SOLOPOS.COM - Penari tampil dalam rangkaian puncak Festival Mbok Sri Mulih di Desa/Kecamatan Delanggu, Minggu (30/10/2022). (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Warga Desa/Kecamatan Delanggu menggelar kirab budaya dan ritual adat wiwitan, Minggu (30/10/2022). Kegiatan itu digelar sebagai rangkaian Festival Mbok Sri Mulih yang kini sudah memasuki penyelenggaraan kali kelima.

Berdasarkan pantauan, kegiatan diawali dengan rangkaian ritual musik sakralisasi dilanjutkan dengan kirab budaya hingga wiwitan. Arak-arakan kirab membawa gunungan padi, hasil bumi, serta ogoh-ogoh berbentuk wereng keliling mengitari area persawahan di desa tersebut.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Setelah itu, warga menggelar tradisi wiwitan di salah satu lahan persawahan desa yang ditanami padi memasuki masa panen. Warga menyebar beberapa makanan di setiap sudut sawah yang akan dipanen.

Setelah itu, mereka bersama-sama menyantap nasi wiwit yang sudah disiapkan panitia. Setidanya ada 500 pincuk nasi wiwit yang disiapkan panitia pagi itu.

Salah satu warga, Dali, 80, mengatakan tradisi wiwitan merupakan warisan leluhur. Tradisi itu diadakan sebelum padi yang ditanam di sawah dipanen. Hal itu dilakukan petani sebagai ungkapan syukur atas hasil tanam padi di lahan mereka.

Baca Juga: Hindari Pupuk Kimia, Petani di Klaten Ini Kembangkan Nitrobacter Kaya Manfaat

Namun, tradisi itu sudah lama menghilang. Melalui Festival Mbok Sri Mulih, tradisi wiwitan kembali dimunculkan sebagai bentuk pelestarian warisan leluhur.

“Nasi wiwitan itu isinya nasi, ada suwiran ayam panggang, urap, buah-buahan. Sambal parutan kelapa itu dicampur dengan sayuran kemudian dinikmati. Sudah lima tahun ini tradisi wiwitan dimunculkan kembali. Tentu saja saya sangat senang tradisi ini dimunculkan lagi,” kata Dali saat ditemui di sela kegiatan.

Festival tersebut berlangsung selama dua hari. Rangkaian kegiatan diisi dengan workshop kuliner tradisional meliputi meniran rajalele, dawet rajalele, serta jenang kathul rajalele.

Selain itu ada kegiatan pasrah tampi hasil bumi rajalele di halaman kantor Desa Delanggu. Kegiatan dilanjutkan dengan ritual musik sakralisasi, kirab budaya Mbok Sri Mulih dan tradisi wiwitan, karawitan, hingga musik ganjur.

Baca Juga: Sakjose Mazzeh! Petani Milenial Klaten Kembangkan Aplikasi Sirojo & Sitampan

Kegiatan juga diisi dengan jagongan tani yang membahas tentang pranata mangsa dan relevansi bagi pertanian saat ini. Ada pula penampilan seperti jatilan, sendratari bertajuk Dewi Seri, tari, hingga ketoprak. Rangkaian kegiatan itu digelar di Sanggar Rojolele serta area persawahan di Dukuh Kaibon.

Inisiator Festival Mbok Sri Mulih sekaligus Pendiri Sanggar Rojolele, Eksan Hartanto, mengatakan pada festival tahun ini tema yang diusung yakni Rojolele, Simbol Budaya Agraris Masyarakat Delanggu Kini dan Nanti.

“Kegiatan ini dimaksudkan menegaskan kembali bahwa asal dari padi rajalele ya Delanggu dengan berbagai turunan ekosistem di dalamnya,” kata Eksan.

Eksan mengatakan total luas lahan pertanian di Desa Delanggu 69 ha atau sekitar 50 persen dari total luas wilayah desa setempat. Belakangan, sebagian petani di desa tersebut kembali menanam rajalele varietas Rajalele Srinuk.

Baca Juga: Ini Segudang Inovasi Pemkab Klaten untuk Pelayanan Terbaik Masyarakat

Dalam pengembangannya, petani di desa setempat menjalin kerja sama dengan mitra mereka guna menyerap hasil panen beras rajalele. Per bulan, mereka setidaknya harus memasok 12-14 ton beras rajalele.

Tanam padi di desa tersebut sempat terancam gagal panen gara-gara serangan hama wereng. Dengan berbagai upaya pengendalian, serangan wereng kini mulai mereda dan hasil panen kembali merangkak naik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya