SOLOPOS.COM - Wartono (JIBI/SOLOPOS/Chrisna Chanis Cara)

Wartono (JIBI/SOLOPOS/Chrisna Chanis Cara)

“Omong kosong saya melakukan semua ini agar keroncong bisa terus lestari. Apa sing tak senengi ya tak lakoni. Itu saja sebenarnya.”

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kalimat itu terlontar dari seorang lelaki bernama Wartono. Bagi pegiat keroncong kampung di Kota Bengawan, namanya pasti tak asing lagi. Sepak terjangnya menghidupi keroncong kampung membuat warga Pringgolayan RT 5 RW XI ini dekat dengan beragam komunitas keroncong di Kota Solo.

“Saya itu ndak bisa nyanyi. Main musik (keroncong) pun pas-pasan. Namun saya menemukan jati diri di sini. Hal itulah yang bikin saya merasa utang budi pada keroncong,” ujarnya saat berbincang dengan Espos di Joglo Sriwedari, Rabu (30/11/2011).

Bagi lelaki pengagum almarhum WS Nardi ini, keroncong tak ubahnya oase yang mengaliri kekeringan di hati. Maka, ketika tahu musik itu menuju kolaps pada tahun 1980-an, ia pun tak tinggal diam.

Dengan profesinya sebagai pekerja proyek bangunan, ia membangun dan menghidupi keroncong di setiap daerah yang disinggahinya. Tahun 1983, Wartono membuat Keroncong Gadon di tempat tinggalnya di Panularan.

“Sekitar 1986-1988, saya bikin Keroncong Lompo Batang di Mojosongo dan Orkes Keroncong (OK) Cakra Buana di Panularan. Itu semata karena saya ingin kembali menikmati keroncong di kota sendiri. Bukan sok ingin melestarikan atau bagaimana,” tutur lelaki yang menjabat Wakil Ketua II DPP Hamkri Jawa Tengah dan Wakil Ketua DPC Hamkri Solo ini.

Saking getolnya dengan dunia keroncong, ia mengaku kerap diprotes sang istri, Endang Sri Wahyuni. Diungkapkan lelaki yang juga mantan wartawan ini, istrinya sering merasa dinomorduakan akibat kiprahnya di seni keroncong.

“Kadang kalau sedang bercanda, ia menyebut dirinya seperti istri kedua. Istri pertama saya keroncong katanya,” ujarnya sambil tersenyum.

Meski telah banyak bergerak di keroncong akar rumput, Wartono mengaku masih memiliki sejumlah impian. Lewat Hamkri, ia berupaya memperjuangkan seniman keroncong agar bisa hidup lewat seni yang ditekuninya itu.

Nonsense suatu kesenian bisa berkembang tanpa menghidupi senimannya terlebih dulu,” ucap lelaki yang hobi menulis cerpen itu.

Dirinya juga berangan-angan bisa menghidupkan tempat-tempat di Kota Solo yang selama ini kurang maksimal penggunaannya.

“Seperti Joglo Sriwedari. Kalau tak ada halangan, tempat itu akan saya jadikan wahana sesrawungan keroncong kampung,” pungkasnya.

(Chrisna Chanis Cara)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya