SOLOPOS.COM - Petani anggota SPKS berunjuk rasa di depan kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Jakarta, Selasa (15/11/2022). (ANTARA/HO-SPKS)

Solopos.com, JAKARTA — Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) berunjuk rasa di depan Kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Selasa (15/11/2022). Mereka meminta pemerintah memperbaiki tata kelola industri sawit secara menyeluruh dari berbagai aspek. Hal itu menyusul munculnya kasus korupsi minyak goreng yang diungkap oleh Kejaksaan Agung dan telah memasuki masa persidangan.

“Terungkapnya kasus mafia minyak goreng yang ditangani oleh Kejaksaan Agung dalam beberapa bulan lalu seharusnya menjadi momentum bagi KPPU untuk mengusut tuntas beberapa grup perusahaan yang diduga menjadi pelaku di balik masalah struktur yang terkonsentrasi pada industri sawit, yang tentu menjadi akar persoalannya dalam penyediaan bahan baku untuk minyak goreng maupun biodiesel,” kata Sekretaris Jendral SPKS Mansuetus Darto dalam keterangan tertulis di Jakarta seperti dilansir Antara.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Dalam unjuk rasa itu, petani sawit meminta kelanjutan dari laporan terkait dugaan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam industri sawit dan program biodiesel yang disampaikan kepada KPPU beberapa waktu lalu. “Kami meminta KPPU segera menindaklanjuti laporan petani sawit terkait dugaan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan grup perusahaan sawit penerima subsidi,” kata Darto.

Dia mengatakan SPKS meminta pemerintah mengaudit grup perusahaan sawit yang dilaporkan karena dugaan persaingan usaha tidak sehat. Sejumlah perusahaan sawit tersebut juga terlibat dan petingginya menjadi terdakwa dalam persidangan kasus korupsi minyak goreng yang tengah berjalan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Tiga terdakwa dari korporasi yang terjerat kasus minyak goreng yakni Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group Stanley, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, dan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang.

Baca Juga: Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Gugat UU KPK Ke MK

Lebih lanjut, Darto mengatakan dugaan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di industri sawit makin terjaga karena adanya perluasan lahan yang melampaui batas dalam aturan hukum, serta penguasaan suplai bahan baku.

SPKS mencatat total pungutan ekspor CPO pada periode 2019-2021 mencapai angka Rp70,99 triliun. Dalam periode tersebut, dana subsidi yang disalurkan kepada grup perusahaan sawit yang terintegrasi dengan BU BBN jenis biodiesel sebesar Rp68 triliun.

Darto menyesalkan pemberian subsidi untuk biodiesel pada perusahaan besar kelapa sawit tidak dibarengi dengan program-program inovatif yang dilakukan perusahaan untuk petani sawit di lapangan, bahkan sebaliknya, banyak petani sawit yang menjual hasil panennya ke tengkulak.

Baca Juga: Cegah Korupsi, Kejari Karanganyar Rutin Pelototi Proyek Pembangunan Strategis

“Tidak memperkuat SDM petani dan nihil mengembangkan sertifikasi ISPO, RSPO untuk petani sawit,” kata Darto. Selain itu, Darto mengatakan alokasi dana sawit untuk pengembangan biodiesel pada perusahaan sawit tidak sebanding dengan alokasi dana sawit untuk kebutuhan dasar petani sawit.

Dalam periode 2015-2019, kata dia, realisasi untuk program peremajaan sawit rakyat atau PSR hanya sebesar Rp2,7 triliun, pengembangan SDM sebesar Rp140,6 miliar, dan pengadaan sarana-prasarana sebesar Rp1,73 miliar. “Jika ketiganya digabungkan, totalnya bahkan tidak mencapai 10 persen dari total dana Rp47,28 triliun yang dihimpun BPDPKS dalam periode tersebut,” kata Darto.

Baca Juga: Baru Lima Bulan Menjabat, Kadisdikbud Bengkulu Utara Kena OTT Suap Proyek

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya