SOLOPOS.COM - BUTUH PERHATIAN -- Sugiyem duduk di depan rumahnya yang terletak di bantaran Kali Woro, di wilayah Dusun Kedusan, Desa Borangan, Kecamatan Manisrenggo, Klaten. Perempuan berusia 84 tahun ini tinggal seorang diri di rumah yang dibuatkan warga setempat itu. (JIBI/SOLOPOS/Taufiq Sidik Prakosa)

BUTUH PERHATIAN -- Sugiyem duduk di depan rumahnya yang terletak di bantaran Kali Woro, di wilayah Dusun Kedusan, Desa Borangan, Kecamatan Manisrenggo, Klaten. Perempuan berusia 84 tahun ini tinggal seorang diri di rumah yang dibuatkan warga setempat itu. (JIBI/SOLOPOS/Taufiq Sidik Prakosa)

Di tengah aneka pameran penghamburan uang yang terjadi di banyak pusat kekuasaan, sangat pantas rasanya kita terus menilik nasib banyak warga negeri ini yang cukup mengenaskan. Misalkan melihat apa yang dijumpai Espos saat melintasi jembatan di Dusun Kedusan, Desa Borangan, Kecamatan Manisrenggo, Klaten, belum lama ini. Di tepi Kali Woro, tampak sebuah rumah sangat sederhana berukuran kira-kira 4 meter x 4 meter.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Rumah tersebut merupakan satu-satunya bangunan di bantaran Kali Woro. Rumah itu dikelilingi hamparan lahan persawahan. Di bagian teras rumah, seorang perempuan lanjut usia (lansia) berjongkok di depan cerek berisi air yang sedang dipanaskan. Sesekali perempuan renta tersebut meneriaki seekor anjing di sampingnya. “Kowe lunga kana, aku iki urip dhewe (kamu pergi sana, saya ini hidup seorang diri-red),” teriaknya.

Perempuan lansia tersebut bernama Sugiyem, 84. Dia memang hidup seorang diri sejak puluhan tahun lalu dan tinggal di sebuah rumah tanpa aliran listrik yang berada di bantaran Kali Woro, sungai yang biasanya menjadi salah satu tempat mengalirnya lahar dingin dari puncak Gunung Merapi.

”Sudah lama kakak dan adik saya meninggal dunia,” tuturnya dalam bahasa Jawa. Menurut Sugiyem, rumah tempat tinggalnya sehari-hari itu merupakan bantuan warga sekitar. Sebelumnya, rumah yang ditempatinya berada di sisi barat Kali Woro.
”Saya minta kepada warga untuk dibangunkan rumah di sini. Saya tidak punya sanak keluarga,” katanya.

Rumah yang dibuatkan warga itu bertembok batako, namun Sugiyem memilih tidur di samping rumah. Bangunan rumah semi permanen tersebut digunakan untuk mengandangkan lima ekor ayam miliknya. ”Ayamnya tidak saya jual. Jika bertelur saya gunakan untuk tambahan makan,” tuturnya. Guna memenuhi kebutuhan sehari-hari, perempuan tua tersebut mengandalkan pendapatan dari berjualan rumput pakan ternak. Selain itu, dia mengumpulkan kayu kemudian dijual di pasar.

”Rumput pakan ternak lima ikat saya jual lima ribu. Untuk membeli nasi dan sayur,” jelasnya. Meski rumahnya hanya berjarak sekitar lima meter dari bibir Kali Woro, Sugiyem mengaku tidak takut dengan ancaman banjir lahar dingin yang sewaktu-waktu bisa terjadi. ”Saya tidak takut. Karena rumah saya memang di sini,” tegasnya.

Sementara itu, salah seorang warga Dusun Kedusan, Ny Arjo Sukarto, 75, menjelaskan Sugiyem tinggal di rumah tersebut sejak 10 tahun silam. ”Dia sebenarnya sudah kami minta tinggal bersama warga yang masih terhitung keluarganya, tetapi tidak mau dan memilih hidup sendiri. Dia lalu dibuatkan rumah,” ungkapnya.

Menurut Ny Arjo, tidak jarang Sugiyem meminta uang, makanan, atau kebutuhan pokok kepada warga. Warga merasa iba dengan kondisi Sugiyem yang hidup sebatang kara. “Kadang dia datang ke balai desa dan meminta uang. Meski demikian warga tidak keberatan karena kondisinya memang memprihatinkan,” jelasnya. Ny Arjo berharap ada uluran tangan dari pemerintah terkait kondisi Sugiyem. Hendaknya upaya mengatasi kemiskinan tidak hanya sebatas ucapan tanpa bukti.

JIBI/SOLOPOS/Taufiq Sidik Prakoso

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya