SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JOGJA: Seorang warga Godean, Sleman, Uum Faida, yang tinggal di Chiba, sebuah prefektur berjarak 30 km di Timur Tokyo atau 350 km dari kota terdampak parah, Sendai,  selamat dari amukan gempa yang melanda Jepang, Jumat (11/03/2011) siang.

Awalnya, saat  gempa mulai terjadi pukul 14.56 waktu Chiba, Uum dan suaminya yang sedang di rumah, tidak merasa panik.  Pasalnya dua hari sebelumnya, terjadi gempa berturut-turut. “Itu karena di sini sudah biasa terjadi gempa. Tapi lama-lama kok besar banget enggak berhenti sampai lebih dari dua menit,” ujar Uum saat dihubungi Harian Jogja, Minggu (13/03/2011) malam.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Saking besarnya gempa, ia harus pegangan pagar rumah biar tak terjengkang. Menurut Uum yang juga pernah merasakan gempa tektonik di DIY pada 2006 lalu, gempa Jepang Jumat (11/03/2011) lalu itu benar-benar terbesar yang pernah ia rasakan. Pasalnya, saking besarnya gempa, ia harus pegangan sesuatu untuk tetap bisa berdiri. “Kalau enggak kejengkang,” katanya.

Namun hebatnya bangunan apartemen dua lantai tempat ia tinggal di Inohana, meski   bangunan tua, tetap berdiri kokoh. Meski tsunami tidak menerjang pesisir Chiba yang berada di teluk, sebuah kilang minyak meledak di Icihara, sebuah kota di bagian timur Chiba.  Uum sempat membuat khawatir beberapa teman dan kerabat. Pasalnya, pada hari Jumat, dia sulit dihubungi rekan-rekannya. Saluran telepon terputus, dan hanya suaminya yang online melalui layanan I-phone.

“Chiba memang enggak kena [tsunami], cuma yang ngeri kebakaran kilang minyaknya,” kata dia.

Karena merasa ngeri, Uum dan suaminya sempat lari ke bukit dekat apartemen tempat mereka tinggal. Tapi merasa percuma karena tidak bisa berbahasa Jepang, keduanya memutuskan  pergi ke Chigusadai, empat kilometer dari tempat ia tinggal, karena banyak mahasiswa Indonesia yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) tinggal di sana.

Di tengah perjalanan, gempa terus-terusan terjadi di sepanjang perjalanan. “Bahkan gempanya lebih besar,” kata dia.

Akhirnya, Uum dan suami memutuskan pergi ke asrama (dormitory) yang dipakai sebagai tempat evakuasi warga.

Pernah mengalami bencana gempa di Jogja dan kini di Jepang, Uum mengaku ada perbedaan mencolok warga Jepang dan warga di Tanah Air saat menghadapi bencana.

Di jalan raya, meski gempa terjadi terus-terusan, dan alarm tsunami menyalak-nyalak, evakuasi berjalan tertib. Semua kendaraan berjalan antre.  “Tidak ada yang menyalip, tidak ada bunyi klakson. Semua antre tertib,” kata dia.

Mitigasi bencana di negara itu, kata dia, sangat matang dan membuat warga nyaman.  Hampir setiap jam, helikopter lewat. Tim penyelamat berkeliling rumah-rumah penduduk sambil berteriak menanyakan kabar dan ada tidaknya warga yang butuh bantuan. “Warga juga saling menanyakan nasib warga lainnya, menanyakan kabar sambil bawa kentongan,” kata dia. (Harian Jogja/Nugroho Nurcahyo)

Foto: JIBI/SOLOPOS/AP

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya