Solopos.com, SOLO – Osteoporosis atau biasa disebut pengeroposan tulang berlangsung lama dan terjadi secara bertahap. Osteoporosis pada waktu awal seringkali tidak ditandai gejala apapun. Sehingga sering disebut silent desease.
Penyakit osteoporosis bisa menyerang siapa saja. Apalagi banyak faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya osteoporosis. Oleh sebab itu perlu dilakukan deteksi agar bisa dilakukan perawatan tulang.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Menopause dan konsumsi obat alergi
Bagi wanita, faktor risiko terkena osteoporosis adalah menopause. Selain itu, konsumsi obat alergi dalam jangka panjang juga meningkatkan risiko terkena osteoporosis.
“Semua bisa terkena osteoporosis, hanya jenisnya beda. Perempuan memang lebih berisiko dibanding pria, terutama sesudah menopause. Kendati demikian pria juga berisiko terkena osteoporosis karena faktor penggunaan obat tertentu dan mereka yang menderita ginjal kronis, apalagi jika konsumsi alkohol, kopi, dan merokok,” ujar dokter Yulyani Werdiningsih ketika berbincang dengan Solopos.com, di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi Solo, awal November 2019.
Berat badan rendah
Faktor lain yang meningkatkan risiko osteoporosis adalah berat badan rendah serta kekurangan vitamin D. “Apalagi dari hasil penelitan kadar vitamin D bangsa Indonesia termasuk rendah,” jelas Yulyani Werdiningsih.
Vitamin D membantu penyerapan kalsium. Tanpa asupan vitamin D yang cukup, tubuh tidak dapat menyerap kalsium dari makanan atau minuman. Kondisi ini membuat tubuh mengambil cadangan kalsium dari tulang.
Kurang gerak
Kurangnya aktivitas fisik menurut juga menjadi faktor risiko terkena osteoporosis. Padahal kemajuan teknologi sekarang ini membuat orang malas bergerak atau kurang bergerak. Faktor risiko lainnya adalah mereka yang mengonsumsi alkohol dan merokok, termasuk juga kopi.
“Oleh karena itu, pemeriksaan kepadatan tulang menjadi penting bagi mereka yang memiliki faktor risiko tersebut. Tujuannya apabila diketahui adanya penurunan kepadatan tulang bisa segera dilakukan penanganan medis. Apabila masih mudah pemberian obat dapat menghentikan terjadinya osteoporosis,” terang Yulyani Werdiningsih.