SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Seluruh pecinta batik seluruh DIY bahkan di luar DIY, tentu mengenal sentra batik di Dusun Sumberan,  Tancep, Ngawen, Gunungkidul.

Desa Tancep menjadi salah satu sentra batik paling populer. Selain karena menggunakan pewarna alami, kerajinan tulis yang dihasilkan para buruh batik tulis juga patut diacungi jempol. Lukisan batiknya mempunyai cita rasa seni yang tinggi. Tak heran jika produk batik ini banyak diburu berbagai kalangan dari masyarakat bawah hingga atas seperti halnya para pejabat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Seiring kian digemarinya batik yang menggunakan bahan pewarnaan alami, masyarat Tancep, perlahan tapi pasti kini mulai meninggalkan tumbuhan umbi-umbian serta kayu jati. Mereka mulai menggantinya dengan beberapa tumbuhan bahan dasar pewarnaan alam seperti kulit soga jambal (Pelthophorum), kayu tegaran (Cudraina Javanensis) dan kesumba (Bixa Orelena).

Menurut Daru Dayang Diputra, salah satu pengusaha batik rumahan di Dusun Tancep, langkah itu diambil untuk mensiasati kepunahan bahan pewarnaan alam di kemudian hari.

Seiring banyaknya permintaan kain batik dari dalam maupun luar negeri dan kian menjamurnya warga yang berprofesi sebagai pembatik rumahan, tentu membuat tumbuhan pewarnaan alam mulai banyak dikonsumsi sebagai bahan bagi para pembatik. “Jika itu tidak ditanam dari sekarang bukan tidak mungkin 10 tahun ke depan tanaman pewarnaan alam itu tidak akan dijumpai lagi,” ujarnya kepada Harian Jogja, belum lama ini.

Penanaman tumbuhan pewarna alami di lahan kering, kata Daru, sangat didukung kondisi geografis. Pasalnya tanaman pewarnaan alam sangat cocok tumbuh di mayoritas lahan Gunungkidul, terutama di desa yang didominasi kapur.

“Tanaman pewarnaan alam sangat cocok sekali tumbuh di Gunungkidul yang tanahnya berkapur. Selain ramah lingkungan karena tidak  menghabiskan air di dalam tanah, tumbuhan pewarnaan alam juga bisa ditanam di sela tanaman lainnya seperti kayu jati,” ujarnya. 

Dusun Sumberan saat ini tercatat memiliki 70% dari sekitar 2.000 KK yang menjadi perajin batik rumahan.  Menurut Daru, yang juga Kepala Dusun Sumbergiri, kesadaran masyarakat untuk mulai menanam tumbuhan pewarnaan alam mulai meningkat karena mereka telah mengetahui keuntungan ekonomis yang didapat dari menanam tumbuhan pewarnaan alam.

“Padahal dulu tidak mudah untuk mengubah cara pandang mereka dari menanam konvensional [umbi-umbian] menuju tumbuhan pewarnaan alam. Tapi perlahan dan pasti, mereka telah menyadari kekeliruan mereka,” pungkasnya.(Wartawan Harian Jogja/Kurniyanto)

HARJO CETAK

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya