SOLOPOS.COM - Ilustrasi kampanye antikekerasan seksual. (rdk.fidkom.uinjkt.ac.id)

Solopos.com, WONOGIRI — Sejumlah orang tua atau ortu yang punya anak usia sekolah di Wonogiri mengaku waswas dengan munculnya kasus pencabulan oleh dan kasek dan guru terhadap murid di salah satu madrasah ibtidaiah atau MI, baru-baru ini.

Membangun komunikasi yang baik dengan anak dan guru di sekolah menjadi cara para orang tua memastikan anak selalu dalam kondisi aman di sekolah. Salah satu orang tua murid asal Kecamatan Girimarto, Erna Tsalatsatun, mengatakan kasus pencabulan di salah satu madrasah itu benar-benar mengganggu ketenangannya.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Apalagi dia sebagai orang tua yang memiliki anak masih duduk di bangku sekolah dasar (SD). Erna menilai lingkungan pendidikan saat ini tidak menjamin keamanan siswa untuk belajar.

Kecemasan dia akibat adanya kasus pencabulan murid MI di Wonogiri pun berimbas pada keraguan ketika memilih sekolah jenjang selanjutnya untuk anak perempuannya yang saat ini masih kelas V SD. Semula dia ingin putrinya itu bisa melanjutkan sekolah di pondok pesantren.

Namun melihat beberapa kejadian kekerasan seksual terhadap siswa di lembaga pendidikan berbasis agama akhir-akhir ini, Erna menjadi ragu dengan niat tersebut. Di sisi lain, dia juga tidak bisa tenang untuk menyekolahkan putrinya kelak di SMP umum kelak.

Dia menilai sekolah umum pun tidak bisa menjamin keamanan siswa. Bahkan menurut pengamatan dia, saat ini pergaulan siswa di sekolah-sekolah umum sudah cukup memprihatinkan. Erna ingin putrinya itu bisa mendapatkan pendidikan formal sekaligus pendidikan agama.

 “Kalau di pesantren kan bisa dapat ilmu umum dan agama. Diajarkan akhlak dan akidah. Itu menjadi bekal dia nanti,” kata Erna saat ditemui Solopos.com kawasan kota Wonogiri, Selasa (6/6/2023).

Dilematis

Menurut Erna, sanak saudaranya pun berpikir demikian setelah muncul kasus pencabulan oleh guru dan kasek terhadap murid MI di Wonogiri. Mereka cemas anaknya melanjutkan pendidikan ke madrasah. Hal itu juga membuat putrinya menjadi ragu. Kondisi ini pun menjadi dilematis bagi Erna.

“Tetapi saya tidak akan memaksa anak saya mau sekolah di mana nanti. Saya hanya memberikan pilihan. Kalau mau sekolah umum, berarti nanti selepas sekolah, setiap sore harus mengaji. Yang penting kalau saya, anak mendapatkan ilmu di sekolah dan ngaji, biar seimbang,” ujar ibu tiga anak itu.

Meski begitu, entah anaknya akan melanjutkan ke madrasah atau sekolah umum, Erna mengaku sudah membangun fondasi kepada anaknya soal pendidikan seksual. Salah satunya pemahaman bagian tubuh mana yang boleh disentuh atau tidak oleh orang lain.

Selain itu, anaknya juga diajarkan untuk tidak mudah percaya kepada orang lain meski orang tersebut kenal dengan orang tua. “Walaupun saya dan suami bekerja, tetapi setiap malam atau sore saya berusaha mengobrol dengan anak-anak. Itu untuk membangun kedekatan, sehingga mereka selalu terbuka dengan kami jika ada masalah,” ucapnya. 

Orang tua lain, Ririn Riyadiningsih, mengatakan para orang tua di Wonogiri banyak yang khawatir terkait keamanan anaknya setelah munculnya kasus pencabulan terhadap 12 siswi di salah satu MI. Apalagi kasus itu bukan merupakan kasus pertama pencabulan di lingkungan sekolah di Wonogiri. 

Pendidikan Seksual

“Ini sebenarnya juga menjadi pelajaran bagi kami, para orang tua dalam mendidik anak. Pola asuh anak harus diperhatikan,” kata Ririn. Dia menjelaskan orang tua tidak boleh lagi menyerahkan pendidikan ke sekolah yang hanya selama delapan jam sehari.

Orang tua harus benar-benar membangun komunikasi yang baik dan intens dengan anak masing-masing. Anak perlu diajari pendidikan seksual sedini mungkin. Selain itu memberikan pemahaman agar anak tidak mudah percaya kepada orang lain meski kepada gurunya.

Hal itu sebagai benteng awal bagi anak agar tidak menjadi korban kekerasan. “Komunikasi antara orang tua dengan guru dan anak dengan guru juga harus dibangun betul. Sepertinya harus ada program yang disesuaikan dengan kondisinya, program untuk membangun kedekatan itu,” ujar dia.

Menurut dia, pertemuan antara siswa, guru, dan orang tua minimal dua kali dalam setahun juga penting untuk mengetahui perkembangan dan kondisi siswa. Salah satu orang tua lain di Wonogiri, Wiwin, mengaku sangat prihatin dengan kasus pencabulan oleh kasek dan guru terhadap murid MI itu.

Sebagai orang tua yang memiliki putri yang masih SD, dia begitu misi mengedukasi kabar tersebut. Meski sudah memberikan pendidikan seksual kepada anaknya, hal itu tidak membuat dia cukup tenang. Sebab tindakan pencabulan saat ini bisa dialami siapa dan di mana saja, termasuk di satuan pendidikan.

“Pasti sangat khawatir. Kami menyekolahkan anak itu kan biar dididik menjadi pintar. Kalau ada kasus kayak gitu, kami malah jadi waswas,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya