SOLOPOS.COM - Seorang warga melihat-lihat kondisi Watu Panggung setinggi hmpir 5 meter yang terletak di Dukuh Sidomulyo RT 023, Desa Jekani, Kecamatan Mondokan, Sragen, belum lama ini. (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Dua tumpukan batu setinggi 4-5 meter berdiri di Dukuh Sidomulyo, Desa Jekani, Kecamatan Mondokan, Sragen. Batu itu disusun dengan rapi dan membentuk lingkaran di bagian bawah dan menciut di bagian atas. Seperti stupa kalau dilihat dari kejauhan.

Tumpukan batu khas Pegunungan Kendeng lama yang membentang Mondokan sampai Jawa Timur itu dikenal warga setempat dengan sebutan Watu Panggung. Watu Panggung kembar itu terpisah sejauh 1 km.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Watu Panggung di selatan berlokasi di Sidomulyo RT 026 sedangkan Watu Panggung di utara berlokasi di Sidomulyo RT 023. Kedua tumpukan batu itu sampai sekarang masih dianggap keramat oleh warga setempat. Bahkan tak satu pun warga setempat yang berani mengambil satu batu pun dari lokasi tersebut.

Tokoh masyarakat Sidomulyo RT 023, Sukarno, 66, bercerita kepada Solopos.com tentang dua Watu Panggung tersebut. Menurutnya, watu panggung itu dibuat oleh bocah angon atau pengembala ternak dan tidak sengaja membentuk bundaran tinggi seperti panggung. Tujuannya untuk melihat situasi dan kondisi penghijauan atau lokasi pengawasan.

Baca Juga: Asal-Usul Dukuh Tunggon Sragen dan Kisah Kesetiaan Mbah Sedo Putri

“Tempat itu dulunya tempat penggembala. Sempat dibuat panggung pada masa Mbah Djojo Taruno menjadi Lurah Jekani dengan tujuan mengawasi penghijauan sejak 1966 sampai dengan 1985. Pada masa itu, Jekani terkenal dengan penghijauan untuk penanganan lahan kritis. Bahkan Jekani menempati rangking pertama di Jawa Tengah untuk penghijauannya,” jelas Sukarno, Jumat (9/12/2022).

Seingat Sukarno, Watu Panggung di sebelah selatan itu dibuat bocah angon pada tahun 1963. Sementara Watu Panggung sebelah utara dibuat tahun 1970-an. Kedua Watu Panggung itu dikeramatkan sehingga warga tidak berani mengambil batu dari dua lokasi itu.

Sukarno kemudian mengisahkan konon dulu ada truk mengangkut batu. Di antara batu yang diangkut tersebut ada batu dari lokasi Watu Panggung. “Truk itu tidak bisa jalan. Ada juga bocah cilik dolanan batu dari situ terus dibawa ke Jakarta, entah kenapa batu itu dikembalikan lagi ke lokasi tersebut,” sambungnya.

Baca Juga: Konon Peninggalan Joko Tingkir, Sumur di Sragen Ini Tak Pernah Kering

Ada juga cerita warga yang mencari batu untuk dijual di dekat lokasi Watu Panggung. Tahu-tahu ada anjing hitam besar dan tidak tahu datang dan perginya. Sampai sekarang warga tidak ada yang berani menganggu batu itu. “Bahkan dulu ada yang memotong pohon jati di lokasi Watu Panggung yang utara kemudian tidak lama meninggal dunia,” lanjut Sukarno.

Ada Sejak Zaman Belanda

Dia menerangkan luas areal kompleks Watu Panggung mencapai 2 hektare. Sekarang lokasi Watu Panggung di sebelah selatan digunakan sebagai bumi perkemahan dengan nama Bumi Perkemahan Panggung Sukowati. Lokasi ini diresmikan Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati pada 11 Oktober 2017.

Warga Mondokan, Puji Hastomo, pernah mendapatkan cerita dari bapaknya yang kini sudah meninggal, Samin Harjomartono, bahwa Watu Panggung itu dulunya bernama Watu Pungkuk. Konon,  Watu Panggung itu sudah ada sejak zaman Belanda. Dia menduga kemungkinan pada 1963 itu ditata kembali karena ada cerita batu-batu di sana mau dijual tetapi truk yang mengangkut tidak bisa jalan.

Baca Juga: Asale Dusun Sosogan Karanganyar, Dulu Ada Menara Belanda

“Ibu saya kelahiran 1944. Saat kecilnya, Ibu sering diajak Mbah Kakung menonton pertunjukan di Watu Panggung. Sampai era 1970, pertunjukan di Watu Panggung itu masih ada. Lebih detailnya memang perlu mengumpulkan sumber-sumbernya karena ada beberapa versi,” kata Tomi, sapaan akrabnya.

Menurut cerita yang Tomi dengar dari bapaknya,  Watung Panggung dibuat oleh bocah angon dengan tujuan mengawasi ternak. Setiap panen serat nanas di zaman Belanda, ada pertunjukan di karena ada panggungnya. “Mitos yang berkembang memang warga Jekani tidak ada yang berani mengambil batu dari lokasi itu,” ujarnya.

Pegiat sejarah dari Yayasan Palapa Mendira Harja Sragen, Lilik Mardiyanto, bersama timnya pernah menyurvei Watu Panggung. Hasilnya ditemukan batu yang di tengahnya ada lubang buatan manusia. Dia mengukur jarak dua Watu Panggung menggunakan titik koordinat, yakni 517 meter.

Baca Juga: Asale Sendang Lanang Wonogiri, Cerita Ular Kobra hingga Tentara Belanda

“Lokasinya memang di sebuah bukit dan lokasinya tertinggi di wilayah Mondokan. Dari Watu Panggung itu bisa melihat gedung Kecamatan Mondokan. Jenis batuannya merupakan batu kapur khas Pegunungan Kendeng dan batuan andesit putih dan hitam. Kalau dilihat dari temuan bebatuannya dan dari cerita warga bahwa dulu pernah ada batuan andesit kotak-kotak, diduga kemungkinan ada hubungannya dengan era Majapahit,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya