SOLOPOS.COM - Ilustrasi Antibiotik. (IST/Hellosehat.com)

Penemuan antibiotik membutuhkan 20-30 tahun

Harianjogja.com, SLEMAN-Resistensi antibiotika meningkat tajam sampai pada tingkatan yang mengkhawatirkan di seluruh bagian dunia dan mengancam kemampuan kita dalam mengobati penyakit-penyakit infeksi yang umum.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Infeksi yang menular pada manusia termasuk pneumonia, tuberculosis, keracunan darah dan gonorrhoea dan juga resistensi pada hewan sekarang menjadi semakin berat. Kondisi ini terkadang tidak mungkin untuk diobati karena semakin menurunnya efektivitas antibiotika.

Ekspedisi Mudik 2024

Berdasarkan laporan di berbagai negara mencatat adanya peningkatan laju resistensi dalam beberapa dekade terakhir, tetapi di sisi lain penemuan dan pengembangan jenis antibiotik (antimikroba) baru berjalan sangat lambat. Penemuan antibiotik membutuhkan 20-30 tahun, sedangkan resistensinya bisa muncul dengan cepat.

Insiden ketidakkebalan antibiotik pada penicillin G sebesar 100%, diikuti gentamicin dan tetracylin dengan angka yang sama 79,2%, streptomycin 70,8%, enrofloxacin 70,8%, ciprofloxacin 62,5%, trimethoprim-sulfamethoxazole 45,8%, dan polymyxin 16,7%.

Baca juga : Penggunaan Antibiotik yang Berlebihan Mengancam Manusia

“Para ahli di dunia memprediksi bahwa jika masyarakat global tidak melakukan sesuatu dalam mengendalikan laju resistensi ini, maka AMR akan menjadi pembunuh nomor 1 di dunia pada 2050, dengan tingkat kematian mencapai 10 juta jiwa per tahun, dan kematian tertinggi terjadi di kawasan ASIA”, ungkap I Ketut Diarmita selaku Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Sabtu (18/11/2017).

Laporan dan rekomendasi global tentang AMR tahun 2016 mencatat Kematian akibat AMR mencapai 10 juta jiwa per tahun. Membawahi kanker 8,2 juta jiwa. Dari 10 juta jiwa tersebut, tingkat kematian tertinggi ada di Asia sebesar 4.730.000 jiwa, menyusul Afrika 4.150.000 jiwa, Amerika Latin 392.000 jiwa, Eropa 390.000 jiwa, Amerika Utara 317.000 jiwa, dan Kepulauan Oceania 22.000 jiwa.

Penanganan AMR membutuhkan pendekatan One Health yang multi dimensi, multi faktor, dan multi stakeholder. “Jika kita tidak menangani ancaman ini dengan aksi yang kuat dan terkoordinasi, maka resistensi antimikroba akan membawa kita kembali ke waktu di mana orang takut terhadap infeksi umum dan mempertaruhkan nyawa hanya karena operasi ringan”, ujar Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO.

Rencana Aksi Nasional untuk AMR yang disusun secara multi sektoral di mana sektor-sektor yang berbeda bekerja sama dibawah payung One Health untuk menangani ancaman-ancaman kesehatan. One Health adalah upaya kolaborasi praktisi kesehatan (dokter manusia, dokter hewan, petugas kesehatan masyarakat, ahli epidemiologi, ahli ekologi dan lainnya), dengan lembaga-lembaga terkait untuk mencapai kesehatan yang optimal bagi masyarakat, pertanian dan hewan, satwa liar serta lingkungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya