Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda
Hal tersebut diungkapkan pengamat sejarah dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Tundjung W Sutirto, Kamis (22/11/2012). Padahal, menurut dia, keberadaan makam KGPAA Mangkunegoro VI di tengah perkampungan warga memiliki beragam potensi yang bisa dikembangkan. “Seperti potensi wisata pendidikan maupun ekonomi bisa dikembangkan. Tapi sejauh ini papan nama penunjuk bahwa itu makam Mangkunegoro VI saja tidak ada,” katanya.
Dia menilai minimnya sarana dan prasarana pendukung membuat keberadaan makam KGPAA Mangkunegoro VI tidak banyak diketahui masyarakat. Bahkan masyarakat di lingkungan sekitar pun tak mengetahui makam tersebut. Keberadaan makam penguasa Pura Mangkunegaran ini sebenarnya menjadi keuntungan tersendiri bagi warga Nusukan. Tapi, transfer informasi terkait hal itu belum meluas. “Dari kerabat Mangkunegaran juga kurang melakukan upaya penguatan. Padahal berbagai pengembangan bisa dilakukan di sana,” jelasnya.
Dikatakan Tundjung, dalam pengembangan Astana Oetara ada konsep 4A yang harus dipertimbangkan. Yakni, atraksi, amenitas, aksesbilitas dan aktivitas. Atraksi ini, kata dia, bisa digagas bersama komunitas seni budaya yang ada di Nusukan. Sedangkan dari sisi amenitas atau sarana prasarana pendukung juga harus mulai diinventarisasi.
Namun demikian, Tundjung mengakui keberadaan Astana Oetara Nayu, mulai terangkat kembali seusai berbagai gelaran yang dilakukan di Astana Oetara. Sosok KGPAA Mangkunegoro VI naik tahta dengan adat yang tak biasa. Sebelumnya, penerus tahta diserahkan pada putera mahkota. Namun, ketika Mangkunegoro V meninggal, puteranya belum cukup umur untuk memerintah. Sehingga menobatkan RM Suyitno menjadi KGPAA Mangkunegoro VI.