SOLOPOS.COM - Infografis Kematian Covid-19 (Solopos/Whisnupaksa)

Solopos.com, SLEMAN – Lonjakan kasus kematian warga Sleman akibat Covid-19 terjadi selama dua hari lebaran, Kamis (13/5) dan Jumat (14/5). Selama dua hari tersebut, 14 warga Sleman dimakamkan secara protokol kesehatan.

Koordinator Posko Dekontaminasi Covid-19 BPBD Sleman, Vincentius Lilik Resmiyanto mengatakan selama hari pertama dan kedua Lebaran, tim pemakaman jenazah pasien Covid-19, BPBD Sleman memakamkan 14 jenazah dengan prosedur Covid-19.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Pemakaman hari pertama lebaran suspect 1 kasus, Probable 1 kasus, Konfirmasi positif 6 kasus. Untuk hari kedua lebaran masing-masing jenazah Probable 2 kasus dan Konfirmasi positif sebanyak 4 kasus,” katanya, Minggu (16/5/2021).

Selama lebaran, lanjutnya, tujuh regu disiapkan untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu ada kematian pasien Covid-19. “Tujuh tim siap bertugas dan on call saat lebaran. Mereka bekerja hingga malam hari. Seperti saat pemakaman yang dilakukan pada Jumat (14/5) malam di Klelen, Trimulyo, Sleman,” kata Lilik sapaan akrabnya.

Baca juga: Warga di 12 Padukuhan di Sleman Dilarang Salat Id Berjamaah

Diakui Lilik, jumlah kasus kematian Covid-19 di Sleman mengalami tren peningkatan. Bahkan dalam sehari pernah memakamkan 10 jenazah pasien Covid-19. Dia menyontohkan selama April kemarin tim dekontaminasi dan pemakaman telah memakamkan 82 jenazah dengan prosedur Covid-19. Jumlah tersebut memang belum melebihi kasus kematian selama Desember 2020 yang tercatat sebanyak 101 kasus dan Januari 2021 sebanyak 129 kasus.

Komorbid dan Lansia

“Selama Mei ini, sampai pertengahan bulan kami sudah memakamkan lebih dari 40 jenazah kasus kematian Covid-19 di Sleman. Rata-rata usia yang meninggal masuk kategori lansia. Dengan perbandingan 85 : 15 dibandingkan kategori usia produktif. Kalau sebelumnya masih 50 : 50, perbandingan antara lansia dan usia produktif,” katanya.

Lilik berharap agar masyarakat dapat terus menerapkan protokol kesehatan untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. “Layanan yang kami berikan ini tidak dipungut biaya atau gratis. Kami sudah jelaskan ke keluarga, ini tidak dipungut biaya, dan jika ada yang mengatasnamakan tim pemakaman atau tim pemulasaraan meminta biaya, mohon laporkan ke kami,” tandasnya.

Baca juga: Waspadai Jebakan Juru Parkir Ilegal di Gembira Loka Zoo Jogja, Tarifnya Lima Kali Lipat

Berdasarkan data Satgas Covid-19 Sleman, jumlah kasus di Sleman per Minggu (16/5) bertambah sebanyak 35 kasus dengan kasus sembuh sebanyak 62 kasus. Adapun jumlah kematian Covid-19 di Sleman bertambah tiga kasus. Hingga kini tercatat jumlah kematian di Sleman mencapai 434 kasus.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman Joko Hastaryo mengakui adanya tren kematian pasien Covid-19 di Sleman. Rata-rata kasus kematian dialami oleh pasien komorbid dan lansia.

“Nah lansia atau orang dengan komorbid ini kalau tertular Covid-19 kan menjadi (gejala) berat dan (sebagian) berakhir dengan kematian,” katanya.

Baca juga: 28 Pemudik ke Jateng Positif Covid-19

Terapi Plasma Konvalesen

Selain itu, lanjut Joko, tren kematian pasien Covid-19 di Sleman juga ada hubungannya dengan minimnya rumah sakit yang memiliki fasilitas terapi plasma konvalesen. Dari puluhan rumah sakit di DIY, hanya sedikit rumah sakit yang mampu menjalankan terapi plasma konvalesen.

“Terapi plasma konvalesen baru bisa dilakukan di sedikit RS, dan faskes yang bisa menyediakan plasma konvalesen juga baru sedikit yakni RS Sardjito dan Bethesda. Padahal belakangan ini kebutuhan terapi plasma konvalesen sangat tinggi akibat banyakmya penambahan kasus gejala sedang dan berat,” papar Joko.

Dia menepis anggapan tren kasus kematian pasien Covid-19 di Sleman ada hubungannya dengan ketersediaan bed di Faskes seperti yang dialami awal tahun kemarin. Sebab saat ini ketersediaan bed untuk pasien Covid-19 sudah tinggi. Meskipun begitu, ia mengakui jika RS masih membutuhkan tambahan ruang isolasi kritikal. Kondisi ini seiring dengan banyaknya kasus positif bergejala sedang dan berat.

Joko mengatakan jika lonjakan kasus baru terjadi akibat masyarakat mulai longgar dan abai menerapkan protokol kesehatan (prokes). “Solusinya tetap harus menghindari kerumunan selain tetap dengan ketat menerapkan prokes, karena kita tidak tahu yang berdekatan dengan kita itu pembawa virus Corona atau tidak,” kata Joko.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya