SOLOPOS.COM - Guntur Wahyu Nugroho. (istimewa)

Solopos.com, SOLO -- Keberadaan virtual police atau polisi virtual Polresta Solo yang mengawasi berbagai platform media sosial (medsos) diusulkan untuk dibubarkan saja.

Sebab keberadaan tim khusus dunia maya tersebut dinilai berpotensi membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi warganet. Pendapat itu disampaikan Aktivis Forum Kota Solo, Guntur Wahyu Nugroho, Selasa (16/3/2021).

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

“Saya tidak setuju dengan adanya virtual police ini, dibubarkan saja. Jadi kalau saya lihat, keberadaan tim ini berpotensi membungkam kebebasan berekspresi dan berpendapat masyarakat. Cotho no, opini kok diadili,” tuturnya.

Baca Juga: Ditanya Akun IG Selvi Ananda, Wali Kota Solo Gibran Malah Mention Akun Lisa Blackpink

Berdasarkan pengamatan Guntur polisi virtual Polresta Solo ini setidaknya sudah dua kali beraksi. Kali pertama dalam kejadian pengguna medsos yang berkomentar adanya jatah bulanan untuk kepolisian dari prostitusi di Kestalan.

Kali kedua terjadi baru-baru saja terkait komentar warganet yang menyebut Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, tidak tahu apa-apa dengan sepak bola. Warganet asal Slawi, Tegal, itu menuding Gibran hanya tahu dikasih jabatan.

“Polisi mengembangkan asumsi-asumsi sendiri, opini itu bohong. Saya melihat ada peluang polisi bisa memperkarakan opini. Masa opini diadili. Ini bisa berpengaruh kepada kebebasan beropini, bisa merugikan masyarakat,” terangnya.

Baca Juga: Klaten Belum Berani Gelar Uji Coba Sekolah Tatap Muka, Ini Sebabnya

Kebakaran Jenggot

Guntur menilai sosok Gibran sebagai Putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wali Kota Solo sudah sewajarnya mendapat kritik dan masukan. Bila tidak mau dikritik dan diberi masukan menurutnya Gibran tidak usah menjadi pejabat publik.

Sepengamatan Guntur, Gibran sebenarnya tidak masalah dengan berbagai kritik dan masukan yang dialamatkan kepadanya. Karenanya, menurut Guntur, jajaran Polresta Solo lewat polisi virtual tidak perlu merasa kebakaran jenggot atau dengan fenomena itu.

“Kita bermedsos harusnya dengan riang gembira. Bila sithik-sithik netizen ditegur, dikirim DM polisi virtual, membuat pengakuan tak akan mengulangi, itu terlalu berlebihan. Saya baca di IG, bagi saya itu biasa lah. Yang melebihkan polisi,” urainya.

Baca Juga: Pendaftar UMKM Virtual Expo 2021 Didominasi 3 Usaha Ini, Bisnismu Termasuk?

Ihwal aktivitas warganet di medsos, menurut Guntur, memang perlu untuk diperhatikan. Seperti bila ada yang tidak benar agar diluruskan dan diberikan pemahaman. Tapi bila masih ngeyel, Guntur menilai tak perlu sampai dibawa polisi.

“Saya membela kebebasan berpendapat, beropini. Bila ada yang salah bisa diluruskan, tidak benar diberikan pemahaman. Bila mereka ngeyel, ya enggak apa-apa, namanya berbeda pendapat. Enggak banget bila diproses hukum,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya