru-paru,” ucapnya dengan tegar.

Ia mendesak aparat kepolisian untuk menangkap pelaku pembacokan yang menewaskan anaknya. Selain itu berharap, para pelaku diberikan hukuman seberat-beratnya. Tedy meyakini Ilham tidak terlibat geng atau sejenisnya, karena dalam keseharian lebih banyak di rumah. Saat pergi ke sekolah juga diantar. “Paling dia keluar itu ke burjo samping sini [Jalan Gedongkuning], pendiam anaknya,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya