SOLOPOS.COM - Calon haji tertua asal Pilangsari, Gesi, Sragen, Sunyoto, 95, (kanan) berbincang dengan istri dan Kades Pilangsari Ahmat Munadi di teras rumahnya di Dusun Dukuh RT 006, Desa Pilangsari, Gesi, Sragen, Senin (29/5/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Sragen akan memberangkat 969 calon haji (calhaj) tahun ini. Di antara mereka predikat calhaj tertua tahun ini dipegang atas nama Sunyoto alias Suranto.

Warga Dusun Dukuh RT 06, Desa Pilangsari, Kecamatan Gesi itu berusia 95 tahun. Ia akan berangkat ke Tanah Suci Mekkah bersama istrinya, Tayem, yang berusia 86 tahun.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Sunyoto lahir pada 27 Januari 1928, sementara Tayem lahir pada 26 April 1937. Mereka sudah menyiapkan segala sesuatunya untuk berangkat berhaji pada 10 Juni 2023 mendatang.

Berdasarkan kartu tanda penduduk (KTP), Sunyoto masih tercatat tinggal di Dukuh Ngrawoh RT 004, Desa Pilangsari. Tetapi dalam kesehariannya, Sunyoto sudah pindah domisili di Dusun Dukuh RT 006. Meskipun usia sudah lanjut, Sunyoto dan istrinya masih sehat dan kuat. Ia tidak lagi menggarap sawah karena sudah dikerjakan anak-anaknya. Anak sulungnya sudah berusia 60 tahun.

“Saya dan mbah putri mendaftar bersama pada 2012 lalu. Sebenarnya kami berangkat 2020, namun karena ada pandemi Covid-19 keberangkatan kami ditunda. Kami baru mendapatkan pemberitahuan keberangkatan pada 2023 ini. Kami ikut manasik  di Gemolong,” ujar Sunyoto saat berbincang dengan Kades Pilangsari, Ahmat Munadi dan wartawan, Senin (29/5/2023).

Sunyoto merupakan seorang pejuang kemerdekaan sehingga masuk menjadi anggota veteran. Setiap bulan ia masih mendapatkan honor dari negara. Honor itulah yang ia tabung untuk ongkos berangkat berhaji. “Kalau menabungnya paling selama 10 tahun. Setelah terkumpul mada 2012 baru mendaftar haji,” ujarnya.

Sunyoto muda melewati dua masa penjajahan, yakni di era kolonial Belanda dan Jepang. Dia terlibat sebagai petugas pengaman saat perang kemerdekaan 1948-1949 di wilayah Gesi. Dia mencatat ada lima jembatan yang dirusak supaya Belanda tidak masuk ke Gesi. Dia masih ingat Pasar Pojok di Gesi  pernah dibom Belanda pada 1948.

“Saya tidak ikut berperang tetapi saya bertugas menjaga keamanan, seperti ketahanan rakyat. Tugas saya memata-matai antek Belanda atau mata-mata Belanda jangan sampai masuk Gesi. Mata-mata Belanda itu bukan orang asing tetapi orang Jawa yang bekerja untuk Belanda,” ujar Sunyoto.

Ia mengatakan petugas keamanan sepertinya yang masih hidup saat ini tinggal lima. “Di wilayah Gesi itu yang bertugas keamanan seperti saya tinggal lima orang, yakni di Ngrawoh, Pilangsari; dua orang di Taraman, Pilangsari; dan dua orang di Gesi,” kata dia.

Dia berharap bisa berhaji dan kembali lagi ke dukuhnya dalam keadaan sehat wal afiat. “Doanya yang sehat, selamat, dan kembali pulang dengan sehat,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya