SOLOPOS.COM - Ilustrasi Stunting (Solopos/Whisnupaksa Kridhangkara)

Solopos.com, SRAGEN — Angka kasus stunting di Sragen berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar pada 2018 mencapai 39,32% dari jumlah penduduk di Sragen.

Stunting, menurut laman depkes.go.id, adalah masalah kurang gizi kronis disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Angka stunting tertinggi di Sragen berada di wilayah Kecamatan Gesi yang mencapai 27% dan Mondokan sebanyak 24,2%. Angka stunting Sragen tersebut lebih tinggi daripada angka stunting Provinsi Jawa Tengah yang hanya 33,4% dan nasional 30,7%.

Tingginya angka stunting tersebut mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten.

Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati pernah diundang bersama 104 bupati/wali kota se-Indonesia di Jakarta untuk dimintai komitmen bersama dalam menurunkan angka stunting di daerahnya.

Komitmen itu disampaikan Bupati Sragen dalam Forum Dialog Cegah Perkawinan Anak dalam Rangka Intervensi Prevelensi Stunting yang difasilitasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) di Aula Sukowati Sekretariat Daerah (Setda) Sragen, Jumat (11/10/2019).

Dalam forum dialog itu, Dinas Kominfo Sragen menghadirkan ratusan siswa SMA dan SMK di Kecamatan Sragen Kota dan Karangmalang.

“Ya, angka stunting di Sragen tinggi di atas provinsi dan nasional. Ayo bareng-bareng menurunkan angka stunting. Beberapa hari lalu, saya ke Mondokan dan dialog dengan Puskesmas Mondokan. Ternyata angka stunting di Mondokan itu tertinggi kedua di Sragen dengan persentase 24,2%. Berarti kami harus duduk bersama dan fokus menangani masalah stunting,” ujar Yuni, sapaan akrab Bupati.

Yuni meminta para pelajar SMA/SMK untuk ikut terlibat dalam sosialisasi kepada teman-temannya agar tidak melakukan pernikahan dini karena pernikahan anak itu bisa berpotensi memiliki anak stunting. Dia berharap para pelajar jadi duta untuk mencegah pernikahan dini dan juga menurunkan angka stunting.

Yuni akan menerapkan strategi melokalisasi penanganan stunting di 20 kecamatan dengan target tertentu. Namun hal itu masih dirapatkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sragen. Dia mengatakan apa memulai dengan sesuatu yang ringan tetapi capaian maksimal atau dengan langsung mengintervensi area yang tinggi angka stunting-nya seperti di Mondokan yang sudah kronis.

Nanti untuk kebijakan anggarannya, sebut dia, ada dari pusat, provinsi, dan kabupaten. “Bagi daerah yang berhasil menurunkan angka stunting maka akan mendapat dana insentif daerah (DID),” ujarnya.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sragen, Hargiyanto, menyampaikan Gesi menjadi kecamatan dengan angka stunting tertinggi di Sragen, yakni 27%.

Dia mengatakan penanganan stunting dibutuhkan konvergensi penanganan dengan melibatkan semua organisasi perangkat daerah (OPD).

Hargiyanto berencana membuat lokus di 10 desa dulu dengan angka kasus yang tinggi dalam penanganan stunting. Dia belum bisa bicara soal 10 nama desa tersebut karena masih akan dibahas dalam rapat khusus.

“Ya, mungkin 10 desa itu ada di 7-8 kecamatan. Intervensi yang paling efektif dengan memantau dan pencegahan stunting pada 1.000 hari pertama kehidupan, yakni sejak masa kandungan 270 hari, masa bayi dari usia 0-23 bulan selama 320 hari, dan seterusnya. Penanganan ibu hamil, bayi, dan sanitasi serta faktor pendukung lainnya. Stunting ini ditangani 22 kementerian dan lembaga secara nasional,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya