SOLOPOS.COM - Catur Wiyogo, Penikmat kajian sosial budaya (FOTO/Istimewa)

Catur Wiyogo, Penikmat kajian sosial budaya (FOTO/Istimewa)

Kini, bangsa kita sedang mengalami kemerosotan nilai-nilai persatuan Indonesia yang tecermin pada sikap elite-elite politik negeri ini. “Perkelahian-perkelahian” politik yang cenderung mengesampingkan kepentingan bangsa begitu marak yang pada akhirnya bermuara pada terganggunya upaya untuk menjaga dan melestarikan persatuan.

Promosi Banjir Kiper Asing Liga 1 Menjepit Potensi Lokal

Rakyat akhirnya dapat menilai sendiri seperti apakah kelakuan aparat negara dalam mengelola negeri ini. Rakyat bisa menilai seberapa jauh kejujuran para pejabat. Rakyat akhirnya memiliki persepsi sendiri mengenai integritas pemerintahan.

Negeri ini terus berkutat dalam kendala struktural para pelaku pemerintahan  sehingga di antara mereka sendiri memainkan peran homo homini lupus bagi sesama pejabat dalam kepentingan melindungi kepentingan mereka pribadi.

Kisah perseteruan kepala dan wakil kepala daerah, saling sandera antarpolitisi, saling jegal antarpolitisi atau saling melemahkan atau saling melindungi demi kepentingan politik sesaat adalah contoh nyata homo homini lupus di struktur kenegaraan kita yang jelas menegasikan kepentingan dan eksistensi rakyat.

Di luar lingkaran kekuasaan, penderitaan rakyat semakin jelas terlihat. Kondisi ini sangat  kontras dengan gemerlap kekuasaan seiring intrik politik dalam upaya melanggengkan kekuasaan. Rusaknya suprastruktur moral pejabat atau penyelenggara negara berakibat pada rusaknya infrastruktur sosial dan infrastruktur sebuah negara.

Adanya pejabat negara yang korup, kolusi, dan nepotis pada dasarnya berawal dari sikap mental yang mementingkan diri sendiri, ingin memperkaya diri sendiri, keluarga, kelompok dan golongannya. Begitu juga “konflik” antarlembaga negara yang mengesampingkan kepentingan rakyat pada dasarnya berawal dari sikap individualis-egois yang mengedepankan kepentingan korps dan menafikan kepentingan rakyat.

Padahal lembaga negara merupakan lembaga pelayan yang harus menjunjung tinggi dan mengedepankan kepentingan rakyat. Sikap mementingkan dan mengutamakan diri sendiri dan kelompok adalah sikap individualis-egois dan merupakan salah satu ciri masyarakat modern.

Menurut Talcott Parson, ciri utamanya adalah netralitas efektif yaitu bersikap netral, bahkan dapat menuju sikap tidak memperhatikan orang lain dan atau lingkungan. Orientasi kehidupan masyarakat modern adalah orientasi diri, yaitu lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri.

 

Nilai Moral

Salah satu upaya untuk meminimalkan sikap mementingkan diri sendiri dan golongan adalah dengan menanamkan nilai-nilai moral altruisme kepada para pejabat atau pelayan rakyat. Nilai-nilai altruisme yang sudah tertanam harus dapat terimplementasikan dan tertransformasikan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai pelayan rakyat. Kontrol sosial diharapkan dapat meningkatkan etos para pejabat untuk melayani rakyat 100%.

Secara etimologi, altruisme berasal dari bahasa Prancis yang terdiri dari dua suku kata, yaitu autruiyang berarti orang lain. Kata autrui merupakan turunan dari kata Latin alter yang artinya antara lain loving others as oneself, mencintai orang atau pihak lain sebagaimana mencintai diri sendiri.

Altruisme termasuk sebuah dorongan untuk berkorban demi sebuah nilai yang lebih tinggi tanpa memandang apakah nilai tersebut bersifat manusiawi atau ketuhanan. Kehendak altruis (orang yang mempunyai jiwa altruistis) berfokus pada motivasi untuk menolong sesama atau niat melakukan sesuatu untuk orang lain tanpa pamrih.

Auguste Comte dalam sebuah karyanya yang berjudul Catechisme Positiviste mengatakan bahwa setiap individu memiliki kehendak moral untuk melayani kepentingan orang lain atau melakukan kebaikan kemanusiaan tertinggi (greater good of humanity). Kehendak hidup untuk sesama merupakan bentuk pasti moralitas manusia yang memberi arah suci dalam rupa naluri untuk melayani yang lain dan menjadi sumber kebahagiaan dan karya.

Pernyataan Comte ini diklaim sebagai cikal bakal altruisme dalam dunia filsafat. Filsuf Sir Charles Arlington mengemukakan bahwa bekerja sama telah terbukti lebih berhasil daripada berkompetisi dalam proses evolusi. Dalam hal ini, altruisme merupakan sebuah doktrin etis yang diidealkan dalam ajaran-ajaran agama yang mengarah pada pemahaman dan kesadaran bahwa sesama manusia harus dikasihi.

Altruisme berarti lebih mengutamakan orang lain daripada diri sendiri dan bahkan harus menafikan diri demi mendahulukan orang lain. Jadi, altruisme dimanifestasikan dengan melayani orang lain dengan menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingannya sendiri. Ciri utama moralitas altruistis adalah pengorbanan. Pengorbanan ini dengan memberikan bantuan kepada orang atau pihak lain, meskipun pada dasarnya diri sendiri membutuhkan, akan tetapi lebih mengutamakan orang lain.

 

Tugas

Meskipun demikian, menurut Imam Sutomo (2008), altruisme ekstrem dalam konteks kehidupan masyarakat moral tidaklah selaras dengan tuntutan, harkat dan eksistensi manusia, maka altruisme harus mengedepankan kesetaraan baik pada diri sendiri maupun orang lain dalam tindakan atau aturan. Pengorbanan yang dilakukan sebagai upaya saling membantu dalam kehidupan masyarakat plural tidaklah harus kehilangan jati diri, harkat dan martabat kemanusiaannya.

Dalam menjalankan tugas, seorang pejabat digaji atau mendapatkan imbalan. Lalu bagaimana transformasi nilai altruisme oleh pejabat negara, seperti anggota DPR, presiden, menteri, kepala daerah, hakim jaksa, polisi dan lain sebagainya yang notabene mereka mendapat imbalan dari apa yang diperbuat meskipun sering mengabaikan kepentingan rakyat?

Kewajiban moral para pejabat negara untuk mengedepankan kepentingan rakyat sering terabaikan. Dan kewajiban yang harus dilaksanakan tersebut sering kali dikomersialkan lagi demi kepentingan pribadi. Transformasi dan implementasi kewajiban moral altruisme bagi pejabat negara adalah dengan tidak menjadikan materi sebagi tujuan utama dalam menjalankan kewajiban.

Materi atau gaji hendaknya dipandang sebagai konsekuensi logis. Tujuan utama menjalankan pekerjaan, tugas dan kewajiban adalah untuk menyenangkan dan memuaskan rakyat. Jangan sampai materi dijadikan sebagi tujuan utama, apalagi sampai bertujuan untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan dalam rangka mencapai jabatan tertentu.

Masalahnya, dalam menjalankan tugas, tanggung jawab dan kewajiban ini pejabat negara tidak jarang mencari keuntungan di luar gaji yang setiap bulan  mereka terima. Akhirnya muncul suap menyuap, korupsi dan pelanggaran-pelanggaran yang mengorbankan kepentingan rakyat yang seharusnya diperjuangkan dan diutamakan.



Oleh karena itu, tanamkanlah nilai-nilai altruisme dalam jiwa dan hati dan implementasikanlah nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai pelayan rakyat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya