SOLOPOS.COM - Project Manager Yayasan Harmoni Warna Dunia, Albertin Yesica Stevani T (kanan), bersama Pengelola Hidroponik RT 005 dan RT 006, Sunardi, memanen sayur hidroponik saat tanam kali pertama beberapa waktu lalu. (Istimewa/Dokumentasi Yayasan Harmoni Warna Dunia)

Solopos.com, KARANGANYAR — Program budidaya sayuran tanpa menggunakan tanah tetapi memanfaatkan air atau hidroponik menjadi salah satu kegiatan Yayasan Harmoni Warna Dunia dalam rangka memanfaatkan pekarangan rumah. Yayasan Harmoni Warna Dunia bersama kader membangun demplot sebagai media belajar budidaya sayuran hidroponik.

Demplot dibangun di lahan kosong yang dahulu dipakai warga untuk menimbun sampah. Project Manager Yayasan Harmoni, Albertin Yesica Stevani T, menyampaikan program pemanfaatan pekarangan rumah melalui hidroponik berjalan dua bulan.

Promosi Liga 1 2023/2024 Dekati Akhir, Krisis Striker Lokal Sampai Kapan?

Pada awal program, mereka bekerja sama dengan salah satu komunitas hidroponik di Soloraya. Sika, sapaan akrabnya, menuturkan kader tertarik. Mereka membuat instalasi dan rumah hidroponik ukuran 4 meter x 6 meter di belakang rumah kader RT 006.

Rumah hidroponik dikelola kader RT 005 dan RT 006. "Kader tertarik belajar bikin rumah hidroponik, instalasi, jarak lubang di instalasi. Kami ingin mengubah pola pikir warga tentang pemanfaatan pekarangan rumah. Ke depan, warga mau meniru. Minimal bisa mengurangi belanja sayur karena panen di rumah," kata Sika saat berbincang dengan wartawan, Senin (23/9/2019).

Ketua Kampung Pro Iklim Dusun Karangkidul, Suyono, mengungkapkan pemanfaatan pekarangan rumah dengan hidroponik lebih menguntungkan dibandingkan menanam sayur menggunakan media tanah. Dalam waktu dekat, mereka akan menambah satu lagi rumah hidroponik yang dikelola kader RT 007 dan RT 008.

Suyono menyampaikan kader dan warga belajar hal baru tentang hidroponik. "Hasil [hidroponik] bagus dan tidak membutuhkan lahan luas. Kami manfaatkan lahan pembuangan sampah agar tidak terlihat kumuh. Memang belum banyak warga tahu hidroponik. Ini diperkenalkan lewat pemasaran panen. Respons lumayan karena ada yang pesan sayur hidroponik lagi," tutur Suyono.

Harga sayur dihitung per netpot. Satu netpot kangkung berisi 5-8 batang dengan harga Rp2.000 sedangkan satu netpot pokcoy hanya berisi satu pokcoy Rp2.500 Rp3.000.

Suyono berangan-angan dapat memasarkan hasil hidroponik ke rumah makan. Tetapi terkendala jumlah barang dan keteraturan pasokan. Hal senada juga disampaikan pengelola hidroponik RT 005 dan RT 006, Sunardi.

Dia berharap makin banyak warga tertarik memanfaatkan pekarangan rumah dengan hidroponik sehingga pekarangan rumah lebih asri sekaligus mengurangi belanja kebutuhan dapur. Tetapi bertanam dengan sistem hidroponik tidak segampang yang dibayangkan terutama saat kemarau. Mereka harus memastikan tanaman cukup air dan sinar matahari.

"Ini sedang tahap pengembangan dan sosialiasi kepada warga. Kami juga menghadapi tantangan musim kemarau. Ini panas, tanaman bisa kering kalau tidak dijaga. Kami serius mengelola hidroponik sebagai contoh bagi warga lain. Kami masih ingin belajar penyemaian dan perawatan, pemberian nutrisi, penanggulangan serangan hama,"ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya