SOLOPOS.COM - ilustrasi (Bisnis.com)

Solopos.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menutup sedikitnya 244 iklan sektor jasa keuangan yang melanggar peraturan dari hasil pemantauan yang dilakukan terhadap 6.684 iklan pada periode 1 Januari 2022 hingga 31 Maret 2022.

“Kita sudah menutup iklan banyak sekali, periode 1 Januari 2022 hingga 31 Maret saja itu sekitar 244 iklan yang ditemukan melanggar dari total 6684 iklan yang kita lakukan pemantauan, ini biasanya menjanjikan keuntungan yang tidak masuk akal dan sebagainya,” kata Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi dalam OJK Virtual Innovation Day (OVID) 2022 di Jakarta, Senin (11/10/2022) seperti dilansir Antara.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Friderica menyampaikan berbagai jenis pelanggaran yang dilakukan oleh iklan itu meliputi iklan tidak jelas sebanyak 95,0 persen, iklan menyesatkan sebanyak 3,69 persen, dan iklan tidak akurat sebanyak 0,41 persen.

“Jadi kita bisa mengelompokkan iklan yang menyesatkan, iklan yang tidak akurat, tidak jelas, yang berpotensi merugikan konsumen. Itu akan kita tutup, kita panggil untuk menghentikan iklan tersebut,” kata Friderica.

Dia melanjutkan pelanggaran yang dilakukan iklan dari sektor perbankan sebanyak 2,63 persen dari 5.544 iklan, Industri Keuangan Non Bank (IKNB) sebanyak 8,18 persen dari 1.088 iklan, dan pasar modal 17,31 persen dari 52 iklan.

“Ini sudah kita sampaikan, dan kemudian mereka melakukan penyesuaian, atau bahkan [kita] menghentikan iklan tersebut,” kata Friderica.

Baca Juga: Melarang Debt Collector Pakai Kekerasan saat Tagih Utang, Ini Penjelasan OJK

Sementara, OJK mencatat persentase iklan yang mematuhi peraturan meningkat signifikan dalam tiga tahun terakhir.

Tercatat, persentase iklan sektor jasa keuangan yang mematuhi peraturan sebanyak 96 persen pada triwulan I-2022, atau meningkat signifikan dari yang hanya sebesar 36 persen pada triwulan I-2019.

“Kita lihat tren kepatuhan iklan semakin meningkat ya. Dengan OJK melakukan pengawasan, iklan ini terus meningkat,” kata Friderica.

Dengan itu, ada triwulan I-2022, tercatat, sebanyak 6440 iklan mematuhi peraturan yang berlaku dan sebanyak 244 tidak mematuhi peraturan.

Sebagai informasi, pemantauan terhadap iklan sektor jasa keuangan didominasi dilakukan melalui media sosial.

Baca Juga: Rugikan Nasabah Rp267 M, Pendiri Koperasi GMG Kudus Jadi Tersangka Kasus TPPU

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah mengatakan pinjaman online (pinjol) ilegal telah memberikan dampak negatif sekaligus merusak industri financial technology (fintech) sebagai pemberi akses keuangan bagi masyarakat unbanked dan underserved.

Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat, dia mengatakan industri fintech selama ini telah berhasil menjangkau masyarakat dalam mengakses permodalan, bahkan nilai transaksinya terus mengalami pertumbuhan setiap tahunnya.

Tercatat, per Juli 2022, jumlah penyaluran pinjaman fintech pendanaan telah mencapai Rp416 triliun, dengan jumlah peminjam mencapai 86,36 juta rekening dan 928 ribu lender, baik entitas maupun individu.

Lalu, untuk outstanding pinjaman telah mencapai Rp45,73 triliun atau tumbuh 88,84 persen year on year (yoy) dibandingkan periode sama tahun sebelumnya, dengan tingkat keberhasilan bayar terjaga di angka 97,33 persen.

Dengan itu, Kuseryansyah menyebut rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) cukup baik yakni hanya 2,67 persen.

Baca Juga: Antam dan UBS Kompak Naik! Cek Harga Emas Pegadaian, Rabu 5 Oktober 2022

Dia berharap berbagai sosialisasi dan edukasi terkait fintech pendanaan dapat terus dilakukan, agar manfaatnya sebagai solusi akses keuangan produktif dapat dirasakan seluas-luasnya, sehingga mendukung produktivitas masyarakat sebagai modal kerja maupun usaha.

Dalam kesempatan sama, Ketua Bidang Edukasi, Literasi dan Riset AFPI Entjik S. Djafar meminta masyarakat mewaspadai dan memahami ciri-ciri pinjol ilegal yang marak beredar.

Dia juga meminta masyarakat menolak penawaran yang dilakukan melalui pesan singkat karena saat ini banyak pelaku pinjol ilegal yang menggunakan nama maupun logo menyerupai perusahaan fintech berizin.

“Kurangnya pemahaman disertai tingginya kebutuhan masyarakat di tengah kesulitan ekonomi akibat pandemi, telah memberi celah bagi pinjol ilegal untuk terus bermunculan. Edukasi menjadi kunci agar masyarakat kita memahami pemanfaatan fintech P2P lending yang tepat dan bisa terselamatkan dari jebakan pinjol ilegal,” kata Entjik belum lama ini.

Seperti diketahui, sejak 2018 OJK melalui Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menghentikan lebih dari 4.160 entitas pinjol ilegal. OJK pun telah memperkuat regulasi melalui POJK 10/2022 untuk meningkatkan kualitas penyelenggara pinjol, serta mempersempit ruang bertumbuhnya pinjol ilegal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya