SOLOPOS.COM - Bangunan Brongebouw Moedal yang biasa disebut Tuk Mudal di Gunungpati, Kota Semarang, masih sama seperti pertama kali dibangun pada 1911. (Ponco Wiyono-Solopos.com)

Solopos.com SEMARANG – Setelah sempat berpindah-pindah kepemilikan di era pra kemerdekaan, Tuk Mudal kini masih berdiri kokoh. Dipugar pertama kali pada 1911, sumber mata air di Kelurahan Sumurrejo, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, ini menjadi saksi sejarah sekaligus simbol bagi masyarakat sekitar.

Keberadaan Tuk Mudal yang memiliki nama Belanda Brongebouw (sumur) Moedal ini memang ikonik. Tak ayal, nama-nama kelurahan di sekitarnya pun diawali dengan kata ‘sumur’, antara lain Sumurrejo dan Sumurjurang.

Promosi Kecerdasan Buatan Jadi Strategi BRI Humanisasi Layanan Perbankan Digital

“Dari cerita nenek saya, sumur ini dimiliki oleh Kiai Bisri. Kemudian Belanda datang merebut dan membangun tembok di sana. Setelah kemerdekaan seorang Jawa yang saya lupa namanya mengambil alih sampai sekarang dikelola PDAM,” ujar Sofiatun, 61, warga RT 005 RW 003 Sumurrejo, pada Jumat (9/9/2022).

Kiai Bisri merupakan tokoh agama daerah setempat di masa lalu. Saat Tuk Mudal di Semarang ini diambil alih pemerintahan Hindia Belanda, pemugaran dilakukan hingga akhirnya mata air tersebut tidak bisa digunakan untuk umum. Anak cucu Kiai Bisri kini disebut Sofiatun sudah tidak ada yang tinggal di sana. Tuk Mudal saat ini dikelola oleh PDAM Tirto Moedal dan digunakan untuk mengairi beberapa wilayah di Kota Semarang.

tuk mudal semarang
Bangunan Brongebouw Moedal yang biasa disebut Tuk Mudal di Gunungpati, Kota Semarang, masih sama seperti pertama kali dibangun pada 1911. (Ponco Wiyono-Solopos.com)

Namun Sofiatun menyayangkan, tradisi seserahan yang dulu rutin dilakukan sekarang sudah terhenti. Dulu, seserahan dilakukan dengan menyembelih seekor kambing yang kepalanya kemudian dipendam di sekitar tuk. Menurutnya, warga merindukan acara di sekitar mata air yang selama ini digelar sebagai ungkapan syukur.

Baca juga: Sumur Dalam Harus Berizin, Dinas ESDM Minta Warga Sragen Manfaatkan Air Hujan

“Tuk ini baik, tidak pernah sampai meluap membanjiri kawasan meski permukaannya meletup-letup. Kalau bancakan itu warga ramai menghadiri dan itu jadi hiburan buat kami,” ujarnya.

Sementara seorang warga yang bekerja sebagai petani, Jumaeri, 73, mengaku Tuk Mudal di Semarang ini menjadi sumber mata air yang mengairi persawahan di sekitar. Ia serta petani lain pun terbantu lantaran saat kemarau cadangan air dari sungai berkurang.

“Hampir semua jalan di kampung ini ada pipa di bawahnya. Itu buat aliran air warga dan persawahan, kami mengandalkan tuk ini,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya