SOLOPOS.COM - Sejumlah pengendara melintas di jalan Desa Gemantar, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Jumat (14/5/2021). Menurut warga lalu lintas di jalan tersebut lebih ramai dari pada hari-hari sebelumnya. Warga menduga hal itu karena banyak warga yang pergi untuk bersilaturahmi. (Solopos/Rudi Hartono)

Solopos.com, WONOGIRI — Tradisi silaturahmi secara tatap muka pada momentum Lebaran di Wonogiri tidak bisa sepenuhnya hilang, meski masyarakat sudah diimbau untuk melaksanakannya secara virtual.

Warga berbondong-bondong berkunjung ke rumah keluarga, saudara, atau kerabat yang tempat tinggalnya tak terlalu jauh. Bahkan, mereka bersalaman saat bertemu.

Promosi Gelar Festival Ramadan, PT Pegadaian Kanwil Jawa Barat Siapkan Panggung Emas

Warga Dusun Dukuh, Desa Gemantar, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Suradi, saat ditemui Solopos.com di desanya pada hari kedua Lebaran, Jumat (14/5/2021), mengatakan bersilaturahmi menjadi bagian tak terpisahkan dari Lebaran. Masyarakat Wonogiri kebanyakan melaksanakan tradisi itu pada hari kedua Lebaran.

Baca Juga: Pulau Jawa Rapuh, Banyak Rongga & Rekahan di Bawah Tanah

Lelaki paruh baya tersebut mengaku sudah dikunjungi saudaranya dari Kecamatan Bulu, Kabupaten Sukoharjo dan sejumlah kerabatnya yang lain. Menurut dia, seperti ada yang kurang jika pada Lebaran tidak bersilaturahmi dengan saudara atau kerabat.

“Tapi silaturahmi pada Lebaran tahun ini dan tahun lalu memang beda, karena ada wabah Covid-19. Selama ada wabah virus ini silaturahmi hanya dengan saudara atau kerabat. Kalau dengan tetangga malah enggak. Apalagi kalau ada saudara/kerabat tetangga yang mudik. Paling hanya sekadar menyapa,” ucap Suradi saat ditemui di desanya.

Kondisi tersebut jauh berbeda dengan saat sebelum ada pandemi Covid-19. Pada kondisi normal banyak warga, dari anak-anak hingga orang tua, berkunjung antartetangga. Suasana kampung pun menjadi ramai.

Lantaran silaturahmi masih dilaksanakan, tradisi bersalaman juga dilakukan. Salaman dianggap sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kegiatan silaturahmi. Namun, tradisi salaman ini hanya dilakukan dengan keluarga, saudara, atau kerabat. Suradi merasa tak enak hati jika harus menghindar atau tak bersedia salaman dengan saudara sendiri.

“Kalau dengan orang lain mungkin kalau enggak salaman enggak masalah, bisa salaman pakai kepalan tangan. Tapi kalau dengan keluarga sendiri, misalnya anak saya dengan saya, saya dengan saudara-saudara saya, masa enggak salaman. Justru kalau enggak salaman seperti ada yang aneh,” imbuh Suradi.

Suradi meyakini pada masa pandemi Covid-19 ini semua orang sudah mengetahui apa yang harus dilakukan untuk menjaga diri agar terhindari dari virus. Selama beraktivitas di luar rumah Suradi mengaku selalu memakai masker, termasuk saat berjualan daging di perempatan desa. Dia berharap wabah Covid-19 segera hilang.

Baca Juga: Aglomerasi Soloraya Harus Awasi Penumpukan Penumpang

Terpisah, warga Desa Bulusulur, Kecamatan Wonogiri, Hartono, mengaku dikunjungi saudara dan kerabatnya dari Kecamatan Jatisrono. Tidak mungkin bagi dia menolak kedatangan mereka. Seusai silaturahmi kerabatnya meminta diantarkan ke Wisata WGM dan Telaga Claket. Sayangnya, kedua tempat wisata tersebut tutup.

Banyaknya warga yang bersilaturahmi tercermin dari ramainya arus lalu lintas di jalan raya, desa, dan dusun. Jalan-jalan terpantau ramai lancar. Hampir semua pengendara sepeda motor berboncengan. Ada sepeda motor yang mengangkut dua penumpang, tetapi tak sedikit pula yang mengangkut tiga penumpang atau bahkan lebih. Itu karena banyak yang membawa satu atau dua anak kecil. Banyak mobil pribadi yang melintas dipenuhi penumpang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya