SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok/JIBI/SOLOPOS)

Ilustrasi (Dok/JIBI/SOLOPOS)

WONOGIRI--Warga Desa Semin, Kecamatan Nguntoronadi, Wonogiri mengeluhkan limbah tapioka yang mencemari lingkungan sekitar.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Perangkat Desa Semin, Haryanto, kepada Solopos.com, Rabu (28/11/2012), mengatakan keluhan warga terkait limbah tapioka sudah dirasakan sejak lama. Limbah tersebut selama ini hanya dibiarkan mengalir di selokan rumah warga sehingga menimbulkan bau tidak sedap.

“Baunya itu yang paling terasa sangat mengganggu kami. Apalagi di sini [Desa Semin] hampir semua orang membuat tepung tapioka,” terang Haryanto.

Dia merinci dari total 600-an rumah tangga, sekitar 204 rumah tangga membuat tepung tapioka. Sebanyak 50% perajin tepung tapioka berada di Dusun Semin, sedangkan sisanya tersebar di dusun sekitar.

Menurutnya, pengembangan tapioka di Desa Semin didukung ketersediaan lahan kering, yang mencapai 532 hektare. Lahan itu setiap tahun ditanami singkong. Dari budi daya singkong tersebut, warga menghasilkan sekitar 2.660 ton tapioka setiap musim panen. Maka, tidak heran jika limbah pembuatan tapioka melimbah dan terindikasi mencemari lingkungan.

Kendati demikian, Haryanto menegaskan warga tetap bertahan memproduksi tapioka karena menguntungkan.  “Kalau harga singkong mentah sedang jelek lebih baik dibuat tapioka. Dengan modal Rp700.000, kami bisa dapat Rp1,2 juta,” imbuh dia.

 Solusi

Indikasi pencemaran lingkungan di Desa Semin dibenarkan Kasi Penanggulangan Pencemaran KLH Wonogiri, Broto Susilo. Saat ditemui wartawan di sela-sela menghadiri pelatihan pengolahan sampah anorganik di Lingkungan Brumbung, Kelurahan Wonokarto, Kamis (29/11/2012).

Dia menjelaskan setelah menerima keluhan warga dan melakukan survei ke lapangan, Pemkab akhirnya memberikan solusi bagi warga Desa Semin. Sebuah IPAL yang dioperasikan dengan sistem aerasi (pengolahan limbah dengan kontak udara) saat ini sedang dibangun di desa setempat.

“Pembangunannya sudah berjalan 80%. Kami harap akhir tahun ini selesai. Warga juga sudah kami sosialisasikan soal ini. Secara umum mereka mau terima,” terang Broto.

IPAL tapioka sendiri dibangun dengan dana APBD 2012 senilai kurang dari Rp90 juta. IPAL tersebut terdiri atas satu bak penampung yang bisa menampung limbah tapioka dari 200 lebih rumah tangga, bak untuk aerasi, bak filtrasi (penyaringan) dan kolam kontrol.  Kolam kontrol yang diisi ikan hidup menjadi indikator kondisi air. Jika ikan hidup, maka air tersebut siap dibuang ke saluran air atau sungai.

“Kalau ikan hidup tandanya air sudah aman, tidak berbau dan tidak akan membahayakan,” sambung Broto.

Sayangnya, bantuan APBD tidak mencakup semua kebutuhan sarana prasarana. Warga masih harus merogoh kocek pribadi untuk membeli pipa-pipa yang menyalurkan air limbah dari rumah masing-masing ke bak penampung. Broto memastikan untuk keperluan itu warga telah menyatakan sanggup iuran. Kesepakatan warga itu disampaikan dalam sosialisasi yang dihelat Rabu di desa setempat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya