SOLOPOS.COM - Tim SAR dan warga menyisir aliran sungai di Bendung Ngarum atau Kedungdowo, Desa Ngarum, Kecamatan Ngrampal, Sragen untuk mencari jenazah Hartini, 35, yang hanyut, Senin (28/3/2016). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Kecelakaan air di Sragen dialami sepasang suami istri yang hanyut saat menyeberang Sungai Klegung.

Solopos.com, SRAGEN—Tim SAR gabungan menemukan jasad Ngatiyo, 40, warga Tegalrejo RT 023, Desa Kadipiro, Kecamatan Sambirejo di Sungai Bonggo yang masih satu aliran dengan Sungai Klegung, tepatnya di Dukuh Wates RT 013, Desa Ngarum, Kecamatan Ngrampal, Sragen, Senin (28/3/2016) pukul 06.30 WIB. Mayat laki-laki berperawakan tambun itu ditemukan dalam kondisi telanjang bulat.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Ngatiyo merupakan korban yang hanyut bersama istrinya, Hartini, 35, di Sungai Klegung Desa Geneng RT 015, Desa Kadipiro, Sambirejo, Sragen pada Minggu (27/3/2016) pukul 12.30 WIB. Sebelumnya, Ngatiyo mengenakan kaus kuning dan celana pendek jins.

Sementara Hartini mengenakan kaus warna cokelat dan celana pendek bermotif doreng. Tim SAR belum menemukan jasad Hartini hingga Senin pukul 13.00 WIB.

Supadi, 55, kerabat Ngatiyo, yang tinggal satu lingkungan RT dengan Ngatiyo, saat bertemu solopos.com di dekat rumah duka, Senin pagi, mengatakan mayat Ngatiyo ditemukan sekitar 1 km dari Bendung Ngarum atau Bendung Kedungdowo. Supadi mewakili keluarga Ngatiyo datang ke lokasi bersama beberapa saudara lainnya.

“Jasad Ngatiyo itu ditemukan warga di Dukuh Wates saat memadikan domba ternaknya. Warga itu melihat tubuh Ngatiyo mengapung terbawa arus. Warga itu menghentikan mayat itu dengan menggunakan dua bambu. Saat kami datang, mayat itu sudah di pinggir sungai dalam kondisi tengkurap. Saat hendak saya angkat, polisi melarang,” ujar Supadi.

Tim identifikasi Polres Sragen yang dipimpin Kapolres Sragen AKBP Ari Wibowo didampingi Kapolsek Sambirejo AKP Kabar Bandianto dan perwira lainnya mendatangi lokasi kejadian. Tim SAR mengevakuasi jenazah atas sepengetahuan polisi. Tim medis dari Puskesmas Sambirejo dan Ngrampal ikut mengidentifikasi jenazah.

“Ngatiyo mengalami luka memar di bagian kening dan luka serius di bagian belakang kepala. Darah masih mengalir saat dievakuasi dan sampai ke rumah duka. Saya harus menutup aliran darah itu dengan menggunakan kain,” ujar Supadi.

Jenazah diterima keluarga di Dukuh Tegalrejo RT 023. Jenazah dimandikan keluarga sekitar pukul 09.30 WIB kemudian disalatkan. Tim SAR gabungan masih mencari jenazah Hartini. Tim SAR gabungan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), SAR Himalawu, Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Sragen, SAR Majelis Tafsir Alquran (MTA), Palang Merah Indonesia (PMI), dan Taruna Siaga Bencana (Tagana) Sragen dibagi menjadi tiga kelompok.

Kepala BPBD Sragen, Heru Wahyudi, menyampaikan tiga kelompok itu terdiri dari tim I menyisir dari Jembatan Ngarum ke Bendung Ngarum (Kedungdowo), tim II menyisir dari Bendung Ngarum ke Wates, tim III mencari dari Wates hingga Kebonromo, Ngrampal.

“Sampai sekarang masih terus mencari. Pintu Bendung Ngarum juga sudah dibuka agar aliran sungai lancar,” tambah dia.

Sebelumnya, Ngatiyo dan Hartini menyeberangi Sungai Klegung dengan bantuan Sarsito, 37, tetangga Ngatiyo. Dari tiga orang itu, ternyata hanya Sarsito alias Sito yang selamat.

Sarsito mengatakan posisinya di tengah dengan tangan kanan dipegang Hartini dan tangan kirinya dipegang Ngatiyo. Saat Sarsito menoleh ke hulu tiba-tiba ada banjir besar dari atas.

“Saat menyebrang sungai itu sungai masih dangkal dengan kedalaman 50 sentimeter. Begitu di tengah sungai, tiba-tiba air setinggi dua meter menghatam. Air dari atas itu seperti tsunami. Kami semua terpental. Ngatiyo dan Hartini terpental ke barat, saya terpental ke timur. Saat hanyut saya sadar dan masih melihat Ngatiyo menepi. Tahu-tahu saya terbentur batu dan tenggelam tak sadarkan diri. Saya kembali tersadar di atas jurang dengan ketinggian enam meter. Saya hanya pegangan akar pohon,” kisah Sarsito.

Dengan bantuan akar yang menjulang ke air, Sarsito bisa naik ke daratan. Dia memuntahkan air dari mulutnya. Ia berjalan ke rumah dengan kondisi sempoyongan seperti orang mabu. Sesampainya di rumah yang jaraknya 300 meter dari sungai, Sarsito pingsan sesaat.

“Saat tersadar untuk kali kedua, air keluar dari kedua telinga saya. Saya seperti dibisiki orang agar secepatnya memberitahu orang. Saya langsung ke rumah Ketua RT 023 dan menceritakan lagi. Setelah bercerita semua, saya pingsan lagi. Tahu-tahu sudah di tempat tidur,” tutur dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya