SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, WONOGIRI — Pelajar di Wonogiri menjadi sasaran peredaran obat yang masuk daftar G atau obat keras yang dilarang dijual bebas. Bahkan, praktik bisnis terlarang ini melibatkan pelajar sebagai pengedar.

Hingga saat ini polisi belum mengetahui bandar yang memasok obat keras tersebut ke Kota Sukses. Kasatresnarkoba Polres Wonogiri, AKP Suharjo, kepada Solopos.com, Kamis (28/2/2019), mengatakan cukup sering mengungkap kasus peredaran obat yang dapat merusak saraf jika digunakan dalam jangka panjang tanpa petunjuk dokter itu.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Desember tahun lalu aparat kepolisian Wonogiri menangkap pengedar yang masih berstatus pelajar SMA atau sederajat. Pada kasus itu tersangka divonis hukuman sosial selama tiga bulan.

Teranyar, polisi mengungkap kasus serupa, Sabtu (9/2/2019) lalu. Saat itu aparat menangkap pelajar kelas XI SMK, HS alias Sakrok, 16, lantaran mengedarkan obat keras. Kendati sudah ditetapkan tersangka, remaja warga Ngadirojo, Wonogiri, tersebut tidak ditahan.

Hal itu supaya HS tetap dapat bersekolah. Suharjo melanjutkan peredaran obat keras yang sebenarnya hanya bisa didapat dengan resep dokter itu kebanyakan menyasar pelajar. Tak sedikit pelajar yang kecanduan.

Menurut pemakainya, mengonsumsi obat keras dalam jangka pendek bisa menimbulkan efek halusinasi. Selain itu mengakibatkan kecanduan. Mereka tak sadar pemakaian tanpa petunjuk dokter dalam jangka panjang dapat merusak saraf.

Generasi penerus bangsa pun bisa rusak. Oleh karena itu, peredaran legal obat tersebut tidak sembarangan. Faktanya, obat itu dapat beredar luas secara ilegal. Aparat Satresnarkoba selalu mengembangkan penyidikan setiap menangani kasus untuk melacak sumber atau pemasok. Hingga saat ini bandar besar belum terlacak.

“Ada dua kemungkinan, pengedar mendapatkannya dari membeli sendiri di apotek atau mendapatkannya dari bandar. Ini yang terus kami dalami,” kata Suharjo mewakili Kapolres Wonogiri, AKBP Uri Nartanti Istiwidayati.

Menurut dia, dalam aksinya, pengedar mempunyai modus berbeda-beda. Dia mencontohkan modus yang dijalankan HS. Saat ditangkap, remaja itu sedang bersama dua temannya yang juga pelajar di area stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Ngadirojo, Kaliampo, Ngadirojo Kidul, Ngadirojo.

Saat itu HS masih mengenakan seragam sekolah. Diduga cara itu dilakukan agar orang menganggap HS beraktivitas layaknya pelajar pada umumnya yang sedang berkumpul bersama pelajar lainnya. Polisi dapat menangkapnya setelah mendapat informasi warga yang curiga ada transaksi barang ilegal di balik berkumpulnya para pelajar di kawasan SPBU.

Warga curiga karena para pelajar cukup sering berkumpul di lokasi tersebut. “Obat dalam daftar G yang diedarkan HS berlogo huruf GF. Dia sudah beberapa kali bertransaksi dengan sesama pelajar,” ulas Suharjo.

HS menjualnya lebih kurang Rp3.500/butir. Transaksi diawali dari pemesanan melalui telepon. Setelah itu HS dan pembeli bertemu di tempat yang sudah disepakati. HS mengaku nekat melakoni bisnis ilegal tersebut agar mendapatkan tambahan uang saku.

Polisi masih mengorek informasi untuk mengetahui sudah berapa lama HS menjalani usaha tersebut dan sudah berapa banyak obat yang sudah diedarkan. Polisi menyita barang bukti obat “GF” sebanyak 22 butir, uang Rp50.000 hasil penjualan, dan satu unit telepon seluler yang digunakan HS sebagai sarana bertransaksi.

HS dijerat Pasal 197 subsider Pasal 196 UU No. 36/2009 tentang Kesehatan juncto UU No. 11/2012 mengenai Sistem Peradilan Anak. “Perlu diingat, kami akan terus menindak pengguna atau pengedar obat dalam daftar G tanpa pandang bulu.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya