SOLOPOS.COM - Sejumlah wisatawan dan warga mengunjungi Taman Sriwedari, Kamis (19/5/2016). Kawasan cagar budaya itu pernah menghelat kongres besar Sarekat Islam (SI), pelopor pergerakan nasional, pada Maret 1913. (Dok/Solopos)

Wisata Solo, sejumlah kalangan meminta ada Monumen Sarekat Islam di Sriwedari.

Solopos.com, SOLO–Sejumlah kalangan mengusulkan pembangunan monumen Sarekat Islam (SI) di Sriwedari. Monumen itu untuk memeringati kongres besar SI yang menjadi peletak pergerakan nasional.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sesepuh Laweyan yang gemar meneliti sejarah SI, Suwardi, 67, mengatakan Solo menjadi kota yang vital bagi SI dalam memelopori pergerakan nasional. Menurut Suwardi, kongres kedua SI yang digelar 23 Maret 1913 di Sriwedari menjadi awal mula gerakan penyetaraan kaum pribumi.

Ekspedisi Mudik 2024

“Waktu itu ada undang-undang yang menyatakan kaum Islam atau pibumi lebih rendah dibanding keturunan Eropa. Bumiputra sering disebut bangsa kelas kambing,” ujarnya saat ditemui Solopos.com di rumahnya di Sondakan, Jumat (20/5/2016).

Suwardi mengatakan kongres Sriwedari mampu menghimpun ribuan rakyat untuk berani mengubah nasib. Saat itu kongres juga menetapkan putra Solo, Haji Samanhudi, sebagai Presiden SI. Setelah kongres Sriwedari, imbuhnya, gerakan SI semakin menasional dengan puncaknya meraih 2 juta anggota pada 1919. “Mestinya di Sriwedari ada monumen yang memeringati pergerakan SI. Monumen ini penting agar warga Solo mengetahui sejarah kotanya,” ucap Ketua LPMK Sondakan itu.

Menurut Suwardi, belum banyak warga yang mengetahui Sriwedari menorehkan jejak politik dalam sejarah pergerakan nasional. Dia mendorong pemerintah mengkaji pendirian monumen SI di kawasan cagar budaya tersebut. “Ini memang baru sebatas gagasan. Namun alangkah baiknya Pemkot merespons usulan warga.”

Sejarawan Solo, Heri Priyatmoko, menyebut ingatan kolektif warga terhadap Sriwedari selama ini cenderung terbatas pada ruang hiburan seperti kebon rojo (kebun binatang) hingga Gedung Wayang Orang Sriwedari. “Padahal tempat itu pernah menjadi ruang politik pribumi untuk melawan kesewenangan penjajah,” ujarnya.

Heri menilai perjuangan SI yang lahir pada 1912 (sebelumnya bernama Sarekat Dagang Islam, lahir 1911) layak diabadikan dalam sebuah monumen di kota yang membesarkannya, Solo. Dia berpandangan sengketa lahan Sriwedari mestinya tidak menjadi halangan untuk mewujudkan penanda sejarah tersebut.

“Justru dengan monumen ini, pihak berkonflik diingatkan ada sejarah besar di tempat yang mereka persengketakan,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya