SOLOPOS.COM - Pengunjung berselfie di acara Festival Payung Indonesia 2015, Taman Balekambang, Solo, Jumat (11/9/2015). Acara Festival Payung Indonesia 2015 ini menarik perhatian pengunjung karena dihiasi dengan banyaknya payung yang digantung di seluruh area Festival. (JIBI/Solopos/Abdul Aziz Prastowo)

Wisata Solo akan dimeriahkan lagi dengan Festival Payung Indonesia di Taman Balekambang.

Solopos.com, SOLO — Era media sosial menuntut pengelola festival dan kegiatan budaya untuk lebih inovatif mengolah visual tempat penyelenggaraan acara. Pengelola acara pun tak pelit jor-joran untuk mengalokasikan anggaran untuk mempercantik tampilan lokasi penyelenggaraan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pada penyelenggaraan Festival Payung Indonesia 2016 yang digelar di Taman Balekambang, Jumat-Minggu (23-25/9/2016) misalnya, pengelola sengaja memberikan perhatian lebih untuk pembuatan instalasi payung di sekitar lokasi.

Ratusan payung dan instalasi bambu ditata di sekitar venue kegiatan, antara lain di area pintu masuk, teater terbuka, sekitar patung Partinah Bosch, dan sisi timur kantor pengelola. Pemasangan dilakukan sepekan menjelang penyelenggaraan festival.

Ketua Penyelenggara Festival Payung Indonesia 2016, Heru Prasetya, mengungkapkan pihaknya mengalokasikan 25% dari total anggaran penyelenggaraan festival untuk menyolek tampilan tempat penyelenggaraan festival. “Hampir seperempat dana tersedot untuk penggarapan visual venue,” kata Heru tanpa menyebut total anggaran, saat ditemui Solopos.com di Taman Balekambang, Selasa (20/9/2016).

Heru berpendapat penyelenggaraan festival dan karnaval sejak tiga tahun belakangan tidak bisa hanya mengandalkan konsep yang kuat untuk mengikat penonton.

“Selain konsep, roh acara ada di visual. Sekarang ini kita dituntut untuk kreatif menampilkan sesuatu yang kuat secara konsep dan menarik didokumentasikan. Sekarang zamannya cultural visual,” ujarnya.

Lebih lanjut disampaikan Heru, keberadaan media sosial sangat efektif untuk mempopulerkan sebuah acara. “Penyelenggara harus bisa memanfaatkan media sosial. Masyarakat gemar sekali mengunggah foto lewat media sosial. Ini menjadi medium promosi yang paling efektif untuk menyukseskan acara saat ini,” tuturnya.

Selain kuat secara visual, menurut Heru, penyelenggara kegiatan juga harus putar otak mencari inovasi supaya tidak ditinggal penonton. Tahun pertama Festival Payung Indonesia ditonton kurang lebih 30.000 orang, sedangkan tahun lalu tercatat ada sekitar 40.000 orang yang menyambangi festival tersebut selama tiga hari.

“Melihat animo masyarakat yang tinggi, kami coba berinovasi dengan payung yang ditampilkan. Kalau sebelumnya hanya payung warna-warni dan transparan, tahun ini kami coba menampilkan payung dengan hiasan wastra nusantara,” bebernya.

Sementara itu, meskipun penyelenggaraan festival yang mengusung tema Exploring Indonesia ini masih tiga hari, masyarakat mulai antusias mendatangi lokasi penyelenggaraan Festival Payung Indonesia 2016. Mereka berfoto di bawah instalasi payung yang pemasangannya baru mencapai 50%.

“Kebetulan sengaja main ke sini. Terus lihat payung-payung di sini bagus buat berfoto. Nanti mau saya unggah di Instagram,” tutur Mega Indahsari, 18, pengunjung Taman Balekambang asal Kartasura.

Pengunjung Taman Balekambang lain yang juga mengabadikan foto-foto instalasi payung, Siti Mutmainnah, 55, mengaku sayang melewatkan kesempatan berfoto di taman setempat. “Bagus sekali penataannya. Dari luar saja sudah kelihatan. Saya jadi penasaran dengan acara intinya besok,” kata warga Colomadu, Karanganyar ini.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya