SOLOPOS.COM - Gunung Sumbing dan Sindoro terlihat dari Dusun Stabelan, Tlogolele, Selo, Boyolali, Minggu (20/2/2022). (Solopos-Ni'matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Warga Dusun Stabelan, Tlogolele, Selo, Boyolali, masih kuat memegang kepercayaan yang diwariskan turun temurun oleh leluhur. Hal tersebut membuat ada beberapa larangan yang berlaku di dusun berjarak 3,5 kilometer (km) dengan puncak Gunung Merapi tersebut.

Hal pertama yang sebaiknya dihindari ketika berada di Dusun Stabelan menurut Kadus Stabelan, Maryanto, saat dijumpai Solopos.com di rumahnya, Minggu (20/2/2022), adalah wanita haid memasuki masuk ke area makam.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

“Orang yang lagi menstruasi sangat dilarang masuk ke makam, karena dianya lagi tidak bersih. Kemudian masuk di makam sini, walau lantainya terbuat dari tanah tapi segala macam alas kaki wajib dilepas. Hal tersebut untuk menghormati apa yang sudah ada di sana,” ungkapnya.

Baca juga: Pesona Stabelan, Dusun di Boyolali Berjarak 3,5 Km dari Puncak Merapi

Intinya, kata Maryanto, ketika memasuki makam desa, siapapun yang masuk harus dalam kondisi bersih dan menjaga sikap.

“Ada yang pernah perilakunya kurang sopan begitu. Anak kecil, dia lari-larian di makam. Seketika tanah makam yang keras itu membuat kakinya masuk. Dulu katanya bisa diangkat setelah dibacakan Alquran,” jelas dia.

Menjaga Sikap dan Tidak Merusak Alam

Lebih lanjut, hal yang sebaiknya dihindari ketika sudah memasuki Dusun Stabelan adalah kebiasaan tidak mengucap salam.

“Sebisa mungkin, kalau ke sini, mendatangi tempat baru ya kulanuwun, mengucap setidaknya Assalamu`alaikum. Sampai sekarang, sehabis bepergian begitu, sampai gapura saya juga mengucap salam,” kata dia.

Selain itu, orang yang berada di Dusun Stabelan juga diminta untuk menjaga sikap dengan tidak merusak alam.

“Kemarin tahun 2010, pascaerupsi ada mahasiswa KKN yang niatnya pergi ke ladang untuk membantu. Di perjalanan ada batu besar yang sudah berlumut, dia malah mencoret batunya itu, dibuat tulisan-tulisan begitu, pulang begitu dia kesurupan,” kata dia.

Baca juga: Pelukis Boyolali Ki Djoko Sutedjo Lelang Lukisan Semar, Segini Harganya

Hal selanjutnya yang masih dipegang teguh oleh warga Dusun Stabelan, menurut Maryanto adalah sebisa mungkin tidak boleh membuat suara ketika Gunung Merapi erupsi. Maryanto menceritakan ada cerita mitos disapunya Dusun Pencar, Klakah, Selo, Boyolali oleh lahar Gunung Merapi pada 1954.

“Di tahun tersebut, ada letusan yang laharnya menyapu bersih Dusun Pencar. Ada kepala desa yang pikirnya mau memberi tanda untuk warga segera evakuasi dengan memukul kentungan. Nah, gara-gara itu, lava yang sudah turun naik kembali dan dari atas keluar lagi kemudian menyapu Pencar,” cerita Maryanto.

Maryanto mengungkapkan saat mitigasi bencana di daerah lain menggunakan suara peluit, kentungan atau sirine, di tempatnya tidak digunakan barang-barang tersebut. “Kami nggak bisa dengan cara seperti itu, kalau terjadi erupsi, mitigasinya ya warga masyarakat sudah tahu [langkah-langkah],” kata Maryanto.

Baca juga: Presiden Jokowi Apresiasi Capaian Vaksinasi Boyolali, Ini Pesannya

Untuk mengetahui akan terjadi erupsi atau tidak di Gunung Merapi, Maryanto mengungkapkan ada tanda yang dipercayai oleh warga Stabelan.

“Ini tanda-tanda erupsi berdasarkan kepercayaan kami yaitu ketika kukus [asap] Merapi dan Merbabu menyatu. Lebih tepatnya ketika kukus Merapi menuju Merbabu. Itu artinya Merapi yang punya gawe sedang minta bantuan,” ungkapnya.

Ucapan Tabu dan Kasar

Maryanto juga mengungkapkan ada ucapan yang dianggap tabu dan kasar bagi warga Stabelan.

“Di sini sebenarnya juga nggak boleh bilang Merapi mbledhos. Kemudian wedus gembel juga tabu. Kalau orang sini bilangnya Mbah Buyut lagi duwe gawe,” kata dia.

Baca juga: Angin Kencang Robohkan Pohon & Tiang Listrik di Candigatak Boyolali

Terakhir, Maryanto juga mengungkapkan ada beberapa warga yang meyakini kalau pada malam hari tidak boleh bersiul atau bertepuk tangan.

“Ini dulu sebenarnya pantangan nggak boleh siul dan tepuk tangan di malam hari. Beberapa orang di sini masih percaya kalau siul dan tepuk tangan di malam hari dapat mendatangkan makhluk halus. Tapi kalau nurutin itu sudah sudah bukan zamannya, sekarang sudah biasa. Dulu mungkin karena belum ada penerangan, kemudian membuat suara di malam hari kan juga mengganggu,” kata dia.

Maryanto menyimpulkan inti dari semua hal yang dihindari adalah untuk menjaga sikap ketika berada di dusun terdekat dengan puncak Gunung Merapi tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya