SOLOPOS.COM - Terdakwa Ferdy Sambo memberi salam sebelum dimulainya sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (10/1/2023). (Antara/Indrianto Eko Suwarso)

Solopos.com, SOLO–Meski jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup, tetapi majelis hakim dinilai tetap dapat memvonis hukuman maksimal yakni hukuman mati.

Hal itu lantaran dakwaan utamanya adalah Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana yang ancaman pidananya maksimal hukuman mati.

Promosi Usaha Endog Lewo Garut Sukses Dongkrak Produksi Berkat BRI KlasterkuHidupku

JPU membacakan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023). Ferdy Sambo merupakan terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang merupakan anak buahnya saat masih menjabat Kadiv Propam Polri.

Guru besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Prof. Hibnu Nugroho, mengatakan majelis hakim bisa menghukum lebih berat dari pidana seumur hidup.

Alasannya, karena pasal yang dijeratkan kepada Ferdy Sambo adalah Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.

Dalam pasal tersebut, ancaman terberatnya adalah hukuman mati.

“Majelis hakim bisa menghukum mati karena pasal yang dijeratkan adalah Pasal 340 KUHP,” ujar Hibnu Nugroho, seperti dikutip Solopos.com dari siaran MetroTV, Selasa.

Hibnu menjelaskan putusan hakim akan sangat bergantung atas pandangan mereka terkait fakta-fakta yang tersaji di persidangan Ferdy Sambo selama dua bulan terakhir.

Bisa jadi, vonis hakim akan sama dengan tuntutan jaksa yakni penjara seumur hidup.

Bisa juga, kata dia, hukumannya akan lebih tinggi alias vonis mati karena pasal yang didakwakan memungkinkan hal itu.

“Hukuman tertinggi vonis mati, tidak ada hukuman lebih tinggi dari mati. Semuanya tergantung pandangan hakim,” ujar profesor ilmu hukum pidana tersebut.

Pembelaan atau pledoi yang akan disampaikan Ferdy Sambo dan tim pengacaranya pekan depan bisa jadi akan menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara itu.

Kendati dalam tuntutan jaksa disebutkan tidak ada hal meringankan untuk Sambo, tetapi semuanya tergantung keyakinan majelis hakim.

“Bisa jadi jasa Sambo selama puluhan tahun sebagai polisi dengan bintang jasanya akan menjadi faktor meringankan,” katanya.

Kuasa hukum keluarga Brigadir J berharap majelis hakim PN Jakarta Selatan menjatuhkan vonis maksimal kepada Ferdy Sambo meski JPU menuntut dengan pidana penjara seumur hidup.

 

Keluarga Brigadir J Kecewa

Anggota tim kuasa hukum keluarga Brigadir J Martin Lukas Simanjuntak, Selasa, mengaku kecewa dengan tuntutan seumur hidup tersebut.

“Dalam hal tuntutan pidana penjara seumur hidup kepada terdakwa Ferdy Sambo, keluarga korban kecewa dan berharap majelis hakim yang mengadili perkara pada saat memutuskan perkara dapat memberikan vonis maksimal,” kata Martin.

Menurut Martin, Ferdy Sambo layak mendapatkan hukuman maksimal karena kejahatan yang dilakukannya dan perannya dalam kasus pembunuhan Brigadir J sebagai aktor intelektual.

Ia sependapat dengan uraian tuntutan dari JPU kepada Ferdy Sambo yang menyimpulkan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dan pelanggaran Undang-undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana diatur dalam Pasal 340 juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 49 UU ITE juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

“Bagi setiap terdakwa yang menjadi aktor intelektual dan pelaku utama yang mengakibatkan hilangnya nyawa korban almarhum Nofriansyah Yosua Hutabarat,” ujarnya.

Bertempat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, JPU membacakan tuntutannya kepada Ferdy Sambo atas dua perkara yang dijalaninya, yakni pembunuhan berencana Brigadir J serta perintangan penyidikan atau obstruction of justice.

Dalam tuntutannya, JPU menyatakan terdakwa Ferdy Sambo terbukti bersalah melakukan tindak pembunuhan berencana secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan primer Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (dalam perkara pembunuhan berencana).

Selain itu JPU menyatakan  Ferdy Sambo telah terbukti secara sah melakukan tindakan yang berakibat terganggunya sistem elektronik menjadi tidak bekerja secara bersama-sama sebagaimana mestinya melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 UU 19/2016 tentang perubahan atas UU No. 11/2008 tentang ITE juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu primair dan dakwaan kedua primair.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Selatan Syarif Sulaiman Nahdi menjelaskan JPU menuntut Ferdy Sambo pidana seumur hidup untuk kedua perkara yang didakwakan.

“Tuntutan itu untuk kedua perkara yang dimaksud, jadi sistemnya bukan ditambah (hukumannya), tetapi diambil yang paling tinggi ancamannya, yaitu Pasal 340,” kata Syarif.

Banyak hal yang memberatkan Ferdy Sambo dan tidak ada hal yang meringankan yang menjadi pertimbangan JPU.

 

Pertimbangan JPU

Menurut JPU, perbuatan mantan Kadiv Propam Polri itu mengakibatkan Brigadir J meninggal dunia dan membuka duka yang mendalam bagi keluarga Brigadir J.

Terdakwa juga berbelit-belit dalam memberikan keterangan selama persidangan dan tidak mengaku perbuatannya.

Perbuatan Ferdy Sambo menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat. Ferdy Sambo sebagai aparat penegak hukum dan petinggi Polri harusnya tidak melakukan perbuatan itu.



Perbuatan Ferdy Sambo mencoreng institusi Polri di mata masyarakat dan dunia internasional.

Perbuatan Ferdy Sambo mengakibatkan banyak anggota Polri lainnya turut terlibat.

Sementara, menurut JPU tidak ada hal-hal yang meringankan.

Berdasarkan uraian tersebut JPU memohon kepada majelis hakim PN Jakarta Selatan menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua pertama primer.

“Menjatuhkan pidana [kepada terdakwa Ferdy Sambo] dengan pidana seumur hidup,” ucap jaksa membacakan tuntutan.

Sebelumnya, pada Senin (16/1), Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal telah menjalani sidang tuntutan. Keduanya dituntut JPU dengan pidana penjara delapan tahun.

Selain ketiga terdakwa tersebut, terdapat dua terdakwa lainnya, yakni Richard Eliezer dan Putri Candrawathi. Kelima terdakwa ini didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.







Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya