SOLOPOS.COM - Logo Bank Indonesia terlihat di Kantor Pusat Bank Indonesia di Jakarta. (Bisnis-Reuters-Willy Kurniawan)

Solopos.com, JAKARTA -- Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Juni 2020 memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,25 persen.

Dengan keputusan tersebut, suku bunga deposit facility tetap sebesar 3,5 persen dan suku bunga lending facility sebesar 5 persen.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Keputusan RDG tersebut sesuai dengan konsensus yang dikumpulkan Bloomberg yang memperlihatkan sebanyak 15 ekonom memperkirakan BI akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps.

Kredit Macet Soloraya Tinggi Gegara Perusahaan Tekstil Telat Bayar, Ini Kata BI

Sebelumnya, BI telah menyampaikan bahwa ruang pemangkasan suku bunga acuan masih terbuka lebar di tengah rendahnya tekanan inflasi dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi.

Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede mengatakan BI berpotensi memangkas suku bunga acuan menjadi 4,25 persen dengan mempertimbangkan beberapa indikator makro ekonomi.

Pertama, tekanan inflasi, khususnya dari sisi permintaan yang cenderung rendah. Kedua, perkembangan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek yang cenderung stabil. Ketiga, kontraksi impor yang mengindikasikan perlambatan ekonomi.

Kisah Keluarga Miskin 5 Tahun Tinggal di Bekas Gudang Es Angker di Jajar Solo

Meredanya Kepanikan Global

“Diperlukan kebijakan moneter yang akomodatif sebagai lanjutan dari pelonggaran kebijakan moneter sebelumnya,” jelasnya.

Proyeksi senada disampaikan Kepala Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Wisnu Wardhana.

Menurutnya, salah satu hal yang akan mendorong BI untuk memangkas suku bunga acuan adalah meredanya kepanikan di pasar keuangan global.

Sembuh Semua, 2 Kecamatan di Sukoharjo Kini Zero Positif Covid-19

Mantan Menteri Keuangan RI Chatib Basri menilai dampak kebijakan fiskal lebih luas dan efektif dibandingkan kebijakan moneter. Terbukti, tingkat suku bunga acuan Indonesia saat ini sudah sangat rendah. Namun, roda perekonomian tetap belum bisa bergerak.

"Saya percaya hal utama yang perlu dilakukan, seperti saat 2013, ketika pemerintah memberikan bantuan sosial ini akan mendorong konsumsi rumah tangga. Ketika kita memberi uang kepada kelompok miskin, mereka langsung digunakan untuk belanja," katanya dalam diskusi webinar yang digelar oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan dan The Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD), Selasa (17/6/2020).

Garuda Segera Rilis PesanAja, Bisa Order Makanan Sehari Sampai

Jalur Monetar Bukan Solusi Saat Ini

Senada dengan Chatib, Kepala Ekonom Ryan Kiryanto menuturkan jalur moneter tidak bisa menopang ekonomi saat ini.

Andalan saat ini adalah jalur fiskal melalui program yang digulirkan di dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), mulai dari bantuan sosial, subsidi bunga hingga restrukturisasi kredit UMKM.

Selain itu, Ryan melihat kondisi Credit Default Swap (CDS) Indonesia kembali naik dan stabilitas nilai tukar belum kuat.

Ekspor Makanan Olahan Naik, Ini Daftar Negara Tujuannya, AS Tertinggi

Sementara itu, proyeksi kontraksi ekonomi kuartal II/2020 yang dipaparkan pemerintah dapat memicu kerentanan di pasar. "Saya khawatir kalau BI menurunkan sentimennya malah negatif karena fundamentalnya masih goyah, belum ajeg," ujar Ryan. Ketika ini terjadi, investor, terutama pasar obligasi, bisa kabur.

Dengan demikian, jalan tengahnya bagi BI mungkin menahan suku bunga untuk jangka pendek meskipun ruang penurunan itu terbuka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya