SOLOPOS.COM - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Rahmatullah/JIBI/Bisnis)

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Rahmatullah/JIBI/Bisnis)

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Rahmatullah/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, JAKARTA — Kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Republik Indonesia Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak akan memanfaatkan wewenangnya membubarkan Front Pembela Islam (FPI) sebelum mendengar Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

Promosi BI Rate Naik Jadi 6,25%, BRI Optimistis Pertahankan Likuiditas dan Kredit

Sikap SBY yang menunggu sikap resmi kedua organisasi muslim terbesar Indonesia itu, Rabu (24/7/2013), diungkapkan politikus Partai Demokrat yang juga Wakil Ketua MPR Melanie Leimena Suharly. “Mungkin Presiden SBY akan lakukan tindakan kalau semua unsur, terutama NU dan Muhammadiyah, bersepakat untuk membubarkan FPI,” kata Melanie di hadapan wartawan.

Menurut Melanie, meskipun berwenang penuh untuk membubarkan FPI tetapi Presiden tak ingin gegabah dan melanggar aturan. “Jangan sampai Presiden sudah siap, terus ada penentangan dari unsur lain. Presiden maunya semua dengan kesetujuan elemen masyarakat karena tak mau ada UU yang dilanggar, HAM [hak asasi manusia] yang dilanggar,” terangnya.

Desakan pembubaran FPI mencuat belakangan ini pascainsiden serangan anggota FPI Temanggung ke Kendal yang dianggap sarang maksiat. Warga yang tak terima aksi FPI tersebut melawan sehingga terjadi bentrok. Akibat bentrok itu, polisi menetapkan empat warga sebagai tersangka.

Demi meredam ketegangan, polisi sebelumnya memang segera mengumumkan dua anggota FPI sebagai tersangka, tetapi untuk perkara membawa-bawa senjata tajam. Sopir mobil sewaan yang ditumpangi FPI juga dijadikan tersangka oleh polisi, tetapi untuk perkara kecelakaan lalu lintas. Mobil itu melanggar warga hingga tewas.

Menyusul bentrok maut yang menyebabkan satu nyawa warga melayang dan empat warga dijadikan pesakitan oleh polisi itu, Presiden SBY mengkritik aktivitas sweeping FPI yang kerap meresahkan masyarakat. Kepala Negara mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Ia sempat pula menegaskan sikapnya selaku kepala pemerintahan bahwa pemerintahnya tidak akan membiarkan aksi kekerasan dan main hakim sendiri oleh elemen masyarakat apapun, termasuk FPI. Polri dan penegak hukum lain diminta tegas menertibkan berbagai aksi kekerasan itu.

Menanggapi kritik itu, Ketua FPI Habib Muhammad Rizieq Syihab sebagaimana dilansir situs resmi FPI, Selasa (23/7/2013), mengklaim pihaknya adalah korban dalam kasus kerusuhan yang terjadi di Kendal, Kamis (18/7/2013) lalu. Ia juga menganggap Presiden RI memfitnah FPI dan menyebutnya sebagai pecundang.

Wakil Ketua MPR Melanie tentu saja menyayangkan sikap Rizieq. “Tidak benar dong Presiden disalahkan. Tidak boleh menghujat dan menyalahkan kepala negara. SBY masih sabar. Siapa pun yang menghujat dan menyalahkan kepala negara, saya sangat menyayangkan dan menentang,” kata Melanie.

Suara berbeda datang dari Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Saleh Partaonan Daulay yang menyarankan Presiden SBY tidak berlebihan menanggapi kerusuhan yang melibatkan massa FPI di Kendal, Jawa Tengah. “Polemik itu justru memberikan keuntungan kepada FPI karena terus menjadi bahan pembicaraan dan pemberitaan,” kata Saleh Partaonan Daulay melalui pesan singkat yang diterima wartawan di Jakarta, Selasa.

Saleh mengatakan Presiden tidak perlu turun tangan langsung menanggapi kasus seperti itu. Menurut dia, Presiden cukup memerintahkan aparat Polri untuk menindak tegas siapa pun yang terlibat. FPI adalah bagian dari masyarakat yang harus diproses secara hukum apabila melakukan kesalahan dan membawa dampak negatif bagi masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya