SOLOPOS.COM - Warga menunjukkan pecel serta dawet aloe vera yang disajikan di Kampoeng Pecel, Dukuh Mojorejo, Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Minggu (28/3/2021). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN -- Warga Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Klaten, merintis pengembangan kampung wisata yang dilakukan secara swadaya di tengah pandemi Covid-19.

Setidaknya ada lima kampung wisata yang dirintis warga Ngerangan Bayat sejak 2020 lalu. Kelima kampung itu yakni Kampung Dolanan, Kampung Lumpang, Kampung Angkringan, serta Kampung Ketela.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Direktur BUM Desa Nerang Jaya, Desa Ngerangan, Gunadi, mengatakan pengembangan wisata itu diawali pada lalu dengan menggali branding desa cikal bakal angkringan.

Baca juga: Jumlah Peziarah Merosot, Tradisi Ruwah di Makam Sunan Pandanaran Klaten Sepi

Ngerangan selama ini dikenal sebagai desa para pencetus warung angkringan atau dikenal dengan nama lain hik. Hingga kini, mayoritas warga masih menekuni usaha tersebut dan berjualan di berbagai kota.

“Dari branding cikal bakal angkringan kemudian ada beberapa inovasi. Ada kampung dolanan, ada Lereng Katresnan dengan unit usahanya kampung pecel, kemudian ada kampung lumpang dengan produk tiwul, kampung angkringan dengan menyajikan aneka hidangan angkringan, serta kampung ketela yang mengelola aneka makanan olahan dari ketela,” kata Gunadi, Minggu (28/3/2021).

Pengembangan kampung-kampung itu dilakukan secara swadaya oleh warga alias belum ada gelontoran dana dari desa.

Baca juga: Kampoeng Pecel Wisata Kuliner Anyar di Klaten, Ada Cendol Dawet Aloe Vera

“Warga di desa kami merintis desa wisata nol rupiah. Karena belum ada dana desa yang menyertai kami dan semua murni dari gotong royong warga,” kata dia.

Menggali Potensi Agrowisata

Gunadi mencontohkan seperti pengembangan kampung pecel. Pengembangan itu bermula dari kaum ibu di Dukuh Mojorejo yang membentuk kelompok wanita tani (KWT). Awalnya hasil budi daya pertanian KWT itu untuk menggali potensi agrowisata. Di tengah pengembangan itu, ada ide untuk pengembangan kampung pecel dan terealisasi pada September 2020.

“Kampung pecel ini dikembangkan dengan modal investasi. Jadi warga diajak untuk berinvestasi satu keluarga minimal Rp100.000 sampai Rp500.000 dan terkumpul sekitar Rp3,2 juta. Kemudian dari hasil investasi itu digunakan modal untuk mengembangkan kampung pecel. Penataan kawasannya dilakukan gotong royong warga dari minta bambu ke tetangga kampung, ngarit sampai ke wilayah Pedan untuk mencari penutup atap,” kata dia.

Baca juga: Mobil Dinas Wabup Klaten 4 Tahun Jarang Dipakai, Ini Wujudnya

Gunadi juga mencontohkan pengembangan kampung lumpang. Di kampung itu, ada rintisan wisata kuliner omah tiwul yang mengelola aneka olahan tiwul.

“Di kampung lumpang itu model pembiayaan dengan infak yang dikumpulkan seikhlasnya. Awalnya hanya terkumpul Rp300.000 kemudian dikembangkan dan penjualan pada hari pertama itu omzetnya bisa mencapai lebih dari Rp1 juta,” kata Gunadi.

Lebih lanjut, Gunadi mengatakan pengembangan potensi kampung lainnya di wilayah Ngerangan masih terus dilakukan. Dia mengatakan pandemi Covid-19 maupun ketiadaan alokasi anggaran tak lantas membuat pengembangan potensi di masing-masing wilayah loyo.

Baca juga: Musim Sadranan, Harga Bunga Mawar di Klaten Naik 400 Persen

Salah satu pengurus Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Ngerangan, Suwarna, juga mengungkapkan pengembangan potensi wisata itu dilakukan bermodal gotong royong serta urunan warga.

Tahun ini, pemerintah desa berencana memberikan dukungan dari gelontoran dana desa ke masing-masing RT yang salah satunya untuk pengembangan potensi di setiap RT.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya