SOLOPOS.COM - Ilustrasi sampah makanan. (Istimewa/cimsa.ui.ac.id).

Solopos.com, SOLO – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gita Pertiwi menyebut ada kenaikan sampah makanan rumah tangga selama pandemi Covid-19.

Pada 2021, sampah makanan rumah tangga naik menjadi 0,79 kg/KK/hari. Sebelumnya pada 2018, rumah tangga menyumbang sampah makanan sebesar 0,49 kg/KK/hari dengan jumlah keluarga 4-5 orang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut Titik, masyarakat Solo memang memiliki kecenderungan hobi belanja, tetapi tidak hobi masak sehingga lebih suka jajan. Dia juga mengatakan secara umum rumah tangga berkontribusi 32% terhadap timbulan sampah di Solo.

Penyumbang sampah makanan terbesar selanjutnya pada 2019 adalah hotel (13%), restoran (9%), dan katering (10%). Data tersebut menurut hidangan yang tersaji saja.

Potensi sampah di Kota Solo cukup besar, yang dikhawatirkan akan menimbulkan ketimpangan pangan, kekurangan gizi, ditambah dengan abainya masyarakat atas pentingnya membuang sampah di tempatnya.

Oleh karena itu perlu kerja sama antar stake holder soal pengelolaan makanan hingga sampah yang kemudian berakhir dengan budi daya maggot di Solo.

Gita Pertiwi bahkan telah membuat rancangan penyusunan Kota Cerdas Pangan sejak 2017 silam.

“Proyeksi kami, akan lebih banyak orang yang tinggal di kota, sementara kota bukanlah produsen pangan. Sementara itu, masyarakat kota minim edukasi dan kepedulian mengenai sampah makanan, tentunya hal ini menimbulkan masalah sampah makanan di kota,” ujar Titik.

Budi Daya Maggot

Pengelola Taman Winasis, Wiyono, mengatakan budi daya maggot menjadi penopang operasional sehari-hari Taman Winasis di Kompleks Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Solo. 

Harga maggot basah laku dijual sekitar Rp7.000 per kilogram (kg), sementara maggot kering dihargai Rp50.000/kg untuk pakan unggas dan ikan.

Budidaya itu awalnya dibangun bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gita Pertiwi sejak 2020. Taman Winasis menjadi lokasi role model pembudidayaan unggas dan ikan, yaitu ayam dan lele.

Direktur LSM Gita Pertiwi, Titik Eka Sasanti, mengatakan maggot merupakan dekomposer yang sangat efektif dan mampu mengurangi kelebihan sampah organik.

Saat dihubungi melalui telepon, Sabtu (4/1/2023), Titik mengatakan budi daya maggot di Solo yang dilakukan sejak 202o telah langsung mendapatkan hasil positif.

Maggot segar sering dimanfaatkan untuk pakan ikan dan unggas, sementara sampah organik yang dimakan maggot menjadi bekas maggot (kasgot).

Kasgot lalu dijadikan pupuk organik. Menurut Titik, pakan maggot segar menjadi alternatif pakan pabrik yang semakin mahal. Pupuk organik juga bisa dimanfaatkan para kelompok tani agar lepas dari ketergantungan pupuk subsidi.

Bersama Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Solo, Gita Pertiwi memberikan banyak modul dan pelatihan. Titik mengatakan pelatihan menyasar 20 bank sampah di Kota Solo, yang kemudian ditindaklanjuti oleh 4 bank sampah.

“Ada di Laweyan, Karangasem, Mojo, dan Joglo. Setahu saya bank sampah di Karangasem bekerja sama dengan restoran Boga Bogi dan beberapa pedagang pasar,” tambah Titik kepada saya.

Lebih lanjut, Titik menceritakan LSM Gita Pertiwi sudah mendapatkan tawaran dari Rumah Tahanan Solo (Rutan Solo). Namun, Titik belum melihat jalan tengah agar keinginan Gita Pertiwi dan Rutan Solo sejalan.

Titik mengatakan pengelolaan sampah organik dari Rutan Solo ingin dikonsep agar dikelola warga binaan. Menurut Titik, hal tersebut akan sulit karena warga binaan Rutan Solo tentunya memerlukan pengawasan khusus.

“Padahal sampah organik dari sana potensial, Ada 600 sampah makanan per harinya,” tambahnya.

Selanjutnya, Titik mengeluhkan kondisi pengelolaan sampah di Solo. Menurutnya masyarakat memang sudah memilah sampah, tapi rasanya semua sia-sia ketika pengangkutan sampah yang terpilah dilakukan secara bersamaan.

Dia juga menambahkan, pengangkutan seharusnya dijadwalkan agar sampah benar-benar terpilah.

Namun, bagi perempuan itu, tercampurnya sampah yang diangkut truk sampah menjadi potensi pagi para pemulung di TPA Putri Cempo, Mojosongo, Solo.

Titik ingin mendorong mereka agar mampu mengolah pupuk dan budi daya maggot sebagai pakan ternak dan menjadi tambahan penghasilan pemulung di Putri Cempo Solo.



Sayang, dunia ideal Titik masih terkendala banyak hal. Tantangan mengumpulkan sampah organik adalah yang dihadapi pelaku pengelola sampah organik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya