SOLOPOS.COM - Ilustrasi ziarah. (Solopos/Dok)

Solopos.com, SOLO — Usman yang duduk di sebelahku dalam bus mengatakan bahwa aku sedang dalam masalah besar. Aku kesal kepadanya karena ia mengatakan hal yang sudah aku ketahui namun berusaha aku sangkal.

“Husna akan mati, Bos,” katanya, “dan kau yang membunuhnya.”

Promosi Usaha Endog Lewo Garut Sukses Dongkrak Produksi Berkat BRI KlasterkuHidupku

Aku mengacak-ngacak isi tas dengan kasar dan ia mengatakan apa yang ingin kukatakan.

“Tidak ada. Tidak ada di situ,” katanya.

Aku menatapnya dengan kesal. Ia bodoh dan sama sekali tidak sensitif. Ia seharusnya membantuku, atau setidaknya, tidak berkata apa-apa yang membuat aku semakin panik. Namun ia terus berbicara hal-hal buruk.

“Kau membunuh istrimu sendiri,” lantas ia tertawa.

“Satu-satunya hal yang dipesan Husna kepadamu,” kata Usman lagi, “Adalah agar kau tidak lupa membawa sebotol air dari makam Mbah Priok. Dan kini kau tidak bisa melakukannya.”

“Aku tidak lupa,” kataku membela diri.

“Aku benar-benar mengambil air itu. Satu botol besar. Seseorang pasti mengambilnya.”

Usman merogoh tasnya, lantas mengeluarkan botol air mineral berukuran kecil.

“Ini punyaku sendiri,” katanya, “Kau tidak bisa menuduhku.”

“Aku tidak menuduhmu,” kataku ketus.

Begitu bus berhenti di tempat peristirahatan, Usman meraih telepon genggamnya dan menelepon.

“Ya, aku membawanya,” kata Usman. “Tentu saja aku tidak lupa. Bagaimana aku bisa lupa?”

Lantas ia menutup telepon itu. “Kau tidak menelepon Husna?” tanyanya.

Aku menggeleng.

“Kau seharusnya meneleponnya dan memberitahu bahwa kau tidak membawa apa pun dari makam Mbah Priok,” katanya.

“Dia akan mati,” kataku, “Dia akan mati bahkan sebelum aku sampai rumah.”

Itulah memang yang dikatakan Husna sebelum aku berangkat dua hari yang lalu. Ia berbaring di ranjangnya dengan perut bengkak dan napas tersengal. Orang-orang mengatakan ia kena santet atau hal semacam itu.

“Kau harus membawa air dari sana atau aku akan mati,” katanya. Aku mengangguk. Itu satu-satunya tujuanku mendaftar dalam rombongan ziarah wali ke makam Mbah Priok.

Aku membayar Rp750.000 untuk perjalanan ini. Aku belum pernah berziarah ke makam Mbah Priok. Dan pada kenyataannya, tak ada satu pun orang di kampungku yang pernah pergi ke sana.

Setiap enam bulan sekali, Ustaz Husen mengoordinasi warga untuk melakukan ziarah wali. Biasanya, orang-orang pergi ke makam walisongo. Namun, belakangan, setelah televisi berulang kali menayangkan berita bagaimana pemerintah gagal menggusur makam Mbah Priok, Ustaz Husen memutuskan untuk berziarah ke sana, satu-satunya tujuan.

Ustaz Husen mengatakan ia mendengar dari kawan-kawannya bahwa sejumlah malaikat turun dan menghalau satpol PP serta petugas kepolisian ketika terjadi kerusuhan pada waktu penggusuran makam berjalan.

Malaikat itu menyaru sebagai manusia bergamis putih, namun bayangan sayapnya jelas terlihat mengembang di punggung. Mereka bergerak secepat kilat, menjadi tameng bagi para pembela makam sang wali dari para penggusur, sekaligus melakukan serangan balasan sesekali.

“Itulah sebabnya para aparat dengan persenjataan lengkap itu kalah,” kata Ustaz Husen. “Dan tiga di antara mereka meninggal.”

Ustaz Husen juga mengatakan bahwa para malaikat itu membasuh muka mereka di pancuran yang berada di makam Mbah Priok. “Dan karena itu,” katanya,

“Air itu sama sucinya dengan air zamzam serta lebih mujarab ketimbang obat apa pun di dunia.”

Husna mendengar kabar itu dari ibu mertuaku. Lantas ia berkata, “Bagaimana pun, kau harus membawa air itu.”

Aku mengatakan kepada Ustaz Husen bahwa air yang kuambil dari Makam Mbah Priok ketinggalan di suatu tempat.

“Mungkin di masjid atau di restoran tempat kita beristirahat sebelumnya,” kataku. “Di mana itu ya? Purwokerto?”

Ustaz Husen hanya mengedikkan bahu. Ia mengatakan itu bukan urusannya. Urusannya adalah menerima pembayaran, membawa jemaah ke makam Mbah Priok, dan membawa mereka pulang kembali ke rumah masing-masing dalam kondisi sehat walafiat.

“Tidak bisakah kita kembali?” tanyaku, “Aku benar-benar membutuhkan air itu.”

Ustaz Husen melotot. “Kita sudah sampai Madiun,” katanya sebelum beranjak.



Sebelum bus berangkat, aku memutuskan menelepon Husna.

“Ya,” kataku, “Aku membawanya. Tentu saja aku tidak lupa.”

Usman tertawa di sampingku. “Kau benar-benar akan membunuh istrimu, Bos.”

Aku membeli air mineral kemasan dalam botol dari sebuah minimarket dan membuang segelnya. Aku memberikannya kepada Husna begitu aku menginjakkan kaki di rumah dan ia menyambutku dengan tersenyum. Ia segera meminum air itu.

Kukira ia benar-benar akan mati.

Namun sebelas tahun sudah berlalu semenjak hari itu. Dan Husna masih hidup. Ia pergi ke dokter yang menyuntikkan sesuatu ke pantatnya dan memberinya sejumlah obat yang mesti ia minum setiap hari selama satu bulan. Lantas ia sembuh.

Ia selamat ketika kebakaran menghanguskan rumah kami beberapa tahun setelah ia meminum air mineral yang kubuang segel botolnya dan kukatakan berasal dari makam Mbah Priok – hanya dengan sedikit luka bakar di lengan.

Ia juga selamat ketika wabah corona merebak dan memaksanya mengisolasi diri selama 20 dua hari.

 



Dadang Ari Murtono, lahir di Mojokerto, Jawa Timur. Bukunya yang sudah terbit antara lain Ludruk Kedua (kumpulan puisi, 2016), Samaran (novel, 2018), Jalan Lain ke Majapahit (kumpulan puisi, 2019), dan Cara Kerja Ingatan (novel, 2020). Buku Jalan Lain ke Majapahit meraih Anugerah Sutasoma dari Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur serta Penghargaan Sastra Utama dari Badan Bahasa Jakarta sebagai buku puisi terbaik Indonesia tahun 2019. Buku terbarunya, Cara Kerja Ingatan, merupakan naskah unggulan sayembara novel Basabasi 2019. Ia juga mendapat Anugerah Sabda Budaya dari Universitas Brawijaya tahun 2019. Saat ini tinggal di Yogyakarta dan bekerja penuh waktu sebagai penulis serta terlibat dalam kelompok suka jalan.





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya