SOLOPOS.COM - Achmad Yurianto memakai Batik Covid-19 saat konferensi pers. (Istimewa)

Solopos.com, JAKARTA -- Perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar para menteri dan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 bekerja keras mewujudkan penurunan kasus Covid-19 di Indonesia, diragukan. Ini karena pemerintah Indonesia tidak pernah membuat kurva epidemi Covid-19.

Pada akhir April, Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengklaim laju kenaikan kasus harian Covid-19 di Jakarta sudah melambat. Selain itu, ada pula klaim kurva kasus Covid-19 mulai mendatar sebagai efek Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak 10 April 2020.

Promosi Cerita Penjual Ayam Kampung di Pati Terbantu Kredit Cepat dari Agen BRILink

Kasus Baru Covid-19 Muncul di Wuhan, China akan Tes 11 Juta Orang

Benarkah kenaikan jumlah kasus Covid-19 di Indonesia atau Jakarta sudah melambat?  Empat peneliti dari Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU) yakni Iqbal Elyazar, Karina Dian Lestari, Lenny Lia Ekawati, dan Rosa Nora Lina, menganalisis klaim itu. Analisis itu dituangkan dalam artikel Indonesia belum punya kurva epidemi COVID-19: kita harus hati-hati membaca klaim pemerintah kasus baru melambat.

Mereka meragukan klaim pemerintah Jokowi soal penurunan kurva kasus baru Covid-19 di Indonesia--yang sampai sekarang belum melambat. Keempat peneliti ini menjelaskan alat visualisasi standar dan paling populer untuk menunjukkan perlambatan adalah kurva epidemiologis (kurva epidemi).

Mal dan IKEA Buka Saat Penutupan Masjid, DPR Protes

Kurva ini biasanya digunakan untuk menjelaskan perjalanan pandemi. Kurva ini menentukan sumber dan kapan terjadinya penularan, menentukan puncak pandemi, memperkirakan akhir, serta mengevaluasi efektivitas tindakan pengendalian.

"Masalah utamanya. Sudah 68 hari setelah kasus pertama Covid-19 diumumkan, Indonesia belum menampilkan kurva epidemi yang sesuai dengan standar ilmu epidemiologi," tulis mereka yang diterbitkan The Conversation.

"Karena itu, adanya klaim terjadinya penurunan kasus baru Covid-19 cukup meragukan."

Rencana Pelonggaran PSBB 1 Juni Dikritik, Doni Monardo Ajukan 4 Syarat

Kurva Epidemi

Apa itu kurva kurva epidemi Covid-19? Kurva ini tidak seperti kurva penambahan kasus baru seperti yang dirilis pemerintah setiap hari.

Keempat peneliti tersebut menjelaskan kurva epidemi menggambarkan jumlah kasus baru dari waktu ke waktu. Sumbu Y (vertikal) menunjukkan jumlah kasus baru. Sedangkan sumbu X (horizontal) mengindikasikan patokan waktu analisis terkait jumlah kasus baru. Misalnya, patokan tanggal orang terinfeksi, tanggal orang mulai bergejala, dan tanggal orang diperiksa.


Ilustrasi Kurva Epidemi. (The Conversation)

Kurva ini yang seharusnya dipakai untuk menentukan apakah benar sudah terjadi penurunan kasus Covid-19 Indonesia atau belum. Contohnya, 100% orang yang terinfeksi pada suatu hari diperiksa dan hasilnya diketahui pada hari yang sama. Maka frekuensi kasus baru pada hari itu dibandingkan dengan hari sebelumnya. Inilah yang menggambarkan laju infeksi harian (daily infection rate) yang sesungguhnya.

Usia 45 Tahun ke Bawah Boleh Bekerja Saat Pandemi, Pemerintah Maunya Apa?

"Jika laju infeksi harian senilai 0,5, itu artinya ada pertambahan kasus baru sebanyak 50% setiap hari. Semakin besar laju infeksi harian (misalnya 0,9), maka semakin banyak pula kasus baru yang ditemukan dalam sehari dibandingkan waktu sebelumnya (90%). Semakin banyak kasus baru bertambah setiap hari, semakin terjal lereng kurva epidemi menuju puncaknya," tulis mereka.

Cuma Umumkan Kasus Harian

Sementara itu, hingga hari ini pemerintah Indonesia hanya menampilkan kurva harian kasus Covid-19 (yang sebenarnya belum menunjukkan penurunan). Dari kurva ini sumbu Y menjelaskan tentang jumlah kasus konfirmasi tambahan, sedangkan sumbu X adalah tanggal pelaporan ke publik.

Kurva kasus harian Covid-19 versi pemerintah Indonesia.

"Kurva harian kasus Covid-19 yang ditampilkan di atas bukanlah kurva epidemi Covid-19. Jumlah kasus konfirmasi tambahan tidak sama artinya dengan jumlah kasus baru. Angka jumlah kasus harian yang dilaporkan tidak bisa menjelaskan laju infeksi harian pada hari sebelumnya."

Dengan kata lain, tulis mereka, turunnya angka kasus harian Covid-19 itu tidak bisa langsung dibaca sebagai penurunan laju kasus infeksi harian.

12 Penumpang di Stasiun Tawang Semarang Ditolak Masuk KA

Masalahnya, ada masalah dalam data kasus harian pemerintah. Yaitu lamanya jarak waktu antara pengambilan sampel dengan laporan hasil pemeriksaan ke Kementerian Kesehatan. Publik belum mendapatkan informasi berapa rata-rata waktu pemeriksaan sampel dari 37 laboratorium PCR di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya