SOLOPOS.COM - Logo PSH Winongo. (Istimewa)

Solopos.com, MADIUN — Persaudaraan Setia Hati Winongo (PSHW) merupakan salah satu perguruan silat besar yang ada di Indonesia. Padepokan pusat perguruan silat ini berada di Kelurahan Winongo, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun, Jawa Timur.

Dikutip dari artikel ilmiah berjudul Setia Hati Winongo (Studi Deskriptif Tentang Pola Interaksi pada Hubungan Kekerabatan di Persaudaraan Pencak Silat Setia Hati Winongo Kecamatan Manguharjo Kota Madiun) karya Tegar Prahara, Persaudaraan Setia Hati Winongo berdiri pada 15 Oktober 1966. PSHW ini didirikan oleh Raden Djimat Hendro Seowarno yang merupakan murid kesayangan dari Ki Ngabehi Soerodwirdjo. Sosok Soerowirdjo ini merupakan pendiri perguruan pencak silat Setia Hati atau yang biasa disebut Sedulur Tunggal Kecer (STK) pada 1903 di Desa Tambak Gringsing, Kota Surabaya.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Penamaan PSHT sendiri diambil dari lokasi berdirinya perguruan silat tersebut, yakni di Kelurahan Winongo. Pertama kali berdiri, para pengikut PSHW diajarkan pelajaran pencak silat dari zaman Ki Ngabehi Soerodwirjdo. Dalam mencari generasi baru pada waktu awal berdirinya PSHW itu, gerakan tersebut bernama Tunas Muda yang artinya Setia Hati yang akan bersinar kembali.

Gerakan Tunas Muda tersebut populer dan digunakan pada awal berdirinya Persaudaraan Setia Hati Winongo dengan alasan diharapkan pemuda sebagai generasi penerus akan menjadi kader bangsa yang militan dan sangat berguna bagi kepentingan bangsa serta negara.

Baca Juga: Operasi Zebra Semeru 2022 di Madiun Dimulai, Polisi Sasar Tujuh Pelanggaran Ini

Ideologi Persaudaraan Setia Hati ini masih terus dijaga keluhurannya dari Ki Ngabehi Seorodwirdjo sebagai pendahulu kemudian diturunkan ke Soewarno. Kemudian diajarkan kembali kepada para pengikut baru PSHW.

Untuk menjadi anggota PSHW, calon anggota harus mengikuti pengesahan terlebih dahulu. Setelah disahkan sebagai anggota, maka orang itu secara resmi menjadi warga atau anggota baru. Setelah resmi menjadi warga, orang itu baru boleh mempelajari ilmu-ilmu Setia Hati.

Secara prinsip, ilmu Setia Hati hanya boleh diketahui oleh warganya. Sedangkan pelajaran tingkat lanjut bisa diikuti atau tidak. Itu tergantung dari kesadaran dari warga baru tersebut. Karena dalam Setia Hati Winongo tidak ada paksaan.

Baca Juga: Jawa Timur Masuk Musim Penghujan, Awas Bencana Hidrometeorologi

PSHW tidak membuka cabang perguruan pencak silat di mana pun, seperti perguruan silat lainnya. Sehingga, seseorang yang ingin mengikuti PSHW, baik dari Madiun maupun dari luar, harus datang dan dikecer (disahkan) di padepokan pusat PSHW di Kota Madiun.

Hal ini dilakukan dengan tujuan menjaga kemurniah aliran Setia Hati Winongo. Dengan hal ini ikatan persaudaraan antar anggota di perguruan silat ini terjalin sangat kuat.

Dalam artikel ilmiah itu dijelaskan seorang murid yang baru masuk harus segera disahkan sebagai warga dengan tujuan agar ikatan emosional dan fisik yang bersangkutan dengan perguruan semakin kuat. Dari momen ini ikatan-ikatan solidaritas mulai muncul.

Proses pengesahan sehari semalam akan membentu ikatan persaudaraan dan kesetiaan yang menyatukannya menjadi satu rasa yang sama dalam perspektif Persaudaraan Setia Hati.

Baca Juga: Masuk Lelang, Pembangunan Rusunawa di Bong Cino Madiun Dimulai Tahun Depan

Seorang pengikut Setia Hati Winongo mampu mengenali pengikut lainnya dengan menggunakan kode-kode isyarat tertentu yang menunjukkan bahwa seseorang tersebut anggota PSHW, meski mereka tidak saling kenal.

Bukan hanya itu, siapa saja yang masuk dan menjadi anggota PSHW, baik anggota baru maupun anggota lama tetap dianggap saudara seorganisasi. Di dalam PSHW disebut wong jero.

Lebih lanjut, pedoman hidup seorang pengikut PSHW adalah Sapta Wasita Tama. Pedoman hidup itu memiliki arti Sapta (tujuh), wasita (ajaran/pedoman), tama (utama/luhur), dengan demikian artinya tujuh pedoman yang luhur menjadi sendi-sendi kehidupan rohani Setia Hati.

Baca Juga: Kalahkan GWK di Bali, Monumen Reog Ponorogo Dibangun Setinggi 126 Meter

Berikut ini isi Sapta Wasita Tama:

  1. Tuhan menciptakan alam dan seisinya hanya dengan sabda, sebelum disabda alam seisinya itu ada pada yang Menyabda
  2. Setelah alam semesta seisinya ada (disabda) Tuhan menyertai sabda-Nya.
  3. Barang siapa meninggalkan AS-nya tergelincirlah ia oleh lingkungan sekelilingnya.
  4. Barang siapa meninggalkan keseimbangan, tergelincirlah ia.
  5. Barang siapa melupakan atau meninggalkan permulaan, tidak akan dapatlah ia mengakhirinya.
  6. Barang siapa mengaku hasil karyanya menjadi milik sendiri terbelenggulah ia secara lahir batin
  7. Barang siapa selalu melatih merasakan “rasaning rasa”, Insya Allah lambat laun ia akan kerasa ing rosoning roso. Rosoning roso ialah sumber dari rasa,keroso ing rosoning roso ialah terasa atau merasakan inti pusat dari rasa. Inti pusat ini sering disebut rasa sejati, sejatining rasa, kalbu, hati sanubari, pribadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya