SOLOPOS.COM - Rumah kuno yang diyakini merupakan peningalan Kepala Desa pertama Sono, Mondokan, Sragen. Foto diambil Sabtu (5/11/2022). (Solopos/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGENRumah kuno di Dukuh Mburas, Desa Sono, Kecamatan Mondokan, Kabupaten Sragen, menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Mondokan. Rumah itu dikenal warga setempat sebagai rumah Kepala Desa (Kades) pertama Desa Sono yang bernama Kromoijoyo.

Rumah itu berbentuk joglo limasan dengan regol kecil yang lokasinya masih asli sempai sekarang. Terasnya menjorok ke depan. Kemudian masuk ke ruang tamu atau semacam pendapa tertutup yang luas.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Bagian rumah induk di belakang memiliki struktur lantai lebih tinggi. Bangunan utama rumah itu konon ceritanya berupa pendapa pemberian Bupati pertama Sragen. Kemudian di bagian belakang  ada senthong atau bilik yang panjang.

Di senthong rumah kuno di Mondokan, Sragen, itu lah terdapat amben kayu kuno yang konon dibuat pada 20 Mei 1808 yang artinya sekarang sudaha berumur 214 tahun. Amben kayu jati itu masih utuh dan tanggal pembuatannya masih terlihat di bagian sudut depan kiri amben itu.

Di senthong itu juga ada kotakan bertingkat berbentuk seperti candi terbuat dari kayu yang di bagian atas terdapat mahkota. Pemegang kunci rumah itu, Parno, menyebut benda kayu itu dengan sebutan makuta atau mahkota.

Baca Juga: Lokasi Temuan Harta Karun Emas di Wonoboyo Klaten Ternyata bakal Diterjang Tol

Ada dua amben lagi di dalam bangunan utama itu yang menurut Parno dibuat pada masa yang sama dengan amben dengan angka tahun 1808 tersebut.

rumah kuno sragen
Amben berusia 214 tahun di rumah kuno peningalan kepala desa pertama Sono, Mondokan, Sragen. oto diambil Sabtu (5/11/2022). (Solopos/Tri Rahayu)

“Bangunan utama di belakang ini dulunya pendapa Kabupaten Sragen. Yang memberikan dulu dari cerita simbah itu Bupati Sragen yang pertama. Namun, siapa nama Bupatinya tidak disebutkan. Pendapa itu diberikan kepada Mbah Lurah pertama di Desa Sono ini bernama Mbah Kromoijoyo,” ujar Parno saat berbincang dengan Solopos.com, Sabtu (5/11/2022).

Pemegang kunci rumah kuno di Mondokan, Sragen, itu melanjutkan setelah Kromoijoyo meninggal dilanjutkan lurah atau kades berikutnya yang juga putra Mbah Kromoijoyo bernama Tata Toto Wiryono. Tata menjabat sejak 1928 sampai 1977 atau selama 49 tahun.

“Pada zaman dipimpina Mbak Toto Wiryono, rumah ini pernah digunakan untuk tinggal Jenderal Gatot Subroto saat berperang melawan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan,” jelas Parno.

Baca Juga: Selain Lorong Bawah Tanah, Diyakini Ada Banyak Bungker di Laweyan Solo

Bungker Persembunyian Warga

Parno menerangkan Mbah Kromoijoyo itu memiliki sebutan lain, yakni Mbak Blenduk. Dia mengungkapkan pada saat itu ada bungker juga yang lokasinya di depan rumah sisi kanan tetapi bungker itu sudah ditutup.

“Dulu bungker itu digunakan untuk persembunyian warga. Sekarang rumah ini tidak ada yang menghuni. Rumah ini memiliki dapur yang luas. Dulu juga ada kandang kudanya karena kendaraan Mbah Kromoijoyo itu kuda. Selain itu ada empat kursi goyang. Pada malam Jumat tertentu, salah satu kursi ini bergoyang sendiri,” jelasnya.

Tim pemerhati sejarah Mondokan yang dipimpin Camat Mondokan, Sragen, Agus Endarto, melihat langsung kondisi bangunan rumah kuno yang masih kokoh itu. Dalam observasinya, Agus menggandeng Yayasan Palapa Mendira Harja Sragen.

Seorang anggota Yayasan Palapa Mendira Harja Sragen, Bambang Purwanto, menemukan fondasi batu yang cukup panjang dan luas. Dia menduga rumah utama pada masa Mbak Kromoijoyo kemungkinan di bekas fondasi yang terletak di dekat regol masuk.

Baca Juga: 6 Rumah Rusak dan 7 Pohon Tumbang Akibat Angin Kencang di Sragen

Dia menyakini di rumah ini lah yang sebenarnya merupkan tempat tinggal ayahanda Nyi Ageng Serang yang tidak lain Pengeran Panembahan Notoprojo. Saat kecil, Nyi Ageng Serang  bernama Raden Ayu Jayakusuma atau Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih.

Rumah ini ada kaitannya dengan Punden Sono yang berjarak sekitar 2 km dari lokasi rumah. Bambang menerangkan di punden itu ada cerita rakyat tentang selendang Nyi Ageng Serang yang di dalamnya diisi tanah kemudian dilemparkan lalu menjadi bukit. Di atas bukit itu ada petilasan yang dikenal dengan nama Punden Sono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya