SOLOPOS.COM - Saur Sepuh salah satu sandiwara radio yang diangkat ke layar lebar. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO–Mumpung pada Sabtu (11/9/2021) ini merupakan Hari Radio Nasional, enggak ada salahnya kita bernostalgia sebentar ke era 1980-1990-an saat sandiwara radio berkibar. Sejumlah nama baik pengisi suara maupun penciptanya pun ikutan berkibar.

Naskah sandiwara yang khusus dibuat untuk radio pertama kali adalah A Comedy of Danger oleh Richard Hughes, yang mengudara Januari 1924 di BBC, Inggris. Sementara di AS, drama radio pertama adalah The Wolf yang merupakan adaptasi dari naskah drama Charles Sommerville oleh Eugene Walter, juga di 1924.

Promosi Bukan Mission Impossible, Garuda!

Di Indonesia, sandiwara atau drama radio populer muncul di era 1980-an, lewat Tutur Tinular dan kemudian Saur Sepuh. Tutur Tinular sendiri ditengarai dipancarluaskan di lebih dari 512 pemancara stasiun radio di seluruh Indonesia kala itu.

Didominasi cerita silat, selain kedua drama tersebut juga populer Misteri Nini Pelet, Misteri dari Gunung Merapi, Mahkota Mayangkara, Babad Tanah Leluhur dan Kaca Benggala.

Dikutip dari Soloposfm.com, Sabtu (11/9/2021), pada masa itu stasiun televisi swasta belum menjamur seperti sekarang ini, yang ada hanya TVRI, sehingga satu-satunya hiburan ya cuma dengerin radio. Nah salah satu yang paling ditunggu pendengar ya sandiwara radio, euforianya kurang lebih sama seperti saat kita menantikan lanjutan kisah sinetron favorit di televisi. Beberapa sandiwara radio yang melegenda pun  ada yang diangkat ke layar lebar sehingga memperkaya khazanah film Indonesia. Bahkan setelah difilmkan, versi filmnya juga meledak di pasaran seperti terjadi pada Saur Sepuh dan Catatan Si Boy.

Baca Juga: Berotak Jenius, Adhara Pérez Sánchez Kuliah Ambil 2 Jurusan Sekaligus

Nah, berikut ini deretan sandiwara radio yang populer di masanya dikutip dari berbagai sumber:

1. Saur Sepuh

Sandiwara radio Saur Sepuh yang ditulis oleh Niki Kosasih ini diproduksi pada  1984 dan disiarkan di berbagai radio di seluruh Indonesia. Dengan pemain utama Brama Kumbara, cerita ini makin menarik dengan drama perebutan kerajaan. Tidak hanya itu, intrik keluarga juga mencuri perhatian pendengar hingga akhirnya selalu dinanti waktu siarnya.

“Kelebihan dari sandiwara Saur Sepuh adalah bagaimana sang pengarang mengombinasikan cerita fiksi dan sejarah. Begitu ada sandiwara Saur Sepuh, pendengar jadi ingin belajar sejarah. Tidak membosankan,” timpal Ferry Fadly, pengisi suara Brama Kumbara, seperti dikutip dari Liputan6.com.

Serial drama ini memiliki 20 episode cerita yang di dalamnya ada 60 seri cerita masing-masing 30 menit. Tentunya dengan cerita yang panjang ini, para pendengar dimanjakan dengan imajinasi melalui efek suara di radio. Bahkan, drama Saur Sepuh ini diputar serempak di berbagai stasiun radio di seluruh Indonesia.

“Kalau tidak salah diputar di seluruh Indonesia 240 stasiun dan diputar setiap hari,” ungkap Elly Ermawatie, pengisi suara Mantili.

Baca Juga:  Dekat dengan Paola Serena, Begini Jawaban Gading Marten

Setelah empat tahun penayangan, barulah Saur Sepuh disajikan dalam bentuk film layar lebar dengan judul Saur Sepuh: Satria Madangkara pada tahun 1987. Film ini berlanjut dengan sekuel kedua dan ketiga pada tahun 1988. Hingga akhirnya, film dari drama radio ini diakhiri dalam sekuel kelima dengan judul Saur Sepuh V: Istana Atap Langit.

Drama radio membuat nama para pengisi suaranya juga melambung, seperti Ferry Fadly yang mengisi suara Arya Kamandanu (Tutur Tinular), dan Brama Kumbara (Saur Sepuh). Juga, Elly Ermawatie sebagai Mei Shin (Tutur Tinular) dan Mantili (Saur Sepuh).

2. Tutur Tinular

Tutur Tinular memiliki kisah tentang runtuhnya kerajaan Singasari dan berdirinya kerajaan Majapahit. Tokoh utamanya adalah Arya Kamandanu. Pemuda gagah berani penumpas kejahatan yang mewarisi pedang Naga Puspa. Selain Arya Kamandanu, tokoh-tokoh lain yang ikut berperan dalam sandiwara ini antara lain Mei shin seorang gadis dari daratan China yang pernah menjadi istri Kamandanu namun kemudian terpisah. Dan ada pula tokoh Sakawuni yang menjadi istri kedua dari Kamandanu. Adapula tokoh antagonis Mpu Tong Bajil dan Dewi Sambi.

3. Mahkota Mayangkara

Kisah sandiwara radio Mahkota Mayangkara adalah kelanjutan dari kisah Tutur Tinular. Hanya saja, kali ini lebih banyak menceritakan tentang generasi setelah Kamandanu, diantaranya tentang kisah Ayu Wandira (anak Mei Shin), tokoh antagonis Rakuti, serta kisah dua putri kerajaan Majapahit (Tribuana dan Dyah Wiyat) dalam melawan kakak tirinya, Raja Jayanegara.

4. Catatan Si Boy

Penulis sandiwara radio Marwan Alkatiri barangkali tidak membayangkan tokoh rekaannya, Raden Ario Purbo Joyodiningrat alias Boy, bakal menjadi salah satu ikon paling terkenal dalam jagat dunia hiburan tanah air. Saat lika-liku kehidupan pemuda kaya raya itu tayang pertama kali pada 1984 di Radio Prambors Rasisonia, Jakarta, kesuksesan memang langsung menyambut. Namun, karakter bernama panggilan akrab Boy mencapai puncak ketenaran sesungguhnya saat beralih ke layar perak.

Nama Onky Alexander ikut populer berkat Catatan Si Boy. (imdb)
Nama Onky Alexander ikut populer berkat Catatan Si Boy. (imdb)

Berkat kerja sama produser Sudwikatmono dan sutradara Nasry Cheppy, Catatan Si Boy meledak menjadi salah satu film paling dikenang sepanjang sejarah sinema Indonesia. Saking suksesnya, film produksi 1987 ini melejitkan nama sang pemeran utama, Onky Alexander sehingga sosok Boy sangat melekat dengan aktor kelahiran Palembang, 29 September 1965 itu sampai sekarang.

Baca Juga:  Deddy Corbuzier Soroti Kebijakan Pemerintah Izinkan Tempat Hiburan Buka

Padahal dari segi cerita, Catatan Si Boy menawarkan cerita dangkal. Boy adalah pemuda kaya putra pengusaha sukses. Dia banyak kawan dan digilai perempuan. Pada film pertama ini, konflik yang menimpa cowok gemar menulis catatan harian itu adalah cinta tidak direstui. Boy memiliki pacar bernama Nuke (diperankan Ayu Azhari), namun sang kekasih harus pergi ke London lantaran ayahnya benci dengan Boy. Kepergian Nuke yang tiba-tiba membuat Boy pertama dekat dengan seorang pelacur, dan kemudian dengan Vera (Meriam Bellina). Jalinan cinta segitiga itu, dibumbui penggambaran pergaulan kawan-kawan Boy mewarnai film itu.

Ke mana-mana, Boy mengendarai BMW, salah satu mobil paling mahal di Indonesia saat itu. Uniknya, dia juga digambarkan pemuda religius. Penonton pada masa itu tentu masih ingat selalu ada sajadah di jok belakang mobilnya yang mentereng. Karakter lain yang membuat film Boy terkenal adalah sosok Emon, lelaki kebanci-bancian diperankan aktor senior Didi Petet.

Baca Juga: Begini Cara Mengukur Intensitas Olahraga Sudah Tepat atau Belum

Berdasarkan analisis kritikus film Adrian Jonathan Pasaribu di situs filmindonesia.or.id, Boy adalah penggambaran situasi remaja di puncak kegemilangan rezim Orde Baru pada periode 1980-an. Di masa itu, pemuda perkotaan, terutama Jakarta, kebanyakan menikmati buah kemakmuran ekonomi Indonesia, pasca industri minyak sukses di akhir 1970-an. Kritikus film lain yang beberapa kali menjadi juri Festival Film Indonesia, Totot Indrarto, memiliki pendapat serupa.

5. Mak Lampir

Ketawanya Mak Lampir seolah menjadi ikon, mendengar tawa seperti itu langsung membayangkan karakter itu. Tak hanya terbatas pada generasi 1990-an saja, generasi setelahnya mengerti betul suara tawanya. Bagi penggemar sandiwara radio ini hafal betul kalau jagoannya adalah Sembara. Karena demikian meluas popularitasnya sandiwara radio ini kemudian diangkat menjadi sinetron yang masih diputar di sebuah stasiun TV. Tentunya Mak Lampir yang kemudian menjadi ikonnya.



 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya