SOLOPOS.COM - Suasana Kompleks Gedoeng Djoeang ‘45, Jl. Mayor Sunaryo, Kelurahan Kedunglumbu, Pasar Kliwon, Solo, Jumat (20/9/2019). (Solopos-Mariyana Ricky P.D.)

Solopos.com, SOLO — Kompleks Gedoeng Djoeang ’45 di Jl. Mayor Sunaryo, Kelurahan Kedunglumbu, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, dibuka untuk umum mulai Jumat (20/9/2019) petang. Selanjutnya sebagai tahap uji coba, gedung yang dibangun pada 1880 itu bisa dikunjungi setiap hari pukul 17.00 WIB-24.00 WIB.

Pantauan , puluhan orang hilir mudik di dalam Kompleks Gedoeng Djoeang ’45 Solo. Mereka berfoto, mengambil sudut terbaik untuk mengabadikan gambar. Fasad khas bangunan bergaya indische itu seolah melebur dengan taman sekitarnya. Bangku berjumbai bunga, rumput sintetis, dan lampu taman ala Eropa mengisi ruang demi ruang. Tak lupa, bentangan lampu warna-warni kian melengkapi pesonanya. Di bagian belakang gedung, terdapat patung unik yang tergantung pada seutas tali.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Penanggung jawab Gedoeng Joeang ‘45 sekaligus Pengelola Beteng Trade Center Solo, Hendri Purwantoro, mengatakan transformasi gedung tersebut merupakan bagian dari revitalisasi. Pembukaan yang dilakukan Jumat ini merupakan kali pertama setelah beberapa waktu tertutup untuk umum.

“Nantinya akan ada restoran, juga menjadi lokasi event. Tapi, tenantnya apa saja belum ada kepastian. Ini kami uji coba buka setiap hari pukul 17.00 WIB-24.00 WIB. Gratis. Namun, pada pekan depan akan ada penutupan karena digunakan untuk persiapan event Solo Batik Fashion,” kata dia, kepada , Jumat.

Ekspedisi Mudik 2024

Direktur PT Andalan Property Solo itu mengatakan revitalisasi tak mengubah bangunan asli yang termasuk cagar budaya. Penataan hanya menyasar taman di sekitarnya. Seluruhnya bertema Eropa, menyesuaikan bangunan utama.

“Ide intinya adalah membikin kompleks hang out milenial. Tempat ini kan sudah lama mati, kami coba hidupkan, pelan-pelan. Pengunjung bisa berfoto karena kami sudah siapkan banyak spot,” tuturnya.

Suasana Kompleks Gedoeng Djoeang ‘45, Jl. Mayor Sunaryo, Kelurahan Kedunglumbu, Pasar Kliwon, Solo, Jumat (20/9/2019). (Solopos-Mariyana Ricky P.D.)

Suasana Kompleks Gedoeng Djoeang ‘45, Jl. Mayor Sunaryo, Kelurahan Kedunglumbu, Pasar Kliwon, Solo, Jumat (20/9/2019). (Solopos-Mariyana Ricky P.D.)

Pengembangan ke depan, Hendri mengaku bakal membuat semacam coworking space sebagai wadah anak muda. Saat ditanya nominal yang dibutuhkan untuk revitalisasi, Hendri menolak menjawab. Ia juga belum memiliki rencana menarik tiket untuk masuk ke area Gedoeng Djoeang.

Sejumlah fasilitas tersedia di antaranya musala dan toilet. Bagian yang boleh dijelajahi pengunjung hanya pada bagian taman. Bagian dalam ruangan baik lantai dasar maupun lantai satu masih ditutup untuk pengunjung.

Salah satu pengunjung, Siti Anisa, 18, mengaku puas dengan sejumlah spot foto yang tersedia. Di antaranya, patung tentara Belanda abad pertengahan dan meriam mini.

“Ada dua patung di dua pintu masuk menuju taman belakang. Keduanya tergantung. Baru kali ini lihat seperti itu. Saya tahu lokasi ini dari media sosial. Sudah penasaran dari dulu, baru kesampaian karena dibukanya baru sekarang. Bangunannya banyak jendela, seperti Lawang Sewu. Bagus,” kata warga Desa Ngringo, Kecamatan Jaten, Karanganyar itu.

Ketua Dewan Harian Cabang (DHC) 45 Solo, Soedjinto, mengatakan Gedoeng Djoeang ‘45 didirikan pada tahun 1880 oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada awalnya pembangunan gedung tersebut digunakan sebagai bangunan sekolah dan asrama sebagai pelengkap kompleks militer Benteng Vastenburg yang berada tak jauh di depannya.

Di masa pendudukan Jepang, gedung tersebut sempat dikuasai oleh pasukan Nipon dengan sebutan Senkokan. Setelah berhasil direbut kembali pada masa kemerdekaan, secara berturut-turut gedung tersebut digunakan sebagai panti asuhan, markas kesatuan TNI, kantor pengurus DHC ’45, hingga seperti sekarang ini.

Gedung yang dimiliki oleh Kementerian Pertahanan itu masuk daftar Bangunan Cagar Budaya (BCB) Kota Solo. Sementara Monumen Laskar Putri Surakarta dibangun sebagai penanda sejarah keikutsertaan kaum wanita dalam perjuangan serangan 4 hari tanggal 7-11 Agustus 1949.

“Salah satu anggota laskar tersebut adalah Ibu Tien Soeharto. Tugas Laskar Putri Surakarta seperti yang tercantum pada monumen adalah latihan kemiliteran, memasak di dapur umum bagi para pejuang, dan membantu tenaga kesehatan di pos PMI. Laskar Putri Surakarta dibentuk 11 Oktober 1945,” kata dia, dihubungi terpisah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya