SOLOPOS.COM - Afif, 40, menunjukkan lokasi pembangunan instalasi pengelolaan air limbah (ipal) di pabrik tahu milik Saino di Kampung Grogol, Nglorog, Sragen, Senin (19/9/2016). (Moh. Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Warga Nglorog Sragen meminta agar pabrik tahu ditutup karena dinilai menimbulkan pencemaran.

Solopos.com, SRAGEN—Sebuah pabrik tahu di Kampung Grogol, Kelurahan Nglorog, Sragen, diprotes oleh warga setempat. Warga merasa dirugikan dengan pencemaran limbah serta debu dari pabrik tahu tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Gunarto, 60, warga setempat menjelaskan limbah cair dari pabrik tahu milik Saino, warga Kampung Dukuhan, Nglorog, itu dibuang ke sungai. Akibatnya, air sungai berwarna hitam pekat dan mengakibatkan iritasi bila mengenai kulit. Tidak hanya itu, debu dari hasil pembakaran di pabrik tahu itu membuat warga sekitar sesak napas.

Ekspedisi Mudik 2024

“Istri saya itu sampai sakit paru-paru karena kerap menghirup debu dari pabrik tahu. Di atas kamar kami sampai harus dipasangi papan untuk melindungi kami dari debu. Bagian atas papan itu sudah dipenuhi debu. Tangan kami yang bersih akan langsung kotor bila menyentuh bagian atas papan itu,” jelas Gunarto saat ditemui wartawan di lokasi.

Pabrik tahu itu sudah lama diprotes warga setempat. Pada pertengahan Juni lalu, pabrik tahu diminta ditutup untuk sementara sesuai hasil rapat di Kantor Kelurahan Nglorog. Namun, Saino akhirnya melanggar kesepakatan itu dengan membuka kembali kegiatan produksi tahu. Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) juga sudah menerbitkan surat peringatan kepada Saino untuk menutup pabrik tahu itu untuk sementara tertanggal 1 September lalu. Namun, peringatan itu tidak diindahkan pemilik pabrik tahu. Kegiatan produksi tahu itu tetap berlangsung pekan lalu.

Petugas Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sragen terjun ke lokasi pada Senin untuk mengecek kondisi instalasi pengelolaan air limbah (ipal). Kedatangan petugas dari BLH itu justru dijadikan kesempatan warga sekitar untuk melayangkan protes.

“Yang dicek itu jangan hanya pabrik tahunya, silakan cek kondisi rumah warga dan kesehatan warga yang sudah terpapar debu,” ujar Gunarto.

Staf dari BLH Sragen, Sungadi, mengatakan sebetulnya sudah ada upaya perbaikan ipal dan cerobong debu dari pabrik tahu itu. Pabrik tahu itu sebetulnya sudah memiliki satu ipal. Penambahan ipal sudah dilakukan namun belum selesai 100%.

“Ketinggian cerobong juga sudah ditambah antara 1,5 meter hingga 2 meter. Dari pemeriksaan ipal sebetulnya tidak ada persoalan, namun karena keberadaannya meresahkan warga sekitar, masalah ini harus diselesaikan di kantor kelurahan,” jelas Sungadi.

Sementara itu, Afif, 40, mengaku sudah menjadi karyawan di pabrik tahu milik Saino sejak era 1980-an. Menurutnya, ipal sudah dibangun sejak 1980-an sesuai petunjuk BLH pada saat itu.

“Sekarang ipal juga kami tambah sesuai petunjuk BLH. Begitu juga cerobongnya. Kami ingin pabrik ini tetap buka. Kalau tidak beroperasi, kami kehilangan pekerjaan,” ujarnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya