SOLOPOS.COM - Salah satu luweng di Gunung Pegat, Kecamatan Bayar, Klaten, Jawa Tengah. (Detik.com)

Solopos.com, KLATEN – Luweng atau sumur di gunung bukan hanya berada di Wonogiri dan Gunungkidul yang termasuk jajaran Pegunungn Sewu. Luweng juga bisa ditemukan di kawasan Gunung Pegat, Klaten Jawa Tengah.

Di bawah gunung itu terdapat lima luweng  yang merupakan peninggalan zaman Belanda. Gunung yang berlokasi di perbatasan Desa Jotangaan dan Krakitan, Kecamatan Bayar, Klaten, itu ternyataa menyimpan bangunan kuno.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Gunung Pegat itu menyimpan lima luweng yang dibangun sejak sebelum Indonesia merdeka. Dari kelima luweng, tiga berbentuk bulat dan dua lainnya kotak.

Baca juga: Hebat! 20 Makanan dan Minuman Olahan Produksi UMKM Klaten Tembus Toko Modern

Ekspedisi Mudik 2024

Dikutip dari Detik.com, MInggu (2/5/2021).  luweng di Desa Jotangan yang paling besar dan dalam. Mulut luweng yang berada di tengah hutan jati memiliki diameter sekitar 15 meter dan kedalaman sekitar 50 meter.

"Sumurnya itu ada lima. Menurut cerita itu dulu dibuat zaman penjajahan Belanda untuk saluran air," ungkap salah satu warga Desa Jotangan, Haryanto.

Luweng di sekitar Gunung Pegat itu memiliki ukuran yaang berbeda-beda. "Yang besar cuma satu, dekat kandang ayam ada juga tapi lebih Kecil. Yang lainnya ke bawah bentuknya tidak bulat tapi kotak," sambung Hariyanto.

Sementara itu warga Desa Krakitan, Kasiman, mengatakan luweng itu bagian dari jaringan saluran air. Air dari rawa dialirkan lewat saluran di bawah gunung.

"Air dari rawa dialirkan ke Kecamatan Cawas sampai Pedan untuk pertanian dan pabrik gula. Luweng itu mungkin pintu untuk kontrol jika ada kerusakan," kata Kasiman.

Baca juga: Imam Positif Covid-19, 1 Masjid di Banmati Sukoharjo Ditutup

Kasiman menambahkan tidak ada orang yang berani turun atau bermain di sekitar luweng Gunung Pegat tersebut. Dia juga tidak tahu persis kapan luweng itu dibuat.

"Tahun berapa dibuat saya tidak tahu. Mungkin zaman orang tua saya masih kecil," ungkap Kasiman

Sementara itu warga Dusun Brumbung, Desa Krakitan, Surip (56), menuturkan berdasarkan cerita orang tuanya, luweng dan saluran dibuat sebelum tahun 1945. Alat bornya dulu diletakkan di belakang rumahnya

"Cerita bapak saya dulu bor dan dinamitnya di belakang rumah itu. Caranya diledakkan dan bor bergerak mengeruk tanah," terang Surip.

Baca juga: 4 Takjil Favorit Warga Soloraya, Mana Kesukaanmu?

Saluran Air

Surip menambahkan lueng di Gunung Pegat itu merupakan pintu konttrol aliran air dari Rawa Jombor. Dinding saluran air itu dibuat dari tembok dengan panjang sekitar 500 meter.

"Yang tembok cuma sekitar 500 meter. Lainnya yang ke timur atap dan dindingnya batu gunung asli tapi kuat, saya tahu karena saat kecil pernah masuk," ungkap Surip.

Kabid Kebudayaan Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Pemkab Klaten, Yuli Budi Susilowati, mengatakan luweng itu adalah saluran air peninggalan kolonial Belanda yang melewati terowongan di bawah gunung. Panjangnya sekitar 1-1,5 kilometer

"Panjang diperkirakan 1 atau 1,5 kilometer dengan lima celah udara yang mirip sumur. Salah satunya sangat besar dengan diameter diperkirakan 10 meter," terang Yuli

Luweng itu berfungsi mengalirkan air dari rawa ke areal persawahan di sektaar Cawas dan Pedan. "Proyek itu dimulai sekitar tahun 1911 dan diperkirakan selesai 1924. Jumlahnya ada lima sumur," pungkas Yuli.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya