SOLOPOS.COM - Warga Parangkusumo yang tergusur didampingi LBH Jogja, mendatangi Pengadilan Negeri Bantul untuk membacakan gugatan, Rabu (8/11/2017). (Herlambang Jati Kusumo/JIBI/Harian Jogja)

Korban penggusuran di Parangkusumo bacakan gugatan di Pengadilan Negeri.

Harianjogja.com, BANTUL— Sidang gugatan warga Parangkusumo korban penggusuran kebijakan restorasi gumuk pasir di kawasan Pantai Parangkusumo, Kretek, Bantul digelar Rabu (8/11) di Pengadilan Negeri (PN) setempat.

Promosi 204,8 Juta Suara Diperebutkan, Jawa adalah Kunci

Sidang perdana gugatan tersebut digelar dengan agenda pembacaan gugatan. Warga didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja dalam gugatan ini.

Kuasa hukum masyarakat Parangkusumo, Emanuel Gobay dalam pembacaan gugatannya menilai, para tergugat telah melakukan tindakan melawan hukum. “Para tergugat pertama Bupati Kabupaten Bantul, kemudian, Gubernur DIY, kemudian Panitikismo [lembaga pertanahan Kraton Jogja] serta turut tergugat kepala Satpol PP Bantul, jelas telah melakukan tindakan melawan hukum,” katanya, Rabu (8/11/2017).

Pasalnya kata dia, penggusuran warga Parangkusumo itu terjadi karena pemerintah mengklaim menjalankan kebijakan restorasi gumuk serta berencana melakukan pembangunan di kawasan tersebut.

Padahal belum ada aturan yang mengatur peruntukan kawasan tersebut. “Pertama surat-surat yang dikeluarkan surat peringatan pertama, lalu rencana mau dibangun sesuatu di Parangkusumo, itu menurut undang-undang bertentangan tata ruang wilayah nasional maupun turunannya, serta Perda DIY tentang tata ruang, lebih spesifik kabupaten Bantul,” kata dia.

Menurutnya, rencana pembangunan di Parangkusumo tidak masuk dalam Perda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). “Secara spesifik belum ada RDTR yang menjelaskan peruntukan kawasan itu sebagaimana yang diinginkan para tergugat,” lanjutnya lagi.

Penggusuran itu justru mengakibatkan kerugian materi. “Untuk bangun [hunian di Parangkusumo] itu didapat dari duit yang mereka peroleh dari hasil mereka mencari pandan, menananm tanaman, juru parkir, duit-duit itu yang mereka kumpulkan untuk bangun rumah dan kemudian dihancurkan,” kata Emanuel.

Sejak tempat tinggal warga digusur pada 14 Desember 2016 hingga saat ini, warga hidup terlunta-lunta. “Penggusuran itu jelas-jelas bertentangan UUD 45 khusunya pasal 28 H, tentang mendapatkan tempat tinggal yang layak dan sehat. Selain itu bertentangan langsung dengan UU No.39/1999 tentang Hak Asasi Manusia,” lanjutnya.

Kuasa hukum Pemda DIY Adi Bayu Kristanto mengatakan, apa yang telah dilakukan Gubernur sudah benar, karena melaksanakan perintah dari Perda dan peraturan Gubernur.

Dia juga optimistis akan memenangkan perkara ini. “Karena tahapan-tahapan [penggusuran] sudah dilakukan Pemkab Bantul, penggusuran juga telah sesuai prosedur dengan peringatan pertama dan selanjutnya,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya