SOLOPOS.COM - Museum Kretek di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. (JIBI/Semarangpos.com/Imam Yuda S.)

Wisata Kudus, salah satu objeknya adalah Museum Kretek yang berisi sejarah rokok kretek di Tanah Air.

Semarangpos.com, SEMARANG – Bukan tanpa sebab jika Kabupaten Kudus dijuluki sebagai Kota Kretek. Daerah yang terletak 51 kilometer (km) di sebelah timur Kota Semarang merupakan penghasil terbesar rokok kretek di Indonesia.

Promosi 796.000 Agen BRILink Siap Layani Kebutuhan Perbankan Nasabah saat Libur Lebaran

Di daerah ini, rokok kretek juga kali pertama diproduksi. Sebagai penanda kejayaan rokok kretek, di Kudus juga dibangun sebuah museum yang berisi data-data sejarah rokok kretek di Tanah, yakni Museum Kretek.

Museum Kretek.

Foto pengusaha rokok di Kudus pada masa kolonial hingga setelah kemerdekaan yang terpampang di salah satu sudut ruangan di Museum Kretek. (JIBI/Semarangpos.com/Imam Yuda S.)

Ekspedisi Mudik 2024

Museum Kretek terletak di Desa Getas Pejanten, Kudus. Dari Kota Kudus, lokasi Museum Kretek cukup mudah dijangkau. Dari Jl. AKBP Agil Kusumawardana, wisatawan yang ingin berkunjung bisa langsung belok ke arah Jl. Museum Kretek hingga menemukan simpang empat Getas Pejanten.

Di simpang empat itu, untuk ke Museum Kretek tinggal belok ke kiri dan akan menemukan museum yang berada di area seluas 2 hektare itu di sisi sebelah kiri jalan.

Di museum ini, pengunjung bisa melihat berbagai macam jenis rokok yang dikemas mulai saat masa kolonial hingga setelah kemerdekaan. Mulai dari rokok kretek yang dibungkus dengan kelobot atau daun jagung, hingga kertas dari pabrik.

Di museum ini, pengunjung juga bisa mengetahui sejarah rokok kretek di Tanah Air. Konon, rokok kretek yang menggunakan pembungkus dari kelobot ini kali pertama ditemukan oleh seorang warga Kudus, H. Jamhari.

Museum Kretek.

Berbagai rokok kretek kelobot atau yang dibungkus dengan daun jagung terpampang di Museum Kretek, Kudus, Jateng. (JIBI/Semarangpos.com/Imam Yuda S.)

Tak diketahui secara pasti kapan Jamhari menemukan rokok kretek itu. Namun, dari keterangan yang terpampang di Museum Kretek itu, Jamhari kali pertama mengonsumsi rokok kretek kelobot untuk tujuan menyembukan penyakit sesak nafas yang dideritanya.

Mulanya ia mengosok-gosokan cengkeh ke dadanya untuk menyembuhkan penyakit di dadanya. Ternyata hasilnya, cukup efektif di mana ia penyakit yang di dadanya lambat laun sirna.

Ia kemudian memotong-motong cengkeh itu dan dicampur dengan tembakau serta saus khusus, kemudian dibungkus dengan kelobot sebelum digunakan sebagai rokok. Rokok yang sudah dibakar itu setiap kali dihisap selalu menimbulkan bunyi kretek-kretek, hingga akhirnya dinamai rokok kretek.

Selain Jamhari, sejarah rokok kretek di Kudus juga tidak bisa dilepaskan dari sosok Nitisemito. Nitisemito merupakan pengusaha rokok kretek kali pertama di Kudus yang mendirikan pabrik rokok Tjap Bal Tiga pada tahun 1918 silam.

Perusahaan Nitisemito pernah mengalami masa keemasan saat Perang Dunia II dan menjadi perusahaan rokok terbesar di Tanah Air. Sayang, perusahaan Nitisemito itu bangkrut pada tahun 1953 dan tak tersisa hingga saat ini.

Museum Kretek.

Seorang pengunjung tengah memperhatikan tulisan yang terpampang di samping patung Nitiseminto di Museum Kretek, Kudus, Jateng. (JIBI/Semarangpos.com/Imam Yuda S.)

Selain sejarah, di Museum Kretek pengunjung juga bisa menyaksikan berbagai peralatan yang digunakan untuk memproduksi rokok kretek pada masa penjajahan Belanda. Di sini, pengunjung juga bisa melihat jenis-jenis bahan baku yang digunakan untuk membuat rokok, mulai dari jenis tembakau, cengkeh, hingga saus yang digunakan sebagai campuran rokok.

Sayangnya, sejarah keberadaan rokok kretek yang tersaji di Museum Kretek ini saat ini kurang mendapat respons dari masyarakat. Terbukti, museum ini sudah jarang dikunjungi wisatawan. Padahal, Pemkab Kudus telah memberikan rangsangan agar Museum Kretek menjadi salah satu destinasi wisata favorit dengan membangun fasilitas penunjang di area museum, seperti kolam renang, mini teater, hingga arena bermain bagi anak-anak.

Salah satu petugas penjaga Museum Kretek, Novi Nurhayati, menyebutkan jika hari-hari biasa wisatawan yang berkunjung di museum itu tak sampai 20 orang. Sementara, saat akhir pekan jumlah kunjungannya pun tak mencapai 100 orang.

Museum kretek.

Aneka jenis saus tembakau yang digunakan sebagai bahan campuran rokok turut disajikan di Museum Kretek Kudus. (JIBI/Semarangpos.com/Imam Yuda S.)

“Mungkin minat sejarah generasi zaman sekarang terhadap rokok kretek sudah mulai berkurang. Ini yang membuat museum ini sepi dan tak banyak dikunjungi wisatawan,” ujar Novi saat dijumpai Semarangpos.com di Museum Kretek, Senin (4/9/2017).

Padahal, untuk berwisata di museum yang didirikan pada tahun 1976 itu pengunjung hanya dibebani tiket Rp5.000/lembar. Harga itu pun sudah termasuk tiket masuk ke museum dan juga tarif parkir kendaraan roda empat.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya