SOLOPOS.COM - Para peziarah yang tetap menjalankan tradisi nyekar ditengah banjir, Senin (11/3/2024).(Solopos.com/Yoga Adhitama)

Solopos.com, NGAWI – Nyekar atau ziarah makam menjelang bulan Ramadan telah menjadi tradisi bagi sebagian umat Islam di Indonesia. Namun, tradisi ini Nampak berbeda di Kabupaten Ngawi. Umat Islam di Ngawi melakukan tradisi ini di tengah genangan banjir di kawasan pemakaman.

Seperti yang terlihat di Permakaman Umum Dusun Cupo, Kelurahan Margomulyo, Kecamatan Ngawi, Jawa Timur. Permakaman dengan luas sekitar setengah hektare ini hampir seluruhnya terendam banjir akibat luapan Sungai Bengawan Solo sejak Minggu (10/3/2024) dini hari.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Ketinggian air  yang meggenangi area makam itu kurang lebih setinggi 30 cm, sehingga puluhan makam terendam air dan hanya terlihat batu nisannya saja. Meski banjir menerjang area makam, hal itu tak menyurutkan para peziarah untuk mengirimkan doa bagi leluhur atau keluarga mereka.

Seorang peziarah asal Dusun Cupo, Joko Sasongko, mengatakan dirinya sebetulnya sudah mengetahui jika makam desa tersebut tergenang air. Namun, ia tetap menyambangi makam leluhurnya untuk mendoakan serta nyekar atau tabur bunga sebelum bulan puasa tiba.

“Sebenarnya sudah tahu mas kalau makamnya kebanjiran. Tapi mau gimana lagi ini sudah menjadi tradisi turun temurun menjelang awal puasa,” katanya kepada Solopos.com, Senin (11/3/2024).

Joko menambahkan dengan kondisi makam yang tergenang air seperti ini, dirinya tidak tahu secara pasti letak makam leluhurnya. Dirinya memilih berdoa di sekitaran makam yang masih kering dan menaburkan bunga pada genangan air banjir itu.

“Kalau kondisi banjir seperti ini saya tidak tau pasti letak makam leluhur dan saudara saya. Pokoknya saya berdoa langsung tebar bunga di area itu,” ujarnya.

Hal senada diungkapakan Suprihatin, peziarah asal Kabupaten Bojonegoro. Dia tidak tahu kalau makam keluarganya terendam banjir. Dia hanya tahu dari pemberitaan bahwa Kabupaten Ngawi tengah dilanda banjir.

“Tidak tahu kalau kebanjiran, tahunya hanya Ngawi kebanjiran. Pas saya datang ke sini kaget yang terlihat hanya atas batu nisannya saja,” katanya.

Meski demikian, Suprihatin tetap melanjutkan tradisi nyekar dengan cara seperti yang dilakukan oleh Joko, yakni dengan berdoa di lokasi makam.

“Yang penting sudah berdoa mas, urusan diterima tidaknya sudah urusan yang di atas. Niat kita berdoa dan meneruskan adat,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya