SOLOPOS.COM - Penampakan Tugu Ganesha di simpang tiga tak jauh dari Kampung Kliteh, Sragen, Rabu (4/8/2021). Seorang Tentara Pelajar meninggal dunia di lokasi dalam pertempuran mempertahankan Kemerdekaan Indonesia pada Agresi Militer II 1948. (Solopos/Moh. Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN — Pertempuran antara pejuang melawan Belanda dalam mempertahankan Kemerdekaan Indonesia pecah di beberapa lokasi Kabupaten Sragen. Pertempuran itu terjadi pada masa Agresi Militer I dan II pada 1947 hingga 1948.

Hasil penelurusan Solopos.com, pertempuran antara pejuang kemerdekaan melawan pasukan Belanda itu pecah di enam lokasi berbeda. Berikut perinciannya:

Promosi Gelar Festival Ramadan, PT Pegadaian Kanwil Jawa Barat Siapkan Panggung Emas

1. Pabrik Gula (PG) Mojo

PG Mojo yang didirikan Willibald Dagobert van Nispen pada 1883 pernah menjadi markas pasukan Belanda. Setidaknya terdapat tiga kompi pasukan Belanda yang berada di kompleks PG Mojo. Mereka tergabung dalam Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL) dan Korps Speciale Troepen (KSP) atau pasukan khusus Belanda.

Baca Juga: Duh! Balai Desa Doyong Sragen Dibobol Maling, Seperangkat Komputer Raib

“Pada Agresi Militer II, pejuang berkali-kali menyerang pasukan Belanda yang bermarkas di PG Mojo. Titik pengintaian pejuang berada di kebun tebu yang sekarang berubah jadi Pusat Kuliner Veteran. Di tempat ini pernah berdiri, Gedung Joeang 45,” terang pegiat Sragen Tempo Doeloe (Stedo), Johny Adhi Aryawan, kepada Solopos.com, Rabu (4/8/2021).

2. Kliteh

Kliteh merupakan nama salah satu kampung di sebelah timur Alun-Alun Sasana Langen Putra Sragen. Di sebelah timur kampung itu terdapat simpang tiga yang menjadi titik temu Jl WR Supratman dan Jl Tentara Pelajar.

Selain itu terdapat Tugu Ganesha Sragen yang dibangun untuk menandai terjadinya pertempuran antara Tentara Pelajar dengan pasukan Belanda di lokasi.

Baca Juga: PPKM Level 4 Diperpanjang, Bupati Sragen Akui Suhu Masyarakat Bisa Naik

“Dulu di Kliteh pernah terjadi insiden penembakan yang menewaskan satu tentara pelajar dari BE-17. Itu sebabnya, jalan tempat insiden itu terjadi dinamai Jl Tentara Pelajar,” kata mantan Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Sragen, Maryoto, kepada Solopos.com pada Maret 2020 lalu.

3. Buk Abang Sidoharjo

Istilah buk merujuk pada beton yang biasa dipakai sebagai penanda di bawah jalan itu ada gorong-gorong atau saluran irigasi. Buk Abang berlokasi di jalan Sragen-Gabugan tak jauh dari underpass Jalan Tol Solo-Kertosono.

“Lokasi buk ini menjadi tempat eksekusi pejuang yang tertangkap oleh pasukan Belanda. Abang berarti merah. Sebab, buk itu dulu pernah berwarna merah karena darah pejuang berceceran di lokasi setelah dieksekusi mati pasukan Belanda,” jelas Johny Adhi Aryawan, yang juga Kasi Sejarah dan Tradisi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sragen.

Baca Juga: Tiba di Sragen, Vino dan 2 Bocah Yatim Piatu Akibat Covid-19 Langsung Disambut Bupati 

4. Jetis

Jetis merupakan salah satu desa di Kecamatan Sambirejo, Sragen. Saat ini, Jetis lebih dikenal sebagai Desa Wisata dengan produk unggulan hasil pertanian organik bersama Desa Jambeyan dan Sukorejo.

Desa yang berada di kaki Gunung Lawu itu ternyata menyimpan cerita sejarah. “Ceritanya dulu ada pasar, sekarang namanya Pasar Kawak. Waktu itu, ada pasaran, banyak orang, pedagang, penggembala sapi, dan petani yang bercocok tanam. Tahu-tahu, lokasi itu dibombardir oleh pasukan Belanda,” ujar Kades Jetis, Sumiyar.

Sumiyar menambahkan Belanda menjatuhkan beberapa bom. Ada yang meledak, ada yang tidak meledak. Masyarakat pun lari pontang panting. “Tapi, saya konfirmasi ke orang tua dulu, tidak ada korban. Ada warga yang bersembunyi di pabrik karet dari PTPN IX Kepoh. Mereka semua selamat,” ujarnya.

Baca Juga: Baru Dibeli, Mobil Damkar Sragen Langsung Beraksi Padamkan Kebakaran Lahan Tebu Seluas 1 Ha

5. Jambeyan

Saat pasukan tempur TNI Divisi Siliwangi melakukan long march menuju Jawa Timur, mereka singgah di Desa Jambeyan. Jambeyan merupakan salah satu onderan atau distrik wilayah yang dikuasi salah satu tokoh Belanda bernama Tuan Pool.

Saat pasukan Siliwangi datang, mereka mendapat serangan dari pasukan Belanda. Warga Jambeyan, Sugiyono, 43, mengatakan ayahnya yang bernama Cipto Wiyono, 87, merupakan salah satu saksi sejarah pertempuran pejuang melawan Belanda di lokasi di Jambeyan, Sragen itu.

“Beliau lahir 1935. Menurut penuturan beliau, pasukan Siliwangi dan warga sekitar bersembunyi di Gunung Tugel untuk menyelamatkan diri. Pasukan Belanda biasa menyerang dari Ngrambe [Ngawi], Blimbing dan Gondang. Saat bersembunyi di Gunung Tugel, mereka aman. Di sebelah barat Waduk Gebyar dulu pernah ditemukan sebuah roket tank tempur pasukan Belanda,” ucap Sugiyono.

Baca Juga: Memakan Korban Jiwa, Tim Gabungan Copoti Jebakan Tikus di Ngrampal Sragen

6. Saren

Saren merupakan nama sebuah desa di Kecamatan Kalijambe, Sragen. Dalam bahasa Jawa, saren berarti darah. Namun, ada pula yang menyebut Saren berasal dari kata sarean atau tempat peristirahatan.



Pada zaman penjajahan, daerah Kalijambe jadi pusat pertahanan pejuang. Belanda yang datang dari Pantura dicegat di Kalijambe. Batasnya adalah Kali Cemoro di Kalioso. Pertempuran besar antara pejuang melawan Belada terjadi di lokasi wilayah Sragen itu, ratusan pejuang Hizbullah meninggal dunia.

“Dari cerita lisan, saren memang diartikan sebagai ceceran darah. Di Saren memang ada banyak makam pejuang Hizbullah. Saren bisa berarti sare atau istirahat. Desa itu jadi tempat peristirahatan terakhir pejuang Hizbullah,” tambah Johny Adhi Aryawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya