SOLOPOS.COM - Ki Dalang Ngarum, Karno KD, memainkan alat musik rebab bersama-sama ibu-ibu warga setempat berlatih gamelan di depan rumahnya di Ngarum, Ngrampal, Sragen, Kamis (10/3/2022). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Seniman sepuh asal Ngarum, Kecamatan Ngrampal, Sragen, K.R.A.T. Muhamad Karno Kusumodiningrat menjadi dalang tertua di wilayah Bumi Sukowati. Di usia yang hampir 82 tahun itu, pria yang karib disapa Karno KD ini masih menerima pesanan pentas wayang kulit, tetapi khusus untuk pentas wayang ruwatan.

Karno KD yang juga seorang komponis gending Sragenan itu lahir pada 8 September 1940. Di usia yang sudah kepala delapan itu ia masih sehat dan energik. Kakek-kakek itu masih sibuk mengajari para ibu-ibu dan bapak-bapak belajar karawitan dengan seperangkat gamelan miliknya di depan rumah.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Karno KD tidak mendengar adanya wayang berusia 100 tahun di Jenar, Sragen, yang merupakan warisan dari Mbah Bayan Jenar itu. Karno KD justru mendengar ada wayang beserta gamelannya yang dibeli pada masa penjajahan Belanda di wilayah Tangkil, Sragen Kota. Namun, Karno KD menyangsikan wayang dan gamelan itu masih ada karena pemiliknya sudah meninggal.

Baca Juga: Warga Sragen Simpan Wayang Berusia 100 Tahun, Disebut Ada Penunggunya

“Wayang dan gamelan di Tangkil itu juga turun-temurun dari simbah-simbahnya dulu. Kalau tidak salah milik mantan Kepala Desa Tangkil,” kata Karno KD saat ditemui wartawan, Kamis (10/3/2022) siang.

Karno menjelaskan gamelan model lama dengan gamelan model sekarang berbeda dari segi bentuk dan bahannya. Gamelan lama lebih mengutamakan kualitas suara dan bahan, sementara gamelan zaman sekarang lebih mengutamakan bentuk yang menarik.

“Kebanyakan gamelan dulu terbuat dari perunggu. Gamelan sekarang bermacam-macam bahan. Seperti yang saya miliki itu berbahan besi tetapi penconya terbuat dari kuningan sehingga suaranya bagus,” jelasnya.

Karno KD menyatakan dalang sepuh di Sragen sekarang habis. Dalang yang satu generasi dengannya sudah tidak ada. Dalang-dalang yang ada sekarang, ujar dia, merupakan generasi di bawahnya.

Baca Juga: Wayang Tua di Jenar Sragen Disimpan di Kotak, Kalau Malam Gemlodak

“Kalau Pak Sudarman Gondo Darsono itu generasi di atas saya persis. Selisih umurnya tidak jauh dengan saya. Ya, kalau Pak Sudarman itu memang pencipta gaya wayang Kedungbantengan, yakni gaya sabetan wayang yang menggunakan koprol. Kalau saya tidak bisa seperti itu. Sekarang sudah tidak banyak tanggapan wayang. Saya masih ada tanggapan wayang pun kebanyakan wayang ruwatan,” katanya.

Bab mendalang ruwatan itu, Karno KD merasa tidak memiliki pesaing karena dalang-dalang sepuh tinggal dirinya. Dia menerangkan ruwatan itu membuang sengkala atau sukerta pada anak sukerta. Dia mengatakan berdasarkan pakem dari keraton itu ada 64 jenis bocah sukerta, di antaranya bocah ontang-anting, bocah kembar kedono-kedini, sendang kaapit pancuran, pancuran kaapit sendang, pandawa, kembar, dan seterusnya.

Karno KD pernah meruwat bocah pandawa tetapi perempuan semua dan memiliki sifat persis seperti pandawa dalam kisah pewayangan. Sekarang, Karno meruwat bocah sukerta itu dengan cara wayangan dan bisa dengan cara doa.

“Ketika ruwatan dengan wayangan ceritanya bisa Batara Kala, Sudamala, Kunjara Karno, dan seterusnya,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya