SOLOPOS.COM - Wibowo, penjual bakso kerikil, melayani pembeli. (JIBI/Harian Jogja/Rima Sekarani)

Berawal dari pengalaman susahnya mencari pembeli yang dialami sekitar 2011, Wibowo mencoba berinovasi dalam menjajakan bakso dagangannya.

Suatu siang saat bulan puasa pada 2011, Wibowo yang mendorong gerobak bakso berhenti di sebuah persimpangan jalan. Dia bingung karena dagangan bakso kerikil buatannya tak jua laku. Baru menjelang Magrib, beberapa orang yang lewat berhenti untuk membeli bakso dagangannya.

Promosi Keturunan atau Lokal, Mereka Pembela Garuda di Dada

“Setelah Magrib saya keliling lagi. Tapi karena lebih laku di sini, saya akhirnya enggak keliling lagi,” kenang Wibowo saat ditemui Harianjogja.com, beberapa waktu lalu.

Wibowo benar-benar tidak menyangka bakso kerikil buatannya akan selaris saat ini. Pria asal Wonosari Gunungkidul ini mengaku telah menjual bakso keliling di daerah Godean sejak 1988.

Dia memaparkan, usaha bakso keliling yang dia kelola dulu sangat sepi. Dia mencoba menjajakan dagangannya di sekolah-sekolah setiap jam istirahat dan pulang sekolah, seperti di SD Sidoarum, SMP Negeri 3 Godean, dan SMK YPKK Sleman.

“Namun tetap tak memuaskan hasilnya. Bahkan uyntuk menambah penghasilan saya nyambi menjadi sopir antar jemput anak sekolah,” kata Wibowo. Usaha itu dia geluti hampir selama enam tahun.

Setelah beberapa tahun jatuh bangun dengan usahanya, kini Wibowo boleh tersenyum lega. Dia kini berjualan dengan menetap di tempat pertama kali dia mendapat peruntungan, yakni di persimpangan jalan di Desa Sidoarum, Godean.

Di tempat itu, Wibowo mendirikan warung sederhana dari kayu dan bambu di atas saluran air di pinggiran sawah.

“Sawahnya berada di Desa Sidoarum, tapi jalannya sudah masuk wilayah Ambarketawang, Gamping,” ujar pria berusia 50 tahun tersebut.

Untuk harga bakso, Wobowo tak mematok harga mahal. Untuk satu porsi bakso kerikil, dia hanya membanderol dengan harga Rp2.000.

Dia mengaku berani menjual bakso murah karena bakso tidak dibuat dengan daging sapi, tetapi dengan daging ayam. Dia juga tak mengeluarkan uang untuk sewa lahan berjualan.

“Kalau masyarakat yang ekonominya kurang kalau harus beli bakso mahal kan susah. Tapi dengan harga seperti ini, masyarakat seperti saya mampu beli bakso,” ucap Wibowo.

Kendati harga baksonya murah, Wibowo menjamin bahwa dia tidak memakai bahan yang aneh-aneh. “Saya juga makan. Anak-anak juga makan,” ujar Wibowo meyakinkan.

Kini dalam sehari, Wibowo mampu mengumpulkan penghasilan bersih rata-rata Rp300.000. Kedua anaknya yang hanya merasakan sekolah hingga jenjang SMP pun kini turut membantunya berjualan.

“Dulu terbentur dana saat menyekolahkan anak. Setelah anak saya gak sekolah dan besar seperti sekarang, mereka ikut bantu disini,” papar Wibowo. Dia mengaku menggaji kedua anaknya Rp 50.000 per hari.

Pelanggan Wibowo tidak hanya di sekitar Godean saja, melainkan dari Medari, Sleman, Bantul, bahkan Kota Jogja. Pelanggan harus cepat karena setiap hari bakso Wibowo pasti habis.

Misalnya saja Yana. Gadis 13 tahun tersebut mengaku jika sering kehabisan. “Kalau sore sering udah habis,” ungkapnya saat menunggu bakso pesanannya. Menurut Yana, selain murah, bakso kerikil buatan Widodo rasanya enak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya